Sedari umur lima tahun aku gemar membaca. Buku yang aku baca sangat beragam, dari buku komik anak-anak, buku pelajaran sekolah; SD,SMP, SMA, koran bekas sayur, novel dewasa, bahkan buku tentang ilmu kesehatan. Bagiku membaca seperti sebuah candu. Setiap hari sepanjang waktu, aku sibuk dengan membaca buku. Aku tidak pernah ingin dibelikan hadiah baju baru, mainan baru atau makanan. Aku hanya ingin dibelikan buku dan buku.
Setiap bulan ramadhan menjelang hari raya, anak-anak kecil seumurku selalu merengek minta dibelikan baju baru, tapi aku tidak. Aku tidak pernah meminta ke orang tuaku untuk membeli baju baru. Aku hanya ingin dibelikan buku bacaan. Untuk mendapatkan buku bacaan baru di kampungku tidaklah mudah. Aku harus pergi ke kampung sebelah dengan menggunakan speed boat sekitar 1 jam lamanya. Tentunya jarak ini membutuhkan ongkos transportasi lebih mahal. Jadi aku hanya bisa dibelikan buku baru paling cepat seminggu sekali bahkan satu bulan sekali. Kalau buku bacaan sudah habis, biasanya aku meminjam buku ke tetangga yang bukan seumuranku. Biasanya mereka adalah ibu-ibu yang gemar membaca dan punya koleksi buku seperti novel.
Untuk membaca buku memang aku tidak membuat jadwal tertentu. Membaca adalah hiburan saat itu. Bagaimana tidak, dulu ketika aku kecil di kampungku belum ada listrik dari PLN. Belum ada televisi, yang ada hanya radio dengan tenaga baterai. Setiap malam menjelang tidur aku selalu membaca dengan pencahayaan lampu pelita. Bagiku, membaca bagiku pelarian diri. Sejak umur lima tahun, aku tidak seperti anak-anak yang lain bisa main di siang hari di bawah terik matahari atau bahkan bisa berlari ceria di bawah hujan. Aku sedari kecil adalah anak yang penyakitan. Aku mengidap penyakit amandel. Penyakit ini sangat mengganggu hidupku. Aku tidak bisa terlalu lama terkena panas matahari dan tidak bisa terkena hujan, aku juga tidak bisa makan sembarangan, karena kalau aku melanggar selalu saja aku jatuh sakit dan amandelku membengkak. Setiap bulan sudah bisa dipastikan aku akan jatuh sakit. Penyakit ini sungguh sangat menyiksaku bertahun-tahun lamanya.
Hari demi hari aku lewati penyakit ini. Aku pun ketergantungan obat. Setiap hari sepanjang waktu aku harus minum obat. Aku menjadi anak yang lemah karenanya. Ketika anak yang lain bermain di siang hari aku hanya bisa melihat dari jendela. Mereka menerbangkan layang-layang begitu tinggi. Dari balik jendela aku selalu bermimpi, suatu ketika aku akan jadi layang-layang yang terbang tinggi, bukan menjadi burung di balik sangkar.
Umur sepuluh tahun, tepat ketika aku duduk di bangku kelas 5 SD. Aku jatuh sakit, berhari-hari lamanya. Setelah diperiksa ke dokter di kota, hasilnya penyakit amandelku sudah membengkak parah dan harus segera dioperasi. Orang tuaku minta tempo ke dokter agar aku dioperasi caturwulan III saat kenaikan kelas. Dokter menyetujui dengan syarat aku tidak boleh putus untuk mengkonsumsi obat.
Diagnosa dokter membuatku sangat takut, betapa tidak anak kecil di usiaku harus dioperasi. Bayanganku saat itu operasi adalah hal yang menakutkan. Aku takut kalau operasi gagal atau ada mal praktek. Ketakutanku sangat luar biasa. Setiap hari aku selalu berdoa agar penyakitku segera diangkat sebelum tiga bulan ke depan.
Suatu hari tepat tiga bulan sebelum aku harus dioperasi. Aku pergi ke puskesmas tempat Omku bertugas. Namanya, Om Untung. Dia juga sangat gemar membaca. Waktu itu, aku masuk ke kamarnya. Dia sibuk melayani pasien di ruang sebelah. Secara diam-diam aku membaca sebuah buku. Aku lupa judul buku itu. Buku itu berisi tentang bagaimana mengendalikan alam bawah sadar. Buku itu aku baca dengan khidmat. Aku baca perlahan agar aku bisa benar-benar memahaminya. Sesuatu mengejutkan dari buku itu adalah semua yang terjadi dalam diri kita 80% dikendalikan oleh alam bawah sadar. Jadi apapun yang kita bayangkan, kita ucapkan, dan kita rasakan itu besar kemungkinan akan terjadi. Belum selesai aku membaca Omku sudah kembali ke kamar. Aku segera bergegas untuk pura-pura tidak melakukan apapun, karena saat itu aku takut kalau aku ketahuan membaca buku yang bukan milikku.
Sepulang dari puskesmas tempat Omku bertugas. Aku merasa punya keyakinan kuat terhadap intisari dari buku itu. Sejak saat itu aku yakin benar, bukan obat yang membuatku sembuh tapi pikiranku sendiri. Bukan penyakitku yang membuatku lemah tapi lingkungankulah yang membentukku menjadi anak yang lemah. Bukan makanan penyebabku sakit, tapi mereka lah yang selalu membuat pikiranku turut sakit. Di dalam hati aku meronta. Di usia yang masih sangat dini aku sudah berpikir jauh ke depan. Aku yakin dengan buku itu, aku tidak sakit, aku bukan anak yang lemah, aku bisa terbang seperti layang-layang.
Hari yang ditentukan telah tiba. Aku sudah melewati ujian caturwulan III, dan artinya aku harus ke rumah sakit untuk melakukan operasi. Aku dan orang tuaku ke kota Pekanbaru. Jarak dari kampungku kurang lebih 1 hari. Tiba di rumah sakit umum pekanbaru, aku dibawa ke bagian THT anak. Waktu itu rumah sakit tersebut pelayanannya sangat buruk. Aku diperiksa oleh seorang dokter yang menurutku tidak ramah dan sedikit kasar. Sikapnya membuatku jadi tidak percaya diri dan menjadi takut. Ketika diperiksa aku malah menangis dan tidak mau membuka mulut. Si dokter malah marah kepadaku dan menyuruhku keluar dengan bahasanya yang tidak halus, aku yakin orang tuaku juga tersinggung dengan sikapnya. Akhirnya kami keluar dari rumah sakit itu dan pergi ke rumah sakit Ibnu Sina Pekanbaru. Di perjalanan aku meyakinkan diri bahwa apa yang aku baca di puskesmas itu adalah sesuatu yang benar, aku harus tetap berpikir positif bahwa aku sehat dan tak ada penyakit di tubuhku.
Sesampainya di rumah sakit Ibnu Sina, aku dilayani oleh dokter perempuan yang begitu ramah. Pelayanan di sini memahami betul bagaimana caranya membujuk anak kecil. Aku senang sekali, dengan rasa percaya diri aku membuka mulut lebar-lebar. Hasilnya sangat mengejutkan, dokter bilang bahwa aku tidak perlu dioperasi karena tidak ada penyakit amandel di tenggorokanku. Sungguh luar biasa, padahal secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuaku aku sudah tidak mengkonsumsi obat setelah kurang lebih 3 bulan sejak aku membaca buku itu.
Sejak kejadian itu aku yakin, apa yang aku pikirkan pasti akan terjadi. Maka, dari situ aku selalu bermimpi dan memikirkan yang indah-indah. Aku selalu mendapatkan apa yang aku mau meskipun sepertinya mustahil. Salah satunya dari kecil aku ingin punya pekerjaan jalan-jalan tapi dibayar, aku ingin keliling Indonesia tiap bulan bahkan tiap minggu dan itu bukan mustahil, karena secara tidak sengaja apa yang aku pikirkan masuk ke dalam alam bawah sadarku dan akhirnya menjadi kenyataan.
More from Rehat
Kelemahan Tali Pocong: Simpul yang Gampang Lolos?
Kelemahan Tali Pocong: Simpul yang Gampang Lolos? Tali pocong, sering kali dianggap sebagai senjata pamungkas yang bikin bulu kuduk merinding. Tapi …
Kelemahan Pocong: Menguak Sisi Lemah Si Pembalut Keliling
Kelemahan Pocong: Menguak Sisi Lemah Si Pembalut Keliling Pocong, sosok ikonik dalam mitologi horor Indonesia, kerap digambarkan sebagai makhluk yang melompat-lompat …