Aku belum sempat membaca, tiba-tiba Novi lari keluar kamar. Aku dan Ayu segera mengejarnya. Novi sepertinya sedang melihat sesuatu.
“Novi mau kemana?” Teriakku.
“Bang, mereka mau kasih pesan. Tapi mereka diam saja. Kita harus cari tahu pasti pesan itu ada di sekitar sini,” jelas Novi.
Kami memberanikan diri, atas ideku kami mulai mendekati kamar 334. Karena hanya kamar ini yang belum kami gedor. Pelan-pelan, Novi menempelkan telinganya ke pintu. Tidak ada terdengar sesuatu yang aneh, hanya saja bau kopi itu tercium menyengat. Novi memberanikan diri menggedor pintu, namun tak ada yang menggubris.
Aku mencoba untuk memegang gagang pintu, ternyata pintu kamar ini tidak dikunci. Sambil menarik napas panjang dengan doa yang tak karuan aku membuka pintu pelan-pelan. Ketika pintu sudah terbuka dan wajahku sudah menghadap ke isi kamar betapa kagetnya aku ternyata ini hanya sebuah pentry, tempat penyimpanan barang amenitis seperti air mineral, sabun, shampoo, sikat gigi, handuk, bantal, seprai, dan ekstra bed. Bau kopi yang tercium menyengat itu berasal dari bubuk kopi yang tertumpah air mineral dan menyebar di lantai. Aku, Novi, dan Ayu sedikit bernapas lega, tapi itu bukan berarti kami sudah memecahkan pesan yang dimaksud oleh makhluk astral yang ada di sini.
“Vi, tadi abang jelas sekali lihat ada laki-laki masuk ke sini.” Terangku.
“Mungkin dia petugas hotel bang.” Jelas Novi.
“Terus suara yang abang dengar dari dalam kamar ini dari mana?” Tanyaku heran.
“Nah itu dia, kita harus cari tau.”
Kami merasa lantai 3 bergetar. Seperti terdengar suara teriakan tapi jauh sekali. Kami masih berdiri di dalam kamar 334.
“Bang, Kak Ayu. Sini tangan kalian.” Novi memerintahkan kami untuk saling berpegangan membentuk lingkaran. “Pejamkan mata. Kosentrasi.”
Beberapa menit setelah memejamkan mata. Jelas sekali aku mendengar suara teriakan,
“Ammaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkk, Ammmmmaaaaaaaaaaakkk, Ammmaaaaaaaaaaaak Appaaaaakkkk,” suara anak kecil yang merintih ketakutan.
“Amaaaaaakkkk, toloooooooong. Amaaaaaakk di maaaaaa?!” Suara anak itu semakin lama semakin panjang, aku tak tahu asalnya dari mana. Ruangan itu begitu riuh, Novi berbisik agar kami tetap konsentrasi dan tidak membuka mata.
Tidak hanya suara anak kecil merintih yang kami dengar, terdengar suara teriakan panjang orang minta tolong, suara itu tidak hanya satu tapi ramai dan riuh sekali. Aku merasa ruangan ini juga ikut bergetar kencang. Pelan-pelan suara itu pun hilang dan menjauh, sayup-sayup masih bisa terdengar, “tolooong…,” dengan rintihan yang panjang.
Aku membuka mata dan bertanya, “mereka kenapa, Vi? Kenapa kita yang di ganggu?” Tanyaku semakin takut.
“Di gedung ini sepertinya pernah terjadi bencana besar. Coba siapa tahu ada jawabannya di google.”
Ayu mengambil gawainya, mencoba untuk membuka google mencari informasi tentang hotel ini. Sejenak ia membaca serius, tiba-tiba Ayu nangis, air matanya tidak berhenti mengalir deras. Aku panik. Pikirku, Ayu kesurupan. Aku memegang tangannya erat-erat, sambil bertanya-tanya panik.
“Hotel ini, hotel ini…,” isak tangisnya.
“Kenapa Ay hotel ini,” tanyaku ketakutan.
“Hotel ini hotel reinkarnasi. Pernah dibangun sebelumnya dan runtuh total. Baru dibangun kembali tahun 2014 silam,” jelas Ayu sambil terisak.
“Alasannya?” Tanyaku penasaran.
Aku menarik gawai Ayu. Dengan perlahan aku membaca dengan teliti. Tampak jelas tepat 7 tahun lalu, tanggal 30 September 2009, telah terjadi sebuah bencana besar. Hotel ini adalah salah satu bangunan yang menjadi korbannya. Bencana gempa Padang dengan kekuatan 7,6 Skala Richter di lepas pantai Sumatera Barat pada pukul 17.16.10 WIB, telah meluluh lantahkan kota Padang Sumatera Barat. Tercatat 1.117 orang tewas, 1.214 orang luka berat, dan 1.688 orang luka ringan, serta 1 orang hilang. Dikabarkan juga bahwa kerusakan bangunan mencapai 135.448 rumah termasuk hotel dan gedung-gedung sekolah. Korban terbanyak ada di hotel ini, sebanyak 200 orang meninggal dunia. 80 orang di antaranya adalah pegawai hotel dan sisanya adalah tamu hotel. Korban di hotel ini banyak yang bagian tubuhnya tidak ditemukan hingga saat ini.
“Jadi karena hari ini tanggal 30 September, dan tepat 7 tahun bencana jadi mereka semua jin-jin pada keluar. Gitu, Vi?” Jawabku dengan sok berlogika.
“Sepertinya bukan hanya itu, Bang. Mereka tidak akan bangkit jika tidak ada yang memanggil mereka untuk datang,” jawab Novi dengan misterius.
“Maksudnya, Vi?” Tanyaku dengan wajah heran dan semakin takut.
“Coba Abang tulis.” Novi memintaku mengambil pensil dan kertas yang ada di atas meja. “30 September 2009. Bulannya ditulis dengan angka dan tahunnya diambil dua angka di belakang.” Perintah Novi.
Aku menulis angka 300909.
“Dibalik bang!” Perintah Novi. Aku membalikkan kertas dari atas ke bawah.
“Sekarang jika PADANG, A=1, B=2 C=…dan seterusnya. Coba dihitung berapa nilainya, dan Abang ingat di tanggal yang sama ada peristiwa besar apa?”
Aku membuat sebuah hitungan. Setelah lama berpikir akhirnya aku baru mengerti, semua ini adalah symbol. Sebuah bencana besar adalah rencana yang tertata, semua bencana besar ada keterikatan dengan bencana lainnya. Kita tidak bisa menghindarinya namun, kita bisa berbuat lebih baik agar tidak menjadi sia-sia. Sekarang jelas sudah amplop Welcome Letter itu bukan sebuah kesalahan tulis pada angka dan tahunnya tapi memang ada sebuah kesengajaan. Coretan di belakangnya juga merupakan sebuah peringatan. Bukan peringatan untuk pergi dari tempat ini tapi pergilah bertaubat untuk jadi orang yang lebih baik.
“Bang, lihat ini,” Novi memperlihatkan sebuah video dari channel youtube. “Ini video dari rekaman CCTV yang diambil saat gempa di hotel ini.”
“Vi, Pause!” Aku melihat seperti mengenal seseorang dalam video ini, seorang koki berpakaian putih tapi aku lupa lihat di mana.
Video dilanjutkan, tampak orang-orang berhamburan berlari entah kemana. Mereka semua pergi menyelamatkan diri masing-masing. Kami bertiga tidak hanya ketakutan tapi sekarang berubah menjadi duka, tidak terasa air mata kami bercururan menonton rekaman-rekaman itu.
“Bang, kita ke lantai 5. Lihat ini mereka berada di foyer ruang meeting. Siapa tahu pesannya ada di sana,” Novi menunjuk ke video tersebut.
Kami bertiga lari ke lantai 5 dengan napas dan jantung berdegup kencang. Suasana temaram pun ikut mencekam. Foyer ruang meeting gelap. Tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah ruangan kecil di ujung lorong. Aku, Novi, dan Ayu saling berpegangan. Pelan-pelan aku melihat seperti ada cahaya lilin dari dalam. Aku membuka pelan pintu yang tidak terkunci itu. Tampak seorang laki-laki tengah duduk bersila, di hadapannya sebatang lilin, segelas kopi hitam, 4 batang rokok yang belum dibakar, dan beberapa batang rokok sedang dibakar tapi tidak dihisap, dibiarkan saja terbakar sampai habis, dan 3 pucuk kembang kelapa.
“Hei, siapa kalian?” Teriak lelaki itu. Lelaki itu bertubuh kurus tinggi, berbaju serba hitam.
“Bapak yang siapa?” Teriak Novi.
Terjadi pertengakaran hebat di ruangan itu. Setelah kami bersi tegang, akhirnya si Bapak menceritakan apa tujuannya. Setiap tahun beliau memang selalu ke sini. Anak dan istrinya adalah korban gempa. Sampai sekarang tangan kanan istrinya tidak ditemukan di reruntuhan bangunan ini, sedangkan anaknya kehilangan kepalanya, namun setelah beberapa minggu baru ditemukan. Beliau percaya jika ingin bertemu dengan anak istrinya maka harus mengadakan ritual. Beliau sendiri adalah mantan pegawai hotel ini. Hari ini tepat 7 tahun bencana itu, dan roh-roh di sini hadir atas panggilan si Bapak.
***
Keesokan harinya, kami mengadakan doa bersama mengenang 7 tahun bencana gempa. Hal besar yang aku dapat dari kejadian ini adalah bukan bangunan ini yang berhantu tapi cara berpikir kitalah yang telah merusaknya. Hotel ini tetap beridiri kokoh dan tak perlu kau takut, karena sepanjang hari secara tidak sadar kita selalu hidup beriringan dengan ‘mereka’. Mungkin mereka butuh doa dari kita dan mereka juga sebagai penyampai pesan, agar kita tidak menyia-nyiakan hidup, ajal bisa datang kapan saja tidak penting berapa umurmu, seberapa kaya hidupmu, dan seberapa tinggi jabatanmu. Yang terpenting dalam hidup ini adalah berbuat baiklah sebanyak-banyaknya, beribadah kepada-Nya sebelum kau menyesal.
You might also like
More from Fiksi
Surat untuk Mantan
Lara, Ini mungkin adalah surat yang kesekian kali kutulis, tapi kali ini rasanya berbeda. Seperti ikan besar yang terjerat di jaring …
5 Cerpen Cinta yang Akan Bikin Kamu Terbawa Perasaan
5 Cerpen Cinta yang Akan Bikin Kamu Terbawa Perasaan Hey Sobat Semay, siap untuk terbawa oleh ombak perasaan yang mendalam? Ini …
3 Comments
Waa pesannya sampai yaa, seru banget bacanya. Keren
bang 👍👍👍
Keren keren keren …..
Endingnya emang gak bisa di tebak . 👏👏 . Di tunggu cerita2 yang lainnya bg . Sukses bg