Malam itu ruang recital hall musik Indonesia University of Art & Culture sesak oleh penonton. Aku dan Nadia berdiri di Belakang panggung. Tak ada yang tahu apa yang telah aku lewati bersama Ichi hingga sampai pada malam puncak hari ini. Fractal, sebuah pertunjukan Ujian Karya Akhir Musik karya Ichi Sembiring. Proses karya ini telah melewati berbagai rintangan. Sejenak aku terdiam, penonton riuh bertepuk tangan menyaksikan Ichi menyanyikan lagu klasik dengan iringan orkestra yang megah. Suaranya yang merdu mampu memecahkan kekaguman para penonton. Malam itu Ichi tampak cantik dengan gaun putihnya. Wanita berdarah batak ini memang memiliki suara emas, tak heran jika jika ia bernyanyi suaranya mampu menghipnotis para pendengar.
***
Sore hari disebuah koridor kampus, sekitar pukul 18.30 WIB.
“Abaaang,” Ichi memelukku dari belakang.
“Apaan sih, ah,” aku melepaskan tangan Ichi. “Ntar cowok lu cemburu lagi sama gue,” tegasku
“Bodo amat. Haha. Gue seneng kalau dia cemburu.”
“Ah dasar lu kang adu domba. Ntar gue berantem gegara lu, ogah banget gue.”
“Iye, heran gue kok dia bisa jealous sama lu. Padahal gue udah jelasin berkali-kali tetap aja kagak terima. Kan gue kenal ama lu jauh lebih dulu dari pada kenal ama dia,” terang Ichi. “Udah ah. Bantuin gue sih, Bang,” Ichi merangkul tangan kananku.
“Bantuin apaan?” Tanyaku ketus.
“Semester depan gue karya akhir. Bantuin gue. ya.” Jelas Ichi sambil memelas. Ichi adalah mahasiswa jurusan musik dengan mayor vokal. Tubuhnya tinggi putih, kalau berpakaian rada semrawut tetap terlihat cantik, tidak heran jika banyak lelaki yang menggodanya.
“Aduh, lu tau sendiri. Gue kan senior, pengalaman gue udah kemana-mana. Kalau lu mau minta bantuan gue sebagai vokal tenor gue pikir-pikir dulu, ya,” gurauku dengan wajah serius.
“Anjaaay, ogah gue. Kalau lu jadi vokalis gue, yang ada gue belum ngajuin karya akhir udah di-DO dari kampus,” samber Ichi dengan wajah kesal.
“haahaha kampret lu,” gelakku.
“Bantuin gue sih, Bang?”
“Bantuin apaan?”
“Jadi pimpinan produksi gue.”
“Iye gue bantuin. Lu mau angkat tentang apa?” Tanyaku serius.
“Gue mau angkat tentang musik terapi yang bisa mempengaruhi orang-orang yang kelainan jiwa dan kelainan seksual,” terang Ichi
“Widiiih mantap, okelah gue bantuin. Tinggal lu matengin aja konsepnya.”
Tiba-tiba di ujung koridor ada suara kaki di tangga yang berlari cepat naik ke lantai dua. Sontak aku dan Ichi kaget, karena saat itu kampus memang sedang sepi. Aku dan Ichi berhambur lari ke luar gedung kampus.
***
Sore hari di ruang piano. Tampak seorang lelaki paruh baya berkemeja hitam, celana jeans hitam, berkacamata hitam, rambut cepak bertubuh tambun dan perut buncit. Dihadapannya duduk seorang wanita dengan kaos putih, celana jeans biru dengan rambut dikuncir ke belakang.
“Ichi, kamu mau bawa karya, apa?” Tanya Pak Arman selaku dosen pembimbing karya. Pak Arman, memegang tangan kanan Ichi, tapi Ichi menepisnya. Pak Arman berusaha untuk tetap dalam posisi berwibawa, berdiri di depan Ichi sambil melipat kedua tangannya di depan.
“Mau bawa karya tentang musik terapi untuk kelainan jiwa dan kelainan seksual. Saya ambil lagu RezsQ Seress dengan judul Szomoru Vasarnap dan musik Reverse dari Kalr Meyer,” jawab Ichi yakin.
“Kamu sudah tahu musik itu tentang apa?” Tanya pak Arman sambil menatap Ichi dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.
“Ya Pak, saya tahu.”
“Kamu juga sudah tahu mitos tentang Szomoru Vasarnap dan Reverse?”
“Iya Pak, saya sudah tahu. Justru itu saya ingin angkat musik ini. Saya ingin membuktikan untuk orang-orang yang kelainan seksual,” Cetusnya dengan tegas.
“Saya bukan menakuti karena mitosnya, hanya saja saya kurang yakin dengan waktu. Untuk mewujudkan ini semua kamu butuh waktu yang panjang. Saya harap kamu pikir kembali,” terang Pak Arman.
Di luar ruangan tiba-tiba terdengar seperti seseorang sedang menabrak tong sampah. Pintu dengan kotak kaca di tengahnya seperti ada orang yang mengintip.
***
Menjelang enam bulan pementasan karya akhir, Ichi sudah memulai proses latihannya. Ichi sudah menetapkan latihan setiap malam Selasa, Kamis, dan Sabtu latihan di recital hall. Hari ini Selasa, hari pertama Ichi dan timnya latihan.
Szomorú vasárnap száz fehér virággal
Vártalak kedvesem templomi imával
Álmokat kergető vasárnap délelőtt
Bánatom hintaja nélküled visszajött
Azóta szomorú mindig a vasárnap
Könny csak az italom kenyerem a bánat…
Szomorú vasárnap
Utolsó vasárnap kedvesem gyere el
Pap is lesz, koporsó, ravatal, gyászlepel
Akkor is virág vár, virág és – koporsó
Virágos fák alatt utam az utolsó
Nyitva lesz szemem hogy még egyszer lássalak
Ne félj a szememtől holtan is áldalak…
Utolsó vasárnap
Aku duduk di sudut ruangan, sambil memperhatikan Ichi dan timnya latihan. Suaranya terdengar syahdu, aku benar-benar menghayati nyanyian dari suara Ichi, tak terasa bulu kudukku juga merinding. Aku tidak mengerti dengan lagu yang dia bawa, aku merasa seperti terbawa suasana ke dalam era klasik. Ya memang pengetahuanku tentang musik masih sangat minim, aku sendiri bukan mahasiswa musik, melainkan alumni dari mahasiswa seni peran bidang keaktoran.
Ketika Ichi mau menyanyikan kembali lagu Szomorú vasárnap, tiba-tiba lampu mati. Aku coba untuk keluar dari recital hall, aku melihat seperti ada bayangan yang lari dan turun ke lantai bawah. Aku lihat di ruangan lain lampu masih menyala, itu artinya hanya ruangan ini yang saklarnya turun. Aku coba melihat ke depan kanan ruangan, ternyata benar saklarnya turun. Saklar aku naikkan kembali dan lampu kembali menyala. Di bawah saklar ada sebuah gulungan kertas, segera aku masukkan ke dalam saku celana.
“Kenapa Bang?” Tanya Ichi
“Tadi saklarnya turun. Chi, sampai jam berapa latihannya? Ini sudah jam 11 malam,” tanyaku.
“Bentar lagi ya, Bang. Kenapa, lu mau balik ya?”
“Gak sih, cuma sudah larut malam. Sepertinya kita harus segera pergi dari ruangan ini.”
“Ya udah Bang, lima menit ya.” Pinta Ichi.
Ichi masuk ke ruangan, aku membuka gulungan kertas yang tadi sempat aku simpan di saku celana. “Soon there’ll be candles and prayers that are sad”. Aku tidak mengerti maksud dari kertas ini, apakah ada orang yang sengaja meninggalkannya atau hanya kebetulan saja.
Lima menit kemudian latihan selesai, kami semua meninggalkan ruangan. Aku dan Ichi jalan paling belakang. Tiba di lantai dua, Ichi memintaku untuk menunggu sebentar.
“Bang, gue mau ke toilet. Lu tungguin gue di sini,” pinta Ichi.
Tidak berapa lama Ichi keluar.
“Bang, gue tadi ngerasa ada orang deh di sebelah toilet gue. Gue sempat tanya siapa di sebelah, tapi gak ada jawaban. Soalnya gue lihat dari celah bawah seperti ada bayangan orang di toilet sebelah.”
“Perasan lu doang kali. Udah ah buru kita balik.” Aku berusaha menenangkan Ichi.
“Ya, mudah-mudahan deh cuma perasaan gue doang.” Ichi dan aku berjalan meninggalkan lantai dua dan turun menyusuri koridor kampus.
“Cowok lu gimana?” Tanyaku.
“Kok lu tiba-tiba nanya dia, Bang?”
“Ya gak apa-apa, kan biasanya lu tiap minggu putus nyambung.”
“Gak tau ah, aneh orangnya. Kesel gue.”
“Aneh kenapa? Dia masih suka jealous sama gue?”
“Iya, capek tau gue jelasinnya. Udah aja gue bilang emang Bang Deddy mantan gue.”
“Haha parah lu, yang ada ntar dia dendam lagi ama gue.”
“Ya, abisnya sebel. Tau gak sih, dia itu jealous sama semua temen cowok gue, dan paling parah dia itu benci banget sama lu.”
Tiba-tiba bahuku terasa sakit, seperti ada yang melempar kerikil dari belakang. Aku langsung melihat ke belakang, tapi tidak ada siapa-siapa.
“Bang, lariiiiiii.” Ichi lari keluar gedung disusul aku dibelakangnya.
***
Hari berikutnya Ichi latihan kembali sesuai jadwal. Aku seperti biasa menemani Ichi dan memperhatikan mereka latihan. Hari itu sekitar 10 orang ikut latihan, terdiri dari 5 orang vokalis, 1 orang pianis, 3 biola, dan 1 conductor. Hari ini Ichi coba memperkenalkan musik reverse dari Karl Meyer. Ichi menyalakan rekaman musik tersebut dari handphone yang tersambung dengan sound di ruang recital hall.
Musik menyala…
“&*&*$^#$%#&^^(*&(&%R$^$@$$%(*&(%$^$@^$%*&^%&$*^^$$#%$#$&^%*&^
&(*&%^%#%$#E^&)&Y*^$E$@$#!@#&^^(*&*Y*&TFRYE^&Y)*HUE^#*&^%$#@%
&(&%R^%#^%%T(**)(^&^$^$EDYFCYTE^(&(&%$%&(*(_+++((%@@!!@@^%%&*”
Tidak berapa lama musik menyala salah seorang vokalis pusing dan ingin muntah. Beberapa orang lainnya seperti sedang menahan sakit sambil memegang kepala. Saat itu aku biasa saja, mungkin karena aku tidak memperhatikan dan sibuk memperhatikan gawaiku. Di luar tiba-tiba terdengar suara orang yang mau muntah dan kemudian berlari. Aku segera ke luar, tapi tidak ada siapa-siapa. Aku melihat di dinding recital hall ada sebuah tulisan yang dicoret dengan spidol, “Soon there’ll be candles and prayers that are sad”.
Tidak berapa lama Ichi keluar.
“Kenapa, Bang?” Tanya Ichi.
“Sejak kapan ada tulisan ini di dinding?” Aku menujuk coretan yang ada di dinding.
“Wait.” Ichi membuka gawai. “Bang lihat ini, kemarin ada yang kirim sms begini ke gue.” Isi sms itu sama persis dengan tulisan yang ada di dinding.
Setelah latihan usai, seperti biasa aku dan Ichi pulang bersama. Di perjalanan kami masih sempat bercerita.
“Bang, kok akhir-akhir ini gue ngerasa ada yang ngikutin gue, ya.”
“Ah perasaan lu doang kali.”
“Kagak bang, bahkan pas gue ke gereja gue juga merasa ada orang yang meratiin gue.”
“Itu mah lu nya yang ke-geer-an.”
“Yakin guee, Bang. Kemarin gue seperti lihat ada yang ngintip gue pakai baju hitam-hitam pakai kupluk.”
“Malaikat pencabut nyawa kali. Hahhaa,” ledekku.
“Ah taek lu.”
“Atau Pak Arman, kan dia demen tuh sama lu. Hahaha.”
“Iiiiihh ogah gue. Heran deh sama tu orang, tua-tua keladi,” jelas Ichi dengan wajah tampak kesal.
***
Seperti biasanya, setiap hari Senin Ichi bimbingan di kelas vokal Pak Arman. Pak Arman mengajarkan beberapa teori dan tekhnik vokal yang baik. Di atas mejanya terdapat sebuah buku repertoar. Setelah kurang lebih dua jam Pak Arman mengakhiri kelas vokal. Ia keluar dan pergi membawa buku repertoarnya. Tiba-tiba sebuah kertas terjatuh dari balik bukunya. Ichi segera mengambil dan memasukkan kertas itu ke dalam saku.
Sejenak Ichi hening, ia memikirkan isi kertas itu. Kertas itu bertuliskan, “Soon there’ll be candles and prayers that are sad.”
Bersambung…
You might also like
More from Fiksi
Surat untuk Mantan
Lara, Ini mungkin adalah surat yang kesekian kali kutulis, tapi kali ini rasanya berbeda. Seperti ikan besar yang terjerat di jaring …
5 Cerpen Cinta yang Akan Bikin Kamu Terbawa Perasaan
5 Cerpen Cinta yang Akan Bikin Kamu Terbawa Perasaan Hey Sobat Semay, siap untuk terbawa oleh ombak perasaan yang mendalam? Ini …
1 Comment
Ihh . Bersambung lagi. Tapi aku suka kalo ceritanya yg beginian . Rasa penasaran makin kuat . Ditunggu selanjutnya bg.