Miracle in Cell No. 7, drama-Komedi ini pertama kali dirilis pada 2013 di Korea Selatan. Film tersebut bisa dikatakan sukses karena berhasil membawa tawa dan menguras air mata 12 juta pasang mata melalui narasinya yang kuat. Miracle in Cell No.7 diarahkan oleh Lee Hwan-Kyung yang juga menyutradarai He Was Cool pada 2004 dan Lump Sugar 2 tahun sesudahnya.
BACA JUGA: 5 Fakta Menarik Tentang Film Miracle in Cell No. 7 Versi Turki
Namun, saya belum pernah menonton Miracle in Cell No 7 versi aslinya, saya menonton yang versi remake Turki, diproduksi pada 2019 dan ditayangkan Netflix, dibintangi Aras Bulut Iynemli sebagai Memo, Nisa Sofia Aksongur sebagai Ova dan Celile Toyon Uysal sebagai Nenek. Drama versi turki ini disutradarai oleh Mehmet Ada Öztekin.
Film ini memang tidak gagal menyentuh hati dan perasaan para penontonnya, sebagian peresensi film ini menyebut jika komedi dalam Miracle in Cell No 7 versi Turki hilang sama sekali, sehingga yang tersisa darinya adalah dramanya saja, dengan demikian versi ini memiliki jaminan untuk membuat haru para penonton. Namun, saya menemukan beberapa kejanggalan di sini.
Film ini mengambil latar tahun 1983 dimana saat itu Turki sedang mengadakan pemilihan umum. Memo (Aras Bulut Iynemli), seorang pria disabilitas mental hidup dengan sang nenek (Celile Toyon Uysal) dan putri semata wayangnya, Ova (Nisa Sofia Aksongur). Memo memiliki anak dari hasil pernikahannya dengan seseorang yang tidak disebutkan namanya dan ditunjukkan di film ini.
BACA JUGA: 5 Fakta Unik Aras Bulut İynemli
Ayah Ova kerap dicap sebagai “orang gila” oleh teman-teman sebayanya, namun Ova sama sekali tidak malu atau mempermasalahkan kondisi mental ayahnya, Ova seperti perempuan dewasa yang terjebak pada tubuh anak-anak, ia sangat memahami kondisi ayahnya yang memang berbeda.
Hidup mereka begitu harmonis dan menyenangkan. Dalam sehari-harinya Memo berjualan permen apel atau pun menggembalakan kambing yang masing-masingnya diberi nama. Kambing itu digembalakan di dekat rumahnya yang berada di wilayah pegunungan yang bersisian dengan laut yang begitu indah dan megah. Seperti sisa-sisa kejayaan Konstantinopel. Memo dan Ova juga sering bermain bersama layaknya karib.
Penampilan Aras Bulut Iynemli yang berperan sebagai Memo sungguh tak diragukan, seolah ia betulan memiliki keterbelakangan mental. Tak heran dia mengantongi sejumlah penghargaan bergengsi di Turki.
Petaka Datang Tanpa Diundang
Pada satu waktu, kala Memo sedang menggembala kambing, ia melihat sekelompok anak-anak sedang bermain di jalur yang ia sering lewati untuk menggembalakan kambing. Rupanya, anak-anak tersebut adalah temannya Ova, salah satunya bernama Seda. Sebelumnya, Memo dan ayah Seda pernah berseteru di sebuah toko tas, ayah Seda yang seorang petinggi militer merebut paksa tas dari Memo yang sejak mula diinginkan Ova.
Beberapa hari setelahnya, Seda yang sedang bertamasya dengan keluarga dan anak-anak seumurnya bertemu Memo yang sedang menggembala kambing. Dalam tamasya keluarga tersebut terdapat sejumlah anak buah dari ayah Seda, lengkap dengan senjata, militer tersebut bersiap siaga karena keadaan Turki pada 1983 begitu gawat atau hanya ingin unjuk kuasa bahwa rakyat biasa tidak boleh macam-macam dengan militer.
Seperti kita tahu jika sejarah Republik Turki memang penuh dengan darah, kekuasaan dihiasi kudeta demi kudeta bahkan sejak masa Kesultanan Utsmani. Mehmet Ada Öztekin melakukan penyesuaian dengan keadaan yang ada di Turki pada 1983, yang berbeda dengan versi Korea Selatan.
Anak-anak yang bertemu Memo pun terpisah dan menuju tempat keluarga mereka berkumpul, kecuali Seda, ia malah mengajak Memo bermain dan menuntunnya dengan tas miliknya. Saking asyiknya bermain, Seda tidak menggubris peringatan Memo bahwa tempatnya berjalan sudah semakin berbahaya, sebuah tempat yang curam dan penuh bebatuan, akhirnya Seda pun tergelincir dan jatuh, kepalanya terbentur, dan meninggal dunia di tempat.
Sadar akan anaknya hilang, sang ayah yang merupakan petinggi militer dan teman-temannya melakukan pencarian dan menemukan Seda berada di tangan Memo, berdarah, enggan bangun, menandakan detak jantung gadis kecil itu tak berbunyi. Memo pun dituduh melakukan pembunuhan, tak lama setelahnya ia dijebloskan ke penjara dan harus terpisah dari keluarganya. Satu-satunya saksi yang bisa membebaskan Memo dari tuduhan tersebut dibunuh oleh ayah Seda. Keparat memang kolonel itu!
Sebelum ke penjara Memo dihajar habis-habisan oleh militer. Di penjara pun Memo tidak diterima oleh teman-temannya, pada awalnya. Namun, karena satu ruangan dan sering berinteraksi, pelan-pelan teman-temannya pun mulai menyadari dan menerima Memo sebagaimana adanya.
Saya melihat sesuatu yang menarik di penjara Turki pada kisaran 1983. Ruangan tersebut tidak tampak seperti penjara yang pernah saya lihat di Indonesia ataupun di film dokumenter tentang penjara lainnya, penjara tersebut lebih mirip kamar asrama sekolah musik. Ada dapur beserta perlengkapannya, dan juga toilet yang layak pakai.
Ada banyak tahanan di ruang penjara No. 7 itu dan beberapanya cukup mencolok yang kemudian banyak membantu Memo di antaranya Askorozlu (Ilker Aksum), tahanan yang kerap membantu yang lain mendapatkan barang apapun yang dibutuhkan, Hafiz (Yildiray Sahinler), pria yang taat agama dan Yusuf (Mesut Akusta), pria yang terisolasi sendiri dan kerap memandang dinding dan menganggapnya sebuah pohon.
Perubahan hubungan mereka ditampilkan secara runut dan tidak buru-buru, kehadiran Memo yang pada awalnya tidak diterima malah membawa perubahan signifikan pada beberapa karakter tahanan kamar No.7. Puncaknya, semua hubungan yang sudah terbentuk dari awal membawa ke sebuah akhir kisah yang tidak terduga. Kelak, Yusuf menukar dirinya di tiang gantungan, sehingga Memo dan Ova bisa melanjutkan hidup seperti biasa.
Film ini terasa hangat, menyentuh, dan mengharukan. Saya kira tidak ada yang meragukan hal tersebut pengambilan gambar dan sinematografi juga terasa pas-pas saja, dan menjadi sangat Turki sekali. Namun, dari narasi dan scene-scene yang dihadirkan di Miracle in Cell No 7 sejumlah pertanyaan tiba-tiba muncul di benak saya.
- Pertama, kenapa Memo yang memiliki keterbelakangan mental dinikahkan oleh keluarga, lebih jauh lagi diizinkan untuk memiliki anak. Bagaimana jadinya kehidupan Memo dan Ova sepeninggal Nenek? Siapa yang mengambil keputusan-keputusan penting nantinya dalam kehidupan mereka?
- Kedua, kebenaran apa yang disembunyikan nenek, siapa Ibu Ova, kemana dia? Apa hubungannya antara pohon yang sering terbayang dalam benak Yusuf karena perasaan bersalahnya di masa lalu dan Ova, apa mereka saling kenal sebelumnya?
- Ketiga, setelah Memo berhasil lolos dari tiang gantungan apakah Memo dan Ova masih hidup di pegunungan itu? Jika ya, bagaimana jika nanti militer menangkap mereka lagi?
Saya memang belum menonton versi Koreanya, mungkin setelah saya menonton versi aslinya, barulah saya menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Terlepas dari itu semua, film hubungan ayah-anak ini saya rasa tidak rugi untuk ditonton. Tak heran jika film ini pun akan dibuat versi Indonesia yang disesuaikan dengan latar dan keadaan di sini.
Yups, rupanya Falcon Picture membeli lisensi film Miracle In Cell No 7 dan akan disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Dibintangi oleh Vino G. Bastian dan Mawar Eva de Jongh. Versi Indonesia ini akan tayang pada 8 September 2022 di seluruh bioskop Indonesia. Sang sutradara menyebut jika akan dilakukan penyesuaian pada film ini semisal tentang hukum yang berlaku di Indonesia dan juga setup penjara. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan saya di atas mungkin saya harus menonton setiap versi dari Miracle in Cell No 7.