Apa yang bisa kita harap dari Visi-Misi Amin?
Di ambang era baru, Indonesia mendekati titik krusial dalam perjalanannya. Di tengah gelombang perubahan global, negara ini dihadapkan pada tantangan untuk merefleksikan aspirasi masyarakatnya yang beragam dan memenuhi tuntutan zaman. Dengan Visi-Misi Capres-Cawapres 2024, yang menyuarakan “Indonesia Adil Makmur untuk Semua”, pertanyaannya kini bukan hanya apa, tetapi bagaimana. Visi ini tidak hanya sebuah janji politik tetapi juga sebuah manifesto yang berupaya menangkap kebutuhan mendesak bangsa dalam menghadapi realitas global yang terus berubah.
BACA JUGA: Kisah Asam Sulfat dan Asam Folat: Satu Huruf, Beda Dunia
Indonesia berada di persimpangan antara tradisi dan modernitas, antara pertumbuhan ekonomi yang pesat dan tantangan pembangunan berkelanjutan. Negara ini, yang memiliki populasi hampir 280 juta jiwa, kaya akan keragaman budaya dan sumber daya alam, namun juga berjuang dengan masalah ketimpangan sosial dan ekonomi yang dalam. Di sinilah Visi-Misi AMIN berusaha untuk menjawab seruan tersebut, mengusulkan solusi yang tidak hanya relevan secara lokal tetapi juga memberikan respons terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan, dan ketahanan ekonomi. Visi ini menjanjikan sebuah transformasi sosial dan ekonomi yang komprehensif, tetapi untuk mewujudkannya, diperlukan lebih dari sekadar kata-kata: diperlukan aksi, dedikasi, dan, yang paling penting, keberanian untuk memimpin perubahan.
Visi Kemandirian: Dari Pangan hingga Energi
Di tengah dunia yang dilanda ketidakpastian ekonomi dan krisis iklim, Indonesia harus menjawab panggilan kemandirian pangan dan energi. Realitasnya, negeri yang subur ini masih bergulat dengan impor bahan pangan utama. Sementara itu, ketahanan energi masih bergantung pada fosil, suatu paradoks bagi negara kaya energi terbarukan.
Indonesia, sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam, menghadapi paradoks dalam penggunaan energi dan keamanan pangan. Meskipun berpotensi besar dalam energi terbarukan, negeri ini masih terikat kuat pada energi fosil. Sebuah studi mengungkapkan bahwa Indonesia masih bergantung pada bahan bakar fosil, meskipun memiliki cadangan alam yang luas. Studi ini menyoroti perlunya koordinasi kebijakan yang lebih strategis untuk memanfaatkan potensi ini.
Di sisi lain, penelitian oleh Hadi, Prabawani, dan Purnaweni (2018) menunjukkan bahwa ketergantungan Indonesia pada energi fosil mencapai 93,3%, sementara hanya 7,7% energi berasal dari sumber terbarukan. Ini menempatkan Indonesia dalam posisi tidak aman dalam hal energi, terutama sejak menjadi negara importir minyak sejak tahun 2004. Hal ini menegaskan bahwa pentingnya pengembangan energi terbarukan dan efisiensi energi sebagai solusi untuk masalah ini.
Visi ini, meskipun mulia, menuntut lebih dari sekadar pernyataan politis – ia membutuhkan inovasi, investasi, dan implementasi yang berani.
BACA JUGA: Jejak Medici dan Machiavelli dalam Langkah Jokowi
Kemiskinan dan Ketimpangan: Akar Masalah yang Terus Berulang
Kemiskinan dan ketimpangan bukan sekadar statistik, tetapi kenyataan yang dirasakan oleh jutaan warga Indonesia. Faktanya, hampir sepertiga penduduknya masih bergelut dengan kesulitan ekonomi. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) per Maret 2023, menunjukkan;
- Tingkat kemiskinan di Indonesia per Maret 2023: 9,36%.
- Penurunan tingkat kemiskinan: 0,21 persen poin dari September 2022, 0,18 persen poin dari Maret 2022.
- Jumlah penduduk miskin: 25,90 juta orang pada Maret 2023.
- Penurunan jumlah penduduk miskin: 0,46 juta orang dari September 2022, 0,26 juta orang dari Maret 2022.
- Garis kemiskinan per kapita per bulan: Rp550.458 pada Maret 2023.
- Kenaikan garis kemiskinan: 2,78% dari September 2022, 8,90% dari Maret 2022.
- Rata-rata jumlah anggota dalam rumah tangga miskin: 4,71 orang.
- Garis kemiskinan per rumah tangga per bulan: Rp2.592.657.
Ukuran warga tidak miskin di Indonesia dapat ditentukan berdasarkan kemampuan individu atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ini mencakup tidak hanya kemampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari, tetapi juga akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, perumahan yang layak, dan kemampuan untuk menabung atau berinvestasi untuk masa depan. Jika kita lihat kanan dan kiri, mayoritas jelas idak mampu menabung apalagi berinvestasi.
Pertanyaannya, dapatkah visi ini mengubah struktur ekonomi yang telah lama mengakar? Usaha mengentaskan kemiskinan harus lebih dari sekadar retorika; ia memerlukan kebijakan konkret yang menyentuh akar masalah.
Keadilan Ekologis: Lebih dari Sekadar Isu Lingkungan
Dalam menghadapi krisis iklim, Indonesia berada di garis depan. Negara ini harus berjuang melawan deforestasi, pencemaran, dan bencana alam yang semakin sering terjadi. Sebagaimana yang diketahui jika telah terjadi:
- Deforestasi dan Degradasi Hutan Mangrove: Sebuah studi mengungkapkan bahwa aktivitas manusia, termasuk konversi lahan hutan mangrove menjadi lahan pertanian, kolam, pengembangan infrastruktur, dan pemukiman, serta aktivitas ekstraktif seperti penambangan dan penebangan, telah menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan mangrove di Indonesia, menyebabkan ketidakseimbangan keberlimpahan spesies, dan polusi.
- Dampak Deforestasi terhadap Akses Air Bersih: Penelitian lain menemukan bahwa deforestasi dan pencemaran berdampak signifikan terhadap permintaan air bersih. Terdapat bukti signifikan bahwa keluarga dengan akses air pipa memiliki kinerja anak yang lebih baik, dan permintaan air pipa lebih tinggi di daerah yang mengalami lebih banyak polusi dan deforestasi.
- Industri Pertambangan dan Pencemaran Lingkungan: Industri pertambangan di Indonesia telah menyebabkan kerusakan lingkungan, tidak hanya deforestasi, tetapi juga pencemaran air tanah dan masalah udara yang disebabkan oleh industri pertambangan.
- Kebakaran Hutan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Kebakaran hutan, yang merupakan faktor utama deforestasi di Indonesia, menghambat upaya mitigasi perubahan iklim dan menambah tantangan lingkungan global.
Keadilan ekologis, seperti yang dijanjikan, bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Namun, tanpa aksi nyata dan perubahan kebijakan yang signifikan, janji ini akan tetap menjadi utopia.
Pendidikan dan Pembangunan Manusia: Investasi untuk Masa Depan
Pendidikan menjadi kunci dalam membangun bangsa. Namun, kualitas pendidikan Indonesia masih tertinggal. Dalam Global Talent Competitiveness Index 2022, Indonesia berada di peringkat ke-82 dari 133 negara, yang menunjukkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan kualitas dan akses pendidikan di negara ini. Investasi serius dalam infrastruktur pendidikan seperti laboratorium sains, bengkel kerja, dan perpustakaan, serta peningkatan anggaran dan daya saing riset, diperlukan untuk memajukan kualitas pendidikan di Indonesia. Tantangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak hanya soal anggaran, tetapi juga bagaimana membangun sistem yang merata dan berkualitas. Ini adalah investasi jangka panjang yang hasilnya tidak akan langsung terlihat, tetapi penting untuk masa depan anak-anak kita.
Demokrasi dan Hukum: Fondasi Negara yang Kokoh
Misi untuk memulihkan kualitas demokrasi dan menegakkan hukum menjadi poin kritis. Indonesia, yang terkenal dengan praktik korupsi yang merajalela, harus menunjukkan keseriusannya dalam memerangi korupsi. Tak hanya berfokus soal menangkap dan menghukum koruptor, tetapi membangun sistem yang transparan dan bertanggung jawab, sehingga akan meminimalisir paraktik korup yang disebabkan kelonggaran sebuah sistem. Tanpa ini, semua janji hanya omong kosong belaka.
Antara Aspirasi dan Realitas
Visi-Misi pasangan Capres-Cawapres 2024 Anies dan Imin memang terdengar menjanjikan. Namun, di balik gembar-gembornya, terdapat “keraguan” dan pertanyaan besar: Dapatkah visi ini direalisasikan dalam praktik? Diperlukan lebih dari sekadar niat baik – dibutuhkan aksi, inovasi, dan terutama, keberanian untuk menghadapi tantangan.
Indonesia memasuki dekade baru dengan beban berat, tetapi juga dengan harapan baru. Visi “Indonesia Adil Makmur untuk Semua” bukan hanya semboyan politis, tetapi panggilan bagi semua untuk bangkit. Tantangannya adalah mewujudkan janji-janji ini menjadi kenyataan – sebuah perjalanan yang penuh dengan rintangan, tetapi tidak mustahil.
You might also like
More from Poliklitik
Asian Values, Dinasti Politik: Warisan atau Kutukan?
Asian Values, Dinasti Politik: Warisan atau Kutukan? Di jagat politik Indonesia, dinasti bagaikan virus yang tak kunjung musnah. Bak jamur, ia …
Kisah Asam Sulfat dan Asam Folat: Satu Huruf, Beda Dunia
Kisah Asam Sulfat dan Asam Folat: Satu Huruf, Beda Dunia Dalam drama panggung politik, terkadang skrip yang terlepas dari naskah bisa …
Jejak Medici dan Machiavelli dalam Langkah Jokowi
Jejak Medici dan Machiavelli dalam Langkah Jokowi Dalam labirin kekuasaan politik, bayang-bayang Niccolò Machiavelli dan keluarga Medici masih menghantui koridor-koridor kekuasaan. …