Secara umum, Bekasi merupakan wilayah dengan kekayaan budaya yang cukup besar. Penggalian budaya di daerah tersebut dapat dilihat sejak masa kerajaan-kerajaan besar punya kuasa (Pajajaran, Tarumanegara) dengan unsur budaya Hindu-Budha bercampur kearifan lokal yang lekat. Ketika masa kerajaan tumbang oleh kolonialisme rezim pun beralih ke VOC dan Belanda menduduki kota Bekasi yang segendang seperdansaan dengan warga Belanda yang bermayoritas Kristen dan membawa serta tradisi eropa.
Bekasi sendiri merupakan daerah penyangga ibu kota selama ribuan tahun lamanya. Penemuan situs Kampung Buni zaman batu muda (neolitikum) pada 1958 memvalidasi bahwa Bekasi memang sudah aki-aki, diprediksi kampung tersebut sudah ngeksis sejak 2000 SM. Bekasi dibagi menjadi dua wilayah, yakni Kota dan Kabupaten.
Baik Kota maupun Kabupaten yang jelas Bekasi dibangun bukan tanpa darah, keringat, dan air mata. Bahkan, potret tentang Bekasi pun tertuang dalam puisi Karawang-Bekasi bikinan penyair termasyhur the one and only, Chairil Anwar. Jika Anda sedang jalan-jalan di Bekasi dan melihat tugu Patriot yang jadi ikon kota Bekasi, di jalan terusan itu bahkan dinamai penyair besar tersebut. Namun, sayang pemerintah kota enggan peduli terhadap sejarah kotanya.
Namun, ada hal yang saya pikir layak untuk dituliskan mengenai proses kebudayaan di Kabupaten Bekasi yang tentu saja mendapat pengaruh signifikan dari unsur-unsur kebudayaan lainnya. Boleh jadi, Kabupaten Bekasi mengalami marginalisasi budaya, yang bukan cuma diakibatkan lantaran masuknya imigran luar namun juga lokal yang memberi andil besar terhadapnya.
Keinginan warga Kabupaten untuk mengembangkan dan melestarikan budayanya sendiri memang kurang mendapat perhatian besar dari lembaga-lembaga resmi, tak terkecuali keunikan kebudayaan bahasa yang terdapat di Cikarang Kota yang dianggapnya norak.
Bagi warga Jakarta peristiwa kebijakan J.P Coen adalah titik krusial dari pembentukan wilayah di mana sebuah wilayah khusus berupa Weltevreden atau dibuatnya sebuah zona keamanan sebagai penyangga antara sebelah timur dan Barat Batavia (terutama Bekasi dan Tangerang). Seperti daerah pedalaman yang dikenal dengan sebutan Ommenlanden justru malah memerkaya khasanah kebudayaan di daerah Bekasi yang memiliki khas tersendiri yang terpisah dari Jakarta.
Faktor tersebut membuat masyarakat Kota Bekasi umumnya, dan Cikarang Kota khususnya mengalami proses akulturasi budaya dari daerah seperti Bali, Melayu, Bugis, dan Jawa.
Pengaruh etnis tersebut pun tersebar dan menyebar di wilayah Bekasi, terutama Kabupaten. Suku Sunda banyak bermukim di wilayah Kecamatan Lemahabang, Setu, Pebayuran, dan sebagian Pondok gede. Lalu, suku Jawa dan Banten banyak bermukim di Kecamatan Sukatani dan Cabang Bungin. Sedangkan suku bangsa Melayu banyak mendiami Kecamatan Bekasi (daerah kota), Cilincing (sekarang masuk Jakarta), Pondok Gede, Babelan, Tambun, Cikarang, Cabang Bungin dan Setu.
Terakhir, tapi bukan akhirnya yakni suku Bali yang padahal jarak pulaunya dari Bekasi saja kudu menempuh 1148,38 Km atau 11,7 jam bila menggunakan mobil, 13,4 jam naik kereta, dan jika pesawat cukup 1 jam saja. Namun, di sebuah kampung di Kecamatan Sukatani terdapat kampung Bali dan segala relasinya dengan adat penduduk pulau Bali.
Keberadaan penduduk yang berasal dari berbagai etnis tersebut asyik gak asyik telah memengaruhi pola hidup dan bahasa sehari-hari. Maka itu, bila kita memerhatikan dialek Bekasi dan Jakarta meskipun sama-sama Betawi akan terasa kentara perbedaannya.
Jangankan Bekasi dan Jakarta, dialek Bekasi Kota dan Cikarang Kota pun sangat berbeda. Umumnya, orang-orang di Cikarang Kota setelah mengatakan “Gua” itu akan ditambahkan “Ge”, jadinya “Gua Ge…”, sedangkan di Bekasi Kota tak ada penambahan demikian. Kata “Bagen” pun sering digunakan di Cikarang Kota dan sekitarnya, yang berarti, “biarkan…” yang apabila dalam KBBI berarti, relakan.
Untungnya, keunikan budaya berbahasa yang terdapat di Cikarang masih terjaga hingga sekarang, keunikan itu senantiasa terawat dan tetap kokoh tak terhempas badai kultur pasca-modern dan genosida warisan kultural oleh ISIS. Ajaibnya, itu terjadi secara natural.
Nampaknya, keunikan lain yang terdapat di Cikarang, sejalan yang sering dikelakarkan Cemen pada hampir setiap show-nya. Stand up comedian itu berceloteh dengan aksentuasi Cikarangnya yang khas dan identikal: kalau Anda berkendara pergi-pulang ke dan dari daerah Cikarang sekitarnya, Anda serasa membalap dan dibalap oleh Optimus Prime, pemimpin Autobot yang sempat kena sihir di sekuel Transformer terbaru itu.
Atau jika Anda sedang betul-betul suweeeek motor Anda akan diserobot Decepticon. Percayalah, itu sangatlah tidak keren Bung dan Nona!
You might also like
More from Jalan-Jalan
Wisata Indramayu yang Harus Dikunjungi
Wisata Indramayu yang Harus Dikunjungi Indramayu, sebuah kabupaten di pesisir utara Jawa Barat, mungkin belum sepopuler destinasi wisata lainnya di Indonesia. …
Keindahan Waduk Kali Bening, Permata Tersembunyi di Jantung Jawa
Keindahan Waduk Kali Bening Waduk Kali Bening, mungkin belum setenar destinasi wisata lain di Indonesia, tapi jangan salah, tempat ini menawarkan …
Pantai di Indramayu yang Bagus: Destinasi Wisata Pantai yang Memikat
Pantai di Indramayu yang Bagus Indramayu, sebuah kabupaten di Jawa Barat, ternyata memiliki sejumlah pantai yang mempesona dan layak untuk dikunjungi. …