Iklan dan Representasi Kecantikan in your areaaah …
Iklan adalah salah satu bentuk komunikasi yang sangat mengandalkan peranan bahasa demi tercapainya maksud yang disampaikan. Secara sederhana, Kasali mendefinisikan iklan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Oleh karena itu, iklan menggunakan berbagai bentuk media massa untuk bisa diterima oleh khalayak, yaitu media elektronik (televisi dan radio); media cetak (koran, majalah, bulletin, dsb); dan media alternatif dunia maya (internet).
Iklan harus menarik dan mudah diingat oleh khalayak yang dituju. Oleh karena itu, teks iklan cenderung berisi ide pesan yang diajukan dan berdaya tarik tinggi dalam mengikat perhatian khalayak sebagai target sasaran.
Seperti yang dikemukakan oleh Wright, iklan tidak sekadar menyampaikan informasi tentang suatu komoditas (barang atau jasa), tetapi mempunyai sifat mempengaruhi atau membujuk agar yang dituju menyukai, memilih, dan kemudian membeli.
Oleh karena itu, tidak berlebihan bila iklan sebagai media persuasif berusaha menyampaikan pesan dengan tampilan bahasa yang menarik dan sentuhan cita rasa estetik yang atraktif. Dan seiring perkembangan teknologi, iklan tampil dalam kemasan bahasa yang menarik dilengkapi dengan rangkaian gambar, citra, simbol dalam kesatuan komposisi yang artistik.
Perbedaan antara iklan dengan informasi atau pengumuman biasa terletak pada ragam bahasa jurnalistik, retorika penyampaiannya, serta daya persuasif yang diciptakan. Iklan bukan sekedar komunikasi yang bersifat transaksional, tetapi iklan merupakan komunikasi yang mementingkan retorika-retorika dengan gaya bahasa yang menarik sehingga memunculkan kesan-kesan yang tidak mudah dilupakan oleh masyarakat yang dituju. Oleh karena itu, bahasa iklan kental dengan gaya bahasa fungsional yang berkaitan dengan fungsi-fungsi tertentu.
Iklan di media cetak adalah salah satu pilihan dalam memersuasi pembacanya. Dalam memersuasi pembacanya, iklan tidak akan pernah lepas dari peranan bahasa. Sedikit banyaknya bahasa yang digunakan dalam iklan bergantung pada pemahaman tentang aspek mana yang perlu ditonjolkan, aspek verbal adalah bahasa yang kita kenal, atau nonverbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan.
Perkembangan teknologi kini, iklan tampil dalam kemasan bahasa yang menarik serta dilengkapi rangkian gambar, citra, simbol, dalam kesatuan komposisi artistik. Tampilan iklan yang artistik ini memunculkan suatu daya persuasif tersendiri. Karenanya, terpengaruh tidaknya pemirsa sangat ditentukan oleh kemampuan iklan tersebut mengaplikasikan aspek verbal dan aspek nonverbal dalam komunikasi persuasif.
Media massa secara umum mempunyai fungsi memberi informasi, memersuasi, mendidik dan menghibur. Dengan demikian media massa merefleksikan realitas yang ada di masyarakat dan sekaligus juga memelihara dan mengukuhkan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Majalah sebagai salah satu bentuk media massa cetak yang terbit berkala, memiliki kelebihan tersendiri yaitu dapat disimpan dan sasarannya lebih terarah.
Salah satu ragam majalah yang ada yaitu majalah wanita dan remaja puteri. Majalah dengan pangsa pasar ini mempunyai potensi dan tempat tersendiri di hati pembacanya, yaitu sebagai “one appealing to women as women”.
Majalah dengan konsumen khusus wanita dan remaja puteri sebagai media beriklan seperti majalah pada umumnya mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan media massa lainnya. Kelebihannya antara lain adalah, pertama, kemampuan majalah untuk menjangkau segmen pasar tertentu yang terspesialisasi, dengan demikian produsen/pengiklan akan lebih mudah untuk memposisikan jenis-jenis produknya. Kedua, mampu mengangkat produk-produk yang diiklankan sejajar dengan presepsi khalayak terhadap prestise majalah yang bersangkutan.
Majalah ini dianggap mempunyai potensi untuk mengiklankan produk-produk seperti kosmetik, busana, perawatan tubuh, obat- obat tradisional, dan lain sebagainya. Sehingga iklan di majalah ini merupakan acuan bagi konsumennya. Artinya iklan adalah diskursus tentang realitas, yang menggambarkan, memproyeksikan dan menstimulasi suatu dunia mimpi yang hiper-realistik.
Saat ini telah banyak iklan kosmetik yang menawarkan produk-produk untuk membuat wanita tampak lebih cantik di dalam majalah. Dengan memakai produk yang mereka tawarkan, mereka menjanjikan perubahan menjadikan kulit lebih putih bersih, halus, sehat, dan tentu saja menjadi lebih cantik.
Kecantikan tersebut didapat dari penggunaan produk yang diiklankan, yang berarti turut dibentuk oleh kepentingan produsen atau pasar. Hal ini ditegaskan Kasali, bagi profesional pemasaran, perempuan merupakan potensi pemasaran yang luar biasa. Sebagai target market, perempuan telah “menciptakan” begitu banyak produk baru dibandingkan laki-laki. Itu sebabnya, jika dihitung, jumlah majalah atau tabloid dengan segmentasi perempuan lebih besar daripada laki-laki. Belum lagi consumer goods yang ditujukan “hanya untuk wanita”.
Bila kecantikan (melalui model iklan) menjadi salah satu elemen iklan mendekorasi produknya, maka kecantikan itu sendiri telah menjadi bagian utama yang dikonstruksi oleh industri kecantikan. Hal itu tampak dari iklan produk kecantikan dan perawatan tubuh yang semakin marak di berbagai media.
Jumlah iklan yang besar tersebut menyiratkan kesan bahwa khalayak masyarakat, khususnya perempuan, mengkonsumsi produk kecantikan secara masal, dalam arti produk kecantikan telah menjadi produk konsumsi terbanyak. Hal itu, tidak lain disebabkan oleh kenyataan bahwa khalayak masih mengandalkan iklan sebagai salah satu sumber informasi, khususnya tentang apa yang menjadi tren.
Dalam hal ini iklan menjadi alat kapitalisme untuk sekadar membentuk realitas tentang makna kecantikan tetapi juga mendorong khalayak untuk mengkonsumsi produk tertentu. Tanpa disadari, sesungguhnya wanita cenderung dijadikan objek. Terbitnya majalah, tabloid, dan berbagai macam produk telah menggiring wanita menjadi sasaran kaum kapitalis.
Sesuatu yang tidak diperlukan wanita, dibuat sedemikian rupa sehingga merasa wajib memiliki atau bahkan menggunakannya. Perhatikan saja berbagai iklan kecantikan yang dimuat atau disiarkan media massa. Seperti iklan sabun mandi Lux, yang “memaksa” perempuan memancarkan pesona bintang dalam dirinya jika menggunakan sabun tersebut.
Iklan telah mempersempit arti kecantikan hanya pada kulit putih, bentuk tubuh tinggi langsing, dan lain sebagainya. Padahal, di Indonesia terdiri dari beragam suku, berarti beragam pula definisi cantik menurut mereka. Para wanita Dayak misalnya, dulu mereka dianggap cantik jika bertelinga panjang dan memiliki tato di lengan, kaki dan leher.
Para wanita Jawa dianggap cantik jika berkulit sawo matang, rambut bak mayang berurai. Lalu bagaimana dengan wanita-wanita di Irian Jaya yang berkulit asli hitam? Rupanya iklan kini telah beralih fungsi sebagai pencipta realitas, dan visual culture yang melibatkan iklan sebagai tidak memandang berdasarkan pada latar belakang budaya seseorang.
Penggambaran citra perempuan dalam media, tidak lepas dengan yang disebut representasi. Representasi sendiri ialah konsep yang mempunyai beberapa pengertian. Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Istilah representasi itu sendiri menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.
Jika memperhatikan bagaimana representasi wanita di dalam media, merujuk pada pendapat Debra Yatim, bahwa media tetap menyuap pola-pola sikap dan perilaku yang bertujuan membentuk konsep “perempuan” yang diterima secara sosial dari sudut pandang media itu sendiri Iklan merupakan teks yang berisikan tanda-tanda verbal dan nonverbal yang merepresentasikan dunia nyata di luar iklan. Representasi itu tersirat dalam sebuah sistem tanda yang ada pada iklan. Dalam hal ini, iklan memerankan peranan penting untuk membungkus pesan dalam wilayah simbolik. Pesan-pesan tersebut nantinya akan mampu mengarahkan atau menyihir konsumennya untuk mengangguk-angguk setuju dengan ide yang dibawakan oleh iklan.
Bahasa sebagai suatu realitas, realitas sosial, dan realitas semiotik juga tampak dalam permasalahan tentang representasi kecantikan yang ada di dalam masyarakat. Wanita memiliki bagian-bagian tubuh yang dijadikan objek kecantikan dan mempunyai makna sosial bagi masyarakat.
Mengacu pada Anthony Synnott, menyimpulkan beberapa bagian tubuh tersebut salah satunya adalah wajah, bagian fisik manusia yang paling unik, lunak dan bersifat publik. Wajah juga menjadi penentu dasar presepsi tentang makna kecantikan dan kejelekan individu. Bagian selanjutnya adalah kulit yang sering diekspos media, khususnya iklan, sekaligus salah satu indera terpenting manusia, indera perasa. Selanjutnya keseluruhan, tubuh manusia menjadi objek iklan.
Kecantikan yang disokong oleh industri kecantikan menjadi komoditas kapitalis melaui iklan. Komoditas jualan tersebut ditujukan utamanya terhadap wanita. Kecantikan yang memiliki keterkaitan erat dengan diri wanita dimanfaatkan oleh kaum kapitalis melalui penciptaan berbagai produk. Karena kecantikan, menurut De Clark, adalah bentukan budaya di mana nilai tersebut tumbuh. Lebih jauh lagi kecantikan adalah bagian dari feminitas, atau sifat keperempuanan. Maka, kecantikan fisik atau penataan penampilan luar menjadi nilai kecantikan yang ‘wajar’ dimiliki dan diusahakan kaum perempuan.
Dalam memperlakukan wanita untuk mereproduksi dan mengakumulasi modal para produsen tersebut, Ahmad Zaini Akbar menyimpulkan tiga siasat produsen yakni; pertama, wanita dijadikan sebagai bagian dari alat produksi dan menjadi salah satu komponen keunggulan komparatif untuk hasil produksi mereka agar dapat bersaing harga di pasar, kedua, adalah menjadikan wanita wahana promosi produsen (melalui iklan), ketiga, adalah menjadikan wanita sasaran dan target pasar barang produksi mereka.
Kaum kapitalis membentuk suatu budaya konsumtif di mana wanita menjadi konsumen sekaligus yang ditawarkan. Berkaitan dengan wanita, kosmetik adalah komoditas yang dipromosikan melalui iklan dengan sasaran utama wanita.
Pentingnya kulit dan fungsi sosialnya menjadikan kulit sebagai sumber keuntungan kapitalisme melalui produk perawatan kulit. Warna kulit ideal ditentukan oleh tren atau budaya tertentu. Dr. Y. Widodo W menyatakan bahwa warna kulit hitam (gelap) yang identik dengan kulit tropis kerap ‘dimusuhi’ para produsen pemutih kulit karena sebenarnya kulit hitam lebih aman terhadap sinar matahari. Justru kulit putih (kaukasia) kulit yang mudah melepuh merah terkena sinar matahari. Namun, konsep bahwa wanita cantik berkulit putih membuat banyak orang berlomba-lomba memutihkan kulit.
Seperti yang dikemukakan oleh Aquarini Priyatna Prabasmoro dalam bukunya yang berjudul Becoming White: Representasi Ras, Kelas, Feminitas, dan Globalisasi dalam Iklan Sabun ia menjelaskan bahwa sebetulnya citra akan permainan tubuh merupakan sebuah permainan yang rapi dan terancang amat baik. Dalam konteks ini, pembuat iklanlah yang menjadi dalang utama. Berbagai janji ditawarkan lewat iklan yang ia rancang. Mulai dari permainan kata, hingga visual atau gambar.
Iklan sabun (sebagian besar iklan kosmetik wanita) yang menawarkan perubahan warna kulit, tekstur, dan sebagainya itu membuat wanita (calon konsumen yang menonton iklan) menjadi tertarik untuk menggunakan produk sabun tersebut. Kulit yang halus, putih, bersih, dan wangi adalah impian setiap wanita (Indonesia). Sehingga wanita Indonesia di-setting sedemikian rupa untuk ikut menggunakan produk sabun supaya impian-impiannya tercapai.
You might also like
More from Cerapan
Silent Treatment dalam Pertemanan: Saat Diam Menjadi Senjata
Silent Treatment dalam Pertemanan Dalam pertemanan, komunikasi adalah kunci utama untuk menjaga hubungan tetap sehat dan harmonis. Namun, apa jadinya jika …
Time Management Matrix: Strategi Efektif Mengelola Waktu dan Prioritas
Time Management Matrix: Strategi Efektif Mengelola Waktu dan Prioritas Dalam kehidupan yang semakin sibuk, kemampuan untuk mengelola waktu dengan baik menjadi …
Kebutuhan Tidak Penting tapi Mendesak
Kebutuhan Tidak Penting tapi Mendesak Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan dinamis, sering kali kita dihadapkan pada berbagai macam kebutuhan. …