Menolak Lupa: Menyelami Blink-182 dan Masa Remaja
Setiap orang rasanya pernah melewati fase di mana hidup begitu bebas, perasaan kebebasan yang paripurna karena memiliki tanggung jawab seuprit, di lain waktu memiliki kemampuan untuk tertawa lepas, di lain hari bisa jadi menangis sekencang-kencangnya. Seluruh emosi manusia terangkul dengan sendirinya dalam pengalaman batin, pada saat yang sama tak perlu mengemban dunia di atas pundak. Barangkali hal tersebut pernah menjadi bagian integral dari kehidupan harian.
Coba ingat-ingat, kapan terakhir kali kamu tertawa dan menangis sekencang-kencangnya layaknya manusia bebas?
Mungkin kita sepakat bahwa rentang masa itu ada di usia 12-27 tahun. Pada rentang waktu tersebut keliaran imaji, ekplorasi indvidu, petualangan tak terprediksi, perasaan kemerdekaan yang absolut sedang berada di titik puncak.
Hingga kemudian, kehidupan mengajarkan hal-hal yang tak pernah kamu bayangkan sebelumnya.
BACA JUGA: Semarak Akhir Pekan
Jean Piaget, dalam teorinya mengenai tahap perkembangan kognitif, usia 12 tahun ke atas masuk dalam tahap “operasi formal.” Pada tahap ini, individu mulai mampu berpikir abstrak, logis, dan hipotetis. Kemampuan ini memungkinkan remaja untuk lebih luas dalam berimajinasi dan mengeksplorasi diri mereka, dalam proses tersebut kita juga akan memasukki, apa yang disebut Jeffrey Jensen Arnett fase “Emerging Adulthood” di mana tahap perkembangan yang terjadi antara usia 18 hingga 25 tahun, seseorang mengalami perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, seperti identitas diri, hubungan, dan peran sosial. Pada tahap ini, individu cenderung lebih terbuka untuk bereksplorasi dan mencoba berbagai pengalaman baru.
Apakah hal ini juga yang mendorong Soe Hok Gie menulis dalam catatan hariannya, “Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda,” kata dia, dalam Catatan Seorang Demonstran. Dan pada akhirnya Soe Hok Gie menemui keberuntungan menurut versinya, ia mati muda pada usia 27 tahun.
BACA JUGA: Pidato Kebudayaan dan Algoritma
Kendati demikian, sesungguhnya tergantung pada bagaimana kita memaknai kalimat tersebut. Buat saya, hidup pada usia berapapun dan memasukki fase manapun ya patut dirayakan. Meski porsi tanggung jawab seiring waktu juga ikut berubah. Kebebasan sebagai manusia semakin bersinggungan dengan kebebasan manusia lain. Perbatasan mengenai hal-hal semakin jelas.
Namun, pada masa-masa penuh kebebasan minim tanggung jawab itulah, sebuah band pop-punk asal Amerika Serikat, Blink-182, yang lahir di Poway, California, pada 1992, datang menghampiri dan mengiringi langkah-langkah kebebasan saya sebagai manusia merdeka. Masa yang penuh imajinasi, minim tanggung jawab, memiliki kapabilitas tertawa dan menangis secara langgas dan tuntas.
Blink-182 dan Masa Indah Sekali Banget Pisan
Sebagai seorang penikmat musik, kita sering merasa terhubung secara emosional dengan lagu-lagu yang pernah mengisi masa lalu kita. Seperti yang sudah disinggung di atas, salah satu band yang berhasil menembus relung hati adalah Blink-182, terutama melalui album “Enema of the State” dan “Take Off Your Pants and Jackets.” Tawa kecil pun timbul ketika mendengarkannya kembali pada saat ini. Bagaimana band ini begitu mendalam mempengaruhi generasi saya, dan mengapa kita terus merindukannya?
- Lirik relatable: Blink-182 menulis lirik jujur dan tulus tentang perasaan remaja, kalau bukan receh nan remeh temeh, membuat kami merasa terhubung dengan pesan dalam lagu-lagu mereka.
- Energi tinggi: Musik Blink-182 penuh semangat, menciptakan suasana yang cocok untuk remaja yang mencari cara melepaskan energi dan emosi.
- Ikon pop punk: Blink-182 membantu mendefinisikan dan mempopulerkan genre pop punk, menarik bagi remaja yang mencari identitas dan komunitas.
- Imej santai: Sikap santai dan nyeleneh anggota Blink-182 menciptakan imej band yang mudah diakses dan autentik, membuat penggemar merasa terhubung.
- Tema universal: Blink-182 mengangkat tema cinta, persahabatan, dan pencarian identitas yang relevan untuk semua usia, memungkinkan penggemar yang lebih tua merasa nostalgia.
Dalam sebuah esai yang diterbitkan dalam jurnal “Music and the Moving Image”, digambarkan bahwa bagaimana musik dapat mempengaruhi ingatan dan emosi kita. Blink-182 dan album “Enema of the State” atau “Take Off Your Pants And Jacket” menjadi simbol masa remaja yang bebas dan tanpa beban. Bocah SMP mana yang tak kepincut dengan tongkrongan Blink-182? Saya pun tertarik belajar drum dan karenanya menjadi drummer yang penuh semangat, saya sering berlatih di GAMA studio atau FG studio bersama kawan-kawan lain, menghabiskan hari-hari hanya untuk mengulik lagu-lagu band ini. Bahkan tak jarang kami sering ditraktir menyewa studio musik tersebut oleh seorang Jeger sekolahan dari hasil memalak.
Travis Barker, drummer band ini, seolah menjadi idola bagi para drummer remaja dan muda. Saya tidak sendirian mengidolakan Travis ketika itu, teman-teman saya dari band lain pun ikut mengidolakannya. Permainan drum yang energik, ketukkan yang kadang ganjil tapi enak didengar, dengan set drum yang sederhana namun menghasilkan hentakkan irama yang tak biasa bagi seorang bocah SMP, membuat teknik permainannya patut untuk dipelajari.
Motivasi Mengejar Mimpi
Menurut literatur yang diterbitkan dalam “Frontiers in Psychology”, panutan seperti Travis Barker dapat berperan dalam membentuk identitas diri dan motivasi kita dalam mengejar impian. Travis menjadi inspirasi bagi kita untuk terus mengasah kemampuan drum dan menciptakan musik yang bermakna. Walau pada akhirnya saya tidak menjadi musisi, tapi banyak orang angkatan saya di luar sana yang kini bergantung hidup dari musik atau menjadi musisi profesional yang pada awalnya terinspirasi oleh Travis Barker dan Blink-182.
Di sisi lain, saya kadang bertanya apakah hal ini terjadi pada fans K-Pop? Apakah para pendengar K-Pop merasa terdorong untuk melakukan sesuatu dari mendengarkan BTS, Big-Bang atau Blackpink? Misalnya, jadi ingin belajar nyanyi, menari atau menulis.
Blink-182 meninggalkan jejak mendalam dalam perjalanan hidup saya. Ketika saya mendengarkan lagu-lagu Blink-182 pada masa kini, saya merasa terhubung kembali dengan masa lalu. Teringat dengan beberapa detail adegan-adegan masa remaja, almarhumah Ibu, halaman rumah yang kotor dengan dedaunan pohon mangga kering yang jatuh di musim panas, mobil angkot salah jurusan. Terutama ketika mendengar lagu-lagu seperti “All the Small Things”, “What’s My Age Again?” “Anthem Part Two,” Stay Together For The Kids,” atau “Adam’s Song,” saya didorong sangat cepat untuk kembali ke masa SMP, saat saya merasa benar-benar bebas, lepas, dan penuh semangat yang puritan.
Rupanya Schuldkind, Hennis, dan Rubbin dalam “Memory & Cognition” menyebutkan bahwa musik dan iramanya ternyata memiliki kemampuan untuk membangkitkan ingatan autobiografis yang kuat. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Marcel Proust, penulis Prancis terkenal, “Kita tidak bisa menemukan kembali masa lalu yang hilang, tetapi kita bisa membuatnya hidup kembali melalui kenangan. Terima kasih Blink-182, karena telah menjadi bagian masa remaja yang kadang penuh makna, kadang juga tidak.
You might also like
More from Rehat
Kelemahan Tali Pocong: Simpul yang Gampang Lolos?
Kelemahan Tali Pocong: Simpul yang Gampang Lolos? Tali pocong, sering kali dianggap sebagai senjata pamungkas yang bikin bulu kuduk merinding. Tapi …
Kelemahan Pocong: Menguak Sisi Lemah Si Pembalut Keliling
Kelemahan Pocong: Menguak Sisi Lemah Si Pembalut Keliling Pocong, sosok ikonik dalam mitologi horor Indonesia, kerap digambarkan sebagai makhluk yang melompat-lompat …