Kalau kita perhatikan terdapat 5 energi alternatif yang bisa segera diberdayakan di Indonesia. Atau mungkin malah lebih dari itu hanya kitanya saja yang belum pernah mendengarnya, boleh jadi sebabnya tak pernah menjadi pembicaraan seru di tongkrongan.
Sejak dahulu, Indonesia dikenal karena sumber daya alam melimpah nan indah. Bukanlah hal yang mengherankan jika banyak sekali tempat wisata yang Indonesia miliki menarik wisatawan mancanegara untuk menghabiskan waktu liburannya. Sebut saja, pulau Bali, Raja Ampat, Lombok, Pangandaran, gua Maria, Palutungan dan masih banyak lagi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jika jumlah kunjungan wisatawan mancanegara selama 2018 mencapai 15,81 juta atau mengalami kenaikan 12,58% dibandingkan 2017 yang tak lebih dari 14,04 juta kunjungan. Sedangkan pada 2019, jumlah kunjungan wisata mancanegara mencapai 16,11 juta kunjungan atau naik 1,88%.
Kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS):
- 2017, total pengnjung 14,04 juta
- 2018, total pengunjung 15,81 juta
Naik 12,58% - 2019, total pengunjung 16,11 juta
Naik 1,88% - 2020? @#$^#*#@#()(&_++(*&^#$*@*
Ya, sejak memasuki 2020 panglima corona menyerang industri pariwisata hingga babak belur, kalau bukan, luluh lantak, biru-biru berharu, hitam-hitam bertubi. Habis gelap tegopoh-gopoh menemukan penerangan.
Dalam upaya membangkitkan kembali industri pariwisata banyak dari pengusaha pariwisata kecil hingga besar mengglorifikasi panorama Indonesia dengan membuat beragam konten yang bertebaran di sosial media, yang sesungguhnya sudah indah meski nggak dikontenisasi juga. Istilahnya, rebrand awareness.
Seringkali keindahan itu tidak berkelanjutan karena minimnya perawatan intensif di lapangan. Meski belakangan tempat wisata yang dulu ditinggalkan itu mulai dilirik kembali dalam rangka pemberdayaan ekonomi, kerja keras untuk mengangkatnya pun menjadi ekstra pasca agresi corona I.
Tak jarang juga kita menemui energi alternatif yang terpasang di tempat-tempat wisata. Ya, tempat wisata membutuhan pasokan listrik yang andal dan minim gangguan, seperti yang terdapat di kawasan Tiga Gili (Gili Meno, Gili Air, dan Gili Trawangan) di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kita bisa lihat jika di sana terinstal sistem tenaga surya. Masing-masing pulau memiliki satu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan beragam kapasitas;
- PLTS di Gili Air memiliki kapasitas 160 kWp
- PLTS Gili Meno memiliki kapasitas 60 kWp
- PLTS di Gili Terawangan memiliki kapasitas 600 kWp
Tak sedikit juga pakar menyebut sumber daya alam di Indonesia berpotensi menjadi sumber energi yang dapat digunakan dalam kehidupan harian kita. Bayangkan jika tempat wisata dan energi alternatif saling mengisi dan dinormalisasi? Sungguh sesuatu yang keren!
Pertama Kali Listrik Masuk Indonesia
Sejak zaman Hindia-Belanda wilayah nusantara sudah menggunakan energi listrik yang bersumber dari batu bara, kendati tidak merata, ketimpangan mudah dilihat dimana-mana. Maklum saja namanya juga wilayah jajahan, mana ada sih wilayah jajahan yang happy-happy selain penjajahnya.
Sedikit menengok ke belakang, dikutip dari ESDM, listrik di Indonesia dimulai pada akhir abad 19, beberapa pabrik gula dan teh yang dibangun Belanda membutuhkan pasokan listrik yang besar.
Pada saat itu perusahaan swasta bernama NV. Nign, yang semula berkecimpung di bidang gas memperluas unit bisnisnya di bidang penyediaan listrik untuk umum.
Termasuk pasokan listrik yang mengaliri rumah-rumah, gedung-gedung, dan beragam industri pada saat itu yang beberapanya masih ada hingga kini.
Bicara Ketahanan Energi
Berdasarkan data yang dirilis Dewan Energi Dunia pada 2014, Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 129 negara yang sepakat bahwa ketahanan energi meliputi tiga aspek;
- Ketersediaan sumber energi
- Keterjangkauan pasokan energi
- Kelanjutan pengembangan energi baru terbarukan
Peringkat itu merosot dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2010 misalnya, Indonesia ada di peringkat ke-29, sedangkan pada 2011 turun ke peringkat 47.
Data 2020 dari World Energy Council mencatat, Indonesia menempati peringkat ke-56 Trilemma Index dalam status ketahanan energi. Ini artinya naik 13 peringkat sejak 2014 alias dalam 7 tahun (Sekarang 2021).
Perlu diingat jika komitmen Indonesia adalah meratifikasi Paris Agreement dengan UU No. 16/2016, yang juga memuat komitmen menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (Selanjutnya GRK) sebesar 29% dengan usaha sendiri dan tambahan 12%, menjadi 41% dengan dukungan internasional. Sektor kelistrikan adalah salah satu kontributor utama emisi GRK.
Beberapa pakar energi pun menyebut, posisi Indonesia dalam peringkat ketahanan energi itu disebabkan ketidakseimbangan laju ketersediaan energi dengan kebutuhan energi di masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir, produksi minyak dalam negeri terus merosot, sedangkan permintaan selalu meningkat. Produksi energi, ditopang terutama oleh minyak dan gas (migas), yang turun secara konsisten. Dalam waktu 7 sampai 8 tahun akan habis jika tidak ada penemuan baru.
Ekonom senior seperti Faisal Basri sudah mengingatkan berkali-kali ke pemerintah soal defisit energi.
Menurutnya, Indonesia itu satu satunya negara produsen minyak dan gas yang mengalami penurunan secara istiqomah dari tahun ke tahun.
Maka itu perlu dipikirkan ulang soal strategi ketahanan energi, tidak bisa bergantung terus menerus pada batu bara yang lama kelamaan tambangnya akan habis tak bersisa, berpotensi berubah jadi padang tandus, yang mikroba saja ogah-ogahan hidup di dalamnya, dan ujung-ujungnya bikin repot kita semua.
5 Energi Alternatif yang Bisa Diberdayakan
Nah, untuk itu mari kita mulai mendorong penggunaan energi alternatif, terdapat sejumlah energi alternatif yang bisa jadi pilihan demi masa depan energi yang berkelanjutan.
Jika disertai niat dan kemauan sekeras meteor jatuh di sekitaran merapi baru-baru ini, bukan hal mustahil di masa anak kita dewasa nanti Indonesia menjadi negara yang diperhitungkan dalam ketahanan energi.
Berikut adalah 5 energi alternatif yang bisa diberdayakan di Indonesia.
1. Geothermal
Geothermal atau yang biasa disebut energi panas bumi. Indonesia, terutama pulau jawa sudah semacam hamparan gunung yang menyimpan energi panas bumi. Sehingga memungkinkan geothermal untuk dibangun di sana. Tentu saja butuh riset yang mendalam yang membutuhkan waktu panjang sebelum memutuskan memanfaatkan energi panas bumi, jangan sampai galian geothermal berujung merugikan lingkungan sekitar dan mematikan ekonomi warga lokal.
2. Turbin Air/Hydropower
Hanya bisa dibangun di bendungan/mata air yang cukup tinggi. Idealnya di sebuah tempat yang memiliki kondisi mata air mengalir di sungai atau arus. Sebab, tumbuhan adalah penyimpan cadangan air, sehingga butuh usaha ekstra untuk menjaga tumbuhan tetap subur, semakin banyak tingkat kebutuhan hydropower, semakin banyak pula volume tumbuhan yang wajib dijaga. Memang lingkungan dan teknologi itu sesungguhnya berjalan seiringan.
3. PLTB, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu
Hanya bisa ditempatkan di dekat laut atau sebuah daerah yang anginnya kencang. Memang ada sedikit ketidaknyamana apabila tempat tinggal kita berdekatan dengan PLTB, karena angin yang kencang akan menimbulkan sonik yang sangat berisik. Semakin kencang, maka semakin berisik. Untuk kenyamanan bersama, maka membangun PLTB haruslah jauh dari pemukiman penduduk. Sumber daya angin pantai Indonesia memang kalah jauh dibanding tempat lain, misalnya South Australia, tapi bukan berarti PLTB tak bisa diberdayakan.
4. PLTT, Pembangkit Listrik Tenaga Thorium
Berdasarkan informasi yang ditulis Dewan Energi Nasional (DEN), thorium merupakan bahan bakar nuklir yang lebih unggul dari uranium di hampir semua aspek, banyak dari kita belum banyak mendengar reputasi thorium karena memang sosialisasinya sangat minim. DEN bahkan mengistilahkan thorium dengan nuklir hijau. Karena thorium lebih ringan dari uranium, maka tidak dapat meleleh. Ya, gimana mau sosialisasi, soal tagihan listrik aja masih banyak yang berantem karena nggak sesuai pemakaian.
5. PLTS, Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Karena fleksibilitasnya yang tinggi sistem tenaga surya bisa dipasang di manapun selama ada lahan kosong atau atap. Hal ini pun membuat tenaga surya menjadi disruptif. Sederhana, efisien, dan terjangkau dibanding energi alternatif lainnya.
Dalam setiap instalasi listrik tenaga surya, pastikan tentang standard yang memenuhi keamanan dan kenyamanan bersama yang memang sudah dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Cina. Perhatikan juga material pendukung instalasi listrik tenaga surya yang digunakan agar memiliki daya tahan yang baik, antara lain high efficiency solar module, high grade aluminium rail maupun solar inverter yang sudah teruji, yang mana akan membuat performa dari produksi energi surya berjalan optimal.
Di Indonesia kini sudah banyak penyedia jasa listrik tenaga surya, jika tertarik untuk memasangnya pastikan untuk memilih penyedia jasa yang memiliki sumber daya berpengalaman agar mampu memecahkan masalah-masalah instalasi di lapangan, sehingga tidak merepotkan calon pengguna listrik tenaga surya kelak. Jangan hanya tergiur oleh nama besar penyedia jasa, karena bisa jadi sumber daya yang dimiliki itu tak berpengalaman, untuk konsultasi gratis dan instalasi listrik tenaga surya silakan klik di sini.
You might also like
More from Energi Alternatif
Memahami Sistem Listrik Tenaga Surya On Grid
Barangkali banyak dari kita yang bertanya-tanya mengenai sistem listrik tenaga surya itu seperti apa cara kerjanya. Bagaimana bisa sinar matahari …