Kulari ke Pantai merupakan film yang menunjukkan kritik kehidupan anak ibukota versus anak daerah.
Uci dan Sam, ibu-anak dari Rote-NTT merencanakan berlibur dengan menggunakan jalur darat rute Jakarta sampai Banyuwangi untuk menemui Kailani Johnson di G-Land, surfer asal Bali yang merupakan idola Sam. Sebelum memulai perjalanan, mereka berkunjung ke Jakarta terlebih dahulu untuk merayakan ulang tahun nenek Sam yang dipanggil dengan nama kebarat-baratan, Grandma. Pada saat perayaan keluarga tersebut, muncul sosok Happy (Lil’li Latisha), kakak sepupu Sam, seorang bocah kota yang merasa keren dengan selalu menggunakan bahasa Inggris dalam percakapan sehari-harinya.
Uci (Marsha Timothy) merupakan ibu rumah tangga yang berasal dari ibukota tipikal berjiwa petualang sehingga ia langsung menyetujui ketika suaminya Irfan (Ibnu Jamil) mengajak keluarganya untuk pindah ke kepulauan Rote yang merupakan wilayah di Indonesia Timur. Selama tinggal di kepulauan Rote, Nusa Tenggara Timur, Sam (Maisha Kanna) merupakan anak periang dan ramah yang banyak menghabiskan waktunya di laut untuk belajar berselancar sedangkan Happy merupakan anak acuh tak acuh oleh sekitarnya dan selalu terlihat asyik sendiri dengan video call, instagram pada gawai pintarnya yang selalu berada di genggaman.
Sebagai generasi milenial, ini film anak-anak kedua yang membuat saya merasa sangat terharu dan optimis dengan perkembangan industri perfilman Indonesia setelah 18 tahun silam saya menonton “Petualangan Sherina” (2000), film yang tayang pada saat saya berusia 7 tahun, sedang duduk di kelas satu sekolah dasar, dan juga merupakan pengalaman pertama saya menonton film di bioskop yang digarap oleh sutradara yang sama; Riri Riza.
Sam yang berperan begitu natural mengingatkan saya kepada Moone dalam film “The Florida Project” garapan Sean Baker di mana dunia anak adalah dunia yang begitu polos, dunia tanpa drama, dan dunia tanpa kepura-puraan.
Film ini merupakan debut pertama aktris cilik Maisha Kanna dan Lil’li Latisha, pemeran Sam dan Happy. Dilansir dari media daring Kompas Entertaiment, mereka sebelumnya merupakan dua bocah yang tampil pada pagelaran Teater Petualangan Sherina. Selain itu, lagu bernada ear-catching “Selamat Pagi” dari RAN feat. Maisha Kanna dan Lil’li Latisha menjadi soundtrack resmi film ini.
Pada dasarnya Kulari Ke Pantai merupakan bentuk kritik untuk generasi Z tentang bagaimana alat bernama gawai pintar banyak memengaruhi keseharian dan tumbuh kembang anak.
Sam tumbuh menjadi anak periang dan aktif yang tidak pernah merengek kepada ibunya untuk mengutak-atik ponsel, sedangkan Happy akan sangat tersiksa jika tidak bisa memposkan atau menyebarkan kegiatannya kepada teman-temannya sesama glam girls, teman geng-nya yang selalu menggunakan bahasa Inggris sebagai percakapan sehari-hari dan teman mayanya di Instagram. Sam sangat menyukai alam sedangkan Happy sebaliknya. Sebenarnya Happy bukannya tidak menyukai alam, ia hanya salah satu korban seorang anak yang sudah terlanjur menuhankan alat berlayar bernama gawai pintar sehingga ia terlena dan tidak begitu acuh dengan di sekitarnya.
Inilah yang membuat dua saudara sepupu ini sering berdebat dan bertengkar di mana Sam menganggap Happy sombong karena hanya ingin berteman dengan teman-teman yang mempunyai kebiasaan pergi ke konser yang hasil jepretannya hanya untuk diposkan melalui media sosial dibandingkan menikmati momen-momen menyenangkan dan keindahan alam di hampir setiap tempat selama perjalanan.
Selama menonton film dengan durasi 112 menit ini, selain penonton akan disuguhi berbagai macam kota dan kuliner, dan keindahan alamnya seperti Cirebon, Temanggung, Pacitan, Blitar, Situbondo, Bromo, sampai Banyuwangi, penonton juga akan disuguhkan oleh banyak sekali sponsor seperti warung atau tempat makan terkenal, tempat penginapan, sampai merek-merek kudapan dan minuman yang berseliweran.
Saya takjub bagaimana Kak Dani, teman seperjalanan selama Sam di Pacitan dan Blitar, juga seorang Amerika dan besar di Papua menyindir Happy yang sangat begitu fasih dan terlihat nyaman ketika ia menggunakan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Padahal Kak Dani sendiri selalu menggunakan bahasa Indonesia dengan aksen khas Papua dalam kesehariannya. Pemilik nama asli Daniel James Maxey adalah sosok yang ‘menampar’ kita karena ia merupakan salah satu dari sekian orang asing yang sangat membumi—melebihi kita—di negeri kita sendiri.
Tanggal rilis : 28 Juni 2018 (Indonesia)
Sutradara : Riri Riza
Produser : Mira Lesmana
Skenario : Arie Kriting, Riri Riza, Mira Lesmana, Ginatri S. Noer
Genre : Family
Durasi : 112 menit
Pemeran : Maisha Kanna, Lil’li Latisha, Marsha Timothy, Suku Dani, Lukman Sardi
You might also like
More from Tontonan
Sinopsis Sokola Rimba
Sinopsis Sokola Rimba Film "Sokola Rimba" merupakan adaptasi dari kisah nyata seorang wanita bernama Butet Manurung yang didedikasikan untuk memberikan pendidikan …
The Commuter: Plot Twist dan Endingnya
The Commuter: Plot Twist dan Endingnya "The Commuter," dibintangi oleh Liam Neeson, membawa penonton dalam perjalanan menegangkan penuh kejutan. Michael MacCauley, …
Analisis Ending Film The Commuter
Analisis Ending Film The Commuter "The Commuter," sebuah film thriller yang dibintangi oleh Liam Neeson, membawa penonton dalam perjalanan yang penuh …