Asian Values, Dinasti Politik: Warisan atau Kutukan?
Di jagat politik Indonesia, dinasti bagaikan virus yang tak kunjung musnah. Bak jamur, ia tumbuh subur di tanah demokrasi, menjamur di berbagai pelosok negeri. Dinasti politik, di mana kekuasaan diwariskan bak harta pusaka, menjadi fenomena lumrah yang menghiasi kancah politik Tanah Air.
Bagi para penganutnya, dinasti politik bagaikan jalan pintas menuju kursi kekuasaan. Tak perlu bersusah payah menapaki tangga politik, cukup bermodalkan nama besar sang leluhur, jalan pun terbuka lebar. Bagi mereka, politik adalah warisan, amanah yang harus dilestarikan.
BACA JUGA: Demokrasi dan Celah Membangun Politik Dinasti
Namun, bagi banyak pihak, dinasti politik bagaikan kutukan yang menghambat laju demokrasi. Kurangnya meritokrasi, praktik KKN, dan potensi penyalahgunaan kekuasaan menjadi momok yang menghantui. Suara rakyat seakan terbungkam, digantikan oleh bisikan kepentingan keluarga.
Ironisnya, dinasti politik tak jarang bersembunyi di balik topeng demokrasi. Kampanye gegap gempita, janji-janji muluk, dan citra merakyat menjadi senjata utama untuk memikat hati rakyat. Rakyat pun terbuai, tak sadar bahwa di balik senyum menawan tersembunyi ambisi kekuasaan tanpa henti.
Di tengah hiruk pikuk perpolitikan dinasti, muncul pertanyaan: Apakah ini warisan yang patut dilestarikan, ataukah kutukan yang harus dibasmi?
Asian Value atau Only Indonesian Value?
Benarkah “korupsi” bisa dibenarkan asal semua pihak senang? Apakah “dinasti politik” selaras dengan nilai-nilai HAM? Apakah “gaji dirapel” benar-benar tidak menghilangkan hak rakyat? Apakah “pengabdian” berarti rela dibayar murah? Apakah “kritik” harus selalu disertai solusi? Apakah “nabung rumah” harus dipaksa pemerintah? Apakah “pajak” di Indonesia setara dengan negara-negara Nordik?
Pertanyaan-pertanyaan ini mengundang refleksi terhadap fenomena dinasti politik dan nilai-nilai yang menyertainya, mari kita periksa satu per satu seperti di bawah ini:
BACA JUGA: Berbincang Dengan Bard, Sebuah AI Buatan Google Tentang Israel-Palestina
Korupsi: Asal Semua Happy?
“Korupsi” = asal semua happy. Di satu sisi, ia menyiratkan bahwa korupsi dapat memberikan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat. Di sisi lain, ia menormalisasi praktik korupsi dan mengabaikan dampak negatifnya bagi warga negara.
Korupsi, bagaimanapun, adalah tindakan kriminal yang merugikan warga dan menghambat pembangunan. Uang yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan banyak warga justru dinikmati segelintir orang. Infrastruktur terbengkalai, layanan publik terhambat, dan kepercayaan publik terhadap pemerintah terkikis.
Dinasti Politik: Human Rights?
“Dinasti politik” = human rights. Ini jelas mengolok-olok anggapan bahwa dinasti politik adalah perwujudan hak asasi manusia. Dinasti politik, di mana kekuasaan diwariskan dari satu generasi ke generasi dalam satu keluarga, seringkali bertentangan dengan prinsip demokrasi dan meritokrasi.
Dinasti politik dapat memicu nepotisme, di mana jabatan dan kekuasaan diberikan berdasarkan kedekatan keluarga, bukan berdasarkan kompetensi. Hal ini dapat menghambat kemajuan bangsa dan memicu ketidakadilan bagi warga negara yang tidak memiliki koneksi dengan keluarga penguasa.
Gaji dirapel: Hak yang Hilang?
“Gaji dirapel” = tidak menghilangkan hak. Menunda pembayaran gaji pegawai dengan dalih untuk efisiensi adalah bentuk penindasan yang mencekik pelan-pelan. Kebijakan ini, meskipun diklaim tidak menghilangkan hak pegawai, dapat menimbulkan kesulitan dan keresahan bagi mereka yang bergantung pada gaji tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pengabdian: Rela Dibayar Murah?
“Pengabdian” = rela dibayar murah. Tak sedikit pegawai negeri sipil (PNS) digaji rendah dengan dalih pengabdian kepada negara. PNS, seperti halnya profesi lain, berhak mendapatkan gaji yang layak dan sesuai dengan keahlian dan tanggung jawab mereka.
Sudah sepatutnya PNS sejahtera dengan memberikan gaji yang kompetitif dan tunjangan yang memadai, sehingga kinerja meningkat dan merasa termotivasi dalam melayani publik.
Kritik: Harus Mikir Solusi?
Kritik itu ada dua hal, yang konstruktif maupun dekonstruktif. Kritik konstruktif seharusnya diterima dan dihargai sebagai masukan untuk perbaikan. Kritik dekontruktif, sejak mula memang bersifat “destruktif”, dalam budaya intelektual yang hal itu wajar belaka. Namun, acapkali respons otoritas adalah reaksioner. Pemerintah perlu menunjukkan keterbukaannya terhadap kritik dan bersedia untuk berdialog.
Nabung Rumah: Dipaksa Pemerintah?
“Nabung rumah” = dipaksa pemerintah. Slogan ini mengkritik kebijakan pemerintah yang mewajibkan rakyat untuk menabung rumah melalui program seperti Tapera. Kebijakan ini, meskipun bertujuan untuk membantu rakyat memiliki rumah, dapat membebani rakyat yang belum mampu secara finansial. Solusi yang dibutuhkan adalah perumahan yang terjangkau dan sesuai dengan kemampuan warganya. Mayoritas kita adalah warga miskin yang sehari-harinya struggling untuk dapat makan.
Pajak: Setara Negara Nordik?
Ada satu waktu pemerintah Indonesia mencontohkan pajak negara-negara Nordik. Perbandingan yang melampaui apple to apple, windows to windows. Negara-negara Nordik memiliki sistem kesejahteraan sosial yang jauh lebih baik daripada Indonesia.
Reformasi Politik: Jalan Keluar dari Kutukan Dinasti
Mungkin, solusinya bukan terletak pada pembasmian total dinasti politik, tetapi pada reformasi sistem dan mentalitas politik. Kita perlu membangun sistem politik yang lebih meritokratis, di mana kesempatan terbuka lebar bagi siapapun, terlepas dari latar belakang keluarga. Kita juga perlu menanamkan nilai-nilai demokrasi yang kokoh dalam diri para politisi, sehingga mereka memahami bahwa kekuasaan adalah amanah rakyat, bukan hak milik keluarga.
Atau jalan lain mungkin kita akan menanti 5 kota besar seperti Gotham, kemudian satu per satu akan meledak lantaran para warganya mulai menyalurkan murka, kemarahan yang lahir dari kerak neraka.
You might also like
More from Poliklitik
Apa yang bisa kita harap dari Visi-Misi Amin?
Apa yang bisa kita harap dari Visi-Misi Amin? Di ambang era baru, Indonesia mendekati titik krusial dalam perjalanannya. Di tengah gelombang …
Kisah Asam Sulfat dan Asam Folat: Satu Huruf, Beda Dunia
Kisah Asam Sulfat dan Asam Folat: Satu Huruf, Beda Dunia Dalam drama panggung politik, terkadang skrip yang terlepas dari naskah bisa …
Jejak Medici dan Machiavelli dalam Langkah Jokowi
Jejak Medici dan Machiavelli dalam Langkah Jokowi Dalam labirin kekuasaan politik, bayang-bayang Niccolò Machiavelli dan keluarga Medici masih menghantui koridor-koridor kekuasaan. …