The Commuter: Permainan Nyawa Seorang Saksi Bersandi Prynne
Who are you? What do you know?
Bayangkan dirimu seorang pria tua berumur 60 tahun. Saat ini kamu tengah berada di kantor, sebuah gedung megah dengan keramaian orang yang lalu lalang dan kesibukan kerja yang memusingkan. Ketika kamu sedang berbicara dengan nasabah di telepon dan berusaha meyakinkan bahwa produk kantormu yang terbaik, kamu dipanggil bos ke ruangannya. Tanpa basa-basi kamu dipecat. Kamu kebingungan. Di usia sesenja itu kamu tidak tahu harus berbuat apa, mencari nafkah di mana. Siapa yang akan mau menerima lamaran pekerjaan dari seorang pria tua yang hampir masuk ke liang lahat, pikirmu.
Silakan baca sinopsinya di bawah ini.
BACA JUGA: The Commuter: Perjalanan Seru Penuh Misteri di Atas Kereta
Loyalitas Tinggi, Pekerja Keras, Taat Aturan
Kamu seorang pekerja yang berloyalitas tinggi, bekerja keras, mematuhi aturan, berkinerja baik dan yang terpenting sudah mengabdi di kantor tersebut selama 10 tahun. Kamu merenungi saat pemecatanmu yang tiba hanya berselisih 5 tahun sebelum kamu pensiun di usia 65 seperti pegawai yang lain, semua pengabdianmu tak berarti apapun bagi bosmu dan perusahaanmu. Sungguh menyedihkan. Pesangon yang kamu terima juga bukan dalam bentuk uang yang kamu butuhkan melainkan hanya seberkas kertas berisi jaminan kesehatan.
Dan kamu dipecat hanya karena alasan klasik yang seringkali subjektif: gajimu lebih besar dari kontribusimu ke perusahaan! Putus asa.
Kondisi keuanganmu sedang buruk. Anakmu yang baru lulus sekolah menengah sedang butuh uang untuk masuk ke universitas dan istrimu terus menerus menelepon mengingatkan. Kredit rumah masih jauh dari lunas, dan berbagai masalah lainnya seolah berkonspirasi menghampirimu secara bertubi-tubi, tak mau pergi – tiba-tiba dalam perjalanan pulang ke rumah di dalam kereta yang setiap hari kamu gunakan untuk berangkat dan pulang kerja, kamu ditawari untuk terlibat dalam sebuah eksperimen psikologis. Sebagai hadiahnya kamu akan menerima uang USD 100,000.- jika berhasil memecahkannya.
Apakah kamu mau menerima tawaran yang sangat menggiurkan itu?
Don’t tell anyone about this offer.
Anggota Polisi yang Menjadi Agen Asuransi
Michael MacCauley, diperankan oleh Liam Neeson, adalah seorang tenaga penjual asuransi yang telah menjadi mantan sejak beberapa jam yang lalu. Sebelum bekerja di kantor itu, dia adalah mantan anggota polisi NYPD (New York Police Department). Ia mundur dari dinasnya sejak 10 tahun lalu karena ingin fokus bekerja untuk keluarga tanpa risiko kehilangan nyawa akibat profesinya. Ia saat itu sedang berjalan menyusuri lorong-lorong kereta yang penuh dengan penumpang, mencari kursi kereta yang kosong sambil merenungi nasib buruknya hari itu.
Selain menerima kabar pemecatan yang datang tiba-tiba dan menyedihkan itu, ia baru saja kehilangan telepon genggam yang dicopet tepat saat tubuhnya yang tua dan lelah memasuki badan kereta, sebuah persimpangan, pada waktu pintu kereta hendak menutup. Ia hanya bisa memandang nanar ke luar kereta. Berharap mengenali pelakunya. Nihil. Ia harus melupakan dan melepasnya tanpa beban. Sungguh kesialan yang berulang dan terasa amat berlipat.
Nasib Buruk Kursi Kosong
Setelah mendapati sebuah kursi kosong, mendudukinya dan kembali menyesali nasib buruknya itu, dia pun menghibur dirinya dengan cara memandang ke sekeliling ruang gerbong. Pandangan matanya bertemu wajah-wajah yang sudah dikenalnya selama bertahun-tahun. Wajah-wajah itu tampak lelah. Mungkin sama lelahnya dengan wajah yang menempel di dirinya. Tentu saja, ini waktunya pulang ke rumah. Ini saat melepas segala kepenatan setelah seharian bekerja, bergumul dengan angka dan target yang seringkali tidak realistis, bertarung memerebutkan mangsa, berlomba dengan pegawai yang meniti karir di kantor kompetitor atau bahkan dengan rekan kerja di kantor yang sama, demi sesuap nasi–bagi yang beruntung menemukan segenggam berlian, di dunia yang hanya mengenal kata: apa kontribusimu bagi perusahaan?
Most of us ride this train everyday;
We nod, we say hello,
but how much do we really know about each other?
Ia mengenal para penumpang sebagaimana mereka juga mengenalnya. Kadang hanya mengenal nama. Lebih banyak hanya menatapi wajah. Begitulah kehidupan para pelaju kereta (bahasa inggrisnya: the commuter, bisa dilekatkan pada orangnya, bisa juga pada keretanya). Mereka seperti serombongan semut yang hilir-mudik ke sana ke mari dan berpapasan. Pergi, kemudian kembali, dan berpapasan lagi hingga puluhan, ratusan, dan ribuan kali papasan.
Hari yang Cerah Untuk Jiwa yang Sepi
Di antara papasan itu ia akan tersenyum. Pada satu kesempatan ia yang mengajak bicara. Lain waktu ia yang diajak bicara. Kata-kata adalah penyambung kehangatan saat dua jiwa yang sepi, dingin, dan kosong saling memenuhinya dengan berbagi cerita. Membuka misteri yang tersembunyi di dalam tempurung kepala yang sama namun isinya kata orang tak pernah sama. Perbincangan dapat menghalau prasangka, menjembatani dua kepentingan dari dua orang asing.
Perbincangan bukan sebuah makhluk yang lugu. Ia mengenal tempat dan waktu dengan teramat baik, bahkan sangat akrab. Seringkali bahasa lisan yang manis dan renyah jarang terlahir di kereta yang penuh dengan tubuh-tubuh tanpa tenaga yang berdiri hanya bertopang dua kaki, saat kedua tangan memegangi erat bandulan yang melekat di atap gerbong, berusaha tetap menggelayuti mimpi yang seolah semakin menjauh setiap harinya sedangkan sang waktu yang tersisa semakin dan tinggal sedikit, dan pandangan mata tak bercahaya, gelap dan kosong. Di saat itulah hanya bahasa isyarat tubuh yang bicara – aku lelah, tinggalkan aku dengan diriku dan duniaku!
Bila kereta sudah sepi dan jumlah kursi yang kosong sudah terhampar di mana-mana karena banyaknya stasiun yang sudah terlewati dan hanya tersisa beberapa saja sebelum kereta berhenti dan tak melaju lagi kecuali untuk kembali ke arahnya semula maka wajah-wajah itu akan tampak lebih ramah. Maka hanya di saat seperti itu ia bisa menikmati perjalanan kereta dengan membaca buku, bercanda dengan sesama pelaju atau pergi ke toilet untuk sejenak menenangkan diri, atau ia dapat melakukan apa saja dan kemudian dengan sigap berdiri, melambaikan tangan dengan akrab, mengucap salam dan melempar senyum ketika kereta telah sampai sampai di tujuannya: sampai jumpa esok hari, kawan!
Tidak Ada Esok Hari. Semua Sudah Berakhir Hari Ini
Let’s do an experiment.
What if I asked you to do something that could profoundly affect an individual on this train?
Tapi tunggu dulu. Seorang perempuan tiba-tiba muncul entah dari mana, dan mengajaknya bicara. Ia tak mengenalinya, juga wajahnya. Michael baru saja membuka buku, memulai ritualnya hendak melanjutkan membaca buku yang kemarin hari ia tandai – mungkin dengan membaca bisa menghilangkan semua kesedihan dan kepedihan yang menusuk hatinya hari ini. Masuk ke dunia yang tak pernah bisa dikendalikan namun bisa dinikmati di setiap tarikan napas dan berdansa serta menari imajinasi yang melesat tanpa batasan.
Sebagai seorang pelaju, jiwa baiknya muncul. Ia memang selalu baik. Tidak ada salahnya berbicara kepada orang asing. Hal itu sudah dilakukannya selama bertahun-tahun. Hari ini pun sama. Joanna, yang diperankan oleh Vera Farmiga, adalah nama perempuan itu. Nada bicaranya tegas. Ia mengaku sedang melakukan eksperiman psikologis. Joana menawarkan seandainya Michael bersedia terlibat dalam permainan teka-teki dan jika berhasil menebak jawabannya maka ia akan mendapat hadiah: uang $100.000
Jumlah Uang yang Banyak: Jalan Keluar Dari Banyak Masalah Manusia
Michael tentu saja tak percaya pada perempuan asing itu. Maka ia bertanya untuk meyakinkan. Eksperimen serumit dan sesulit apa yang hadiahnya sebesar itu. Hal yang sangat sederhana, sebaliknya, kata Joanna. Bukan hal rumit, juga tidak sulit. Pria tua itu cukup menggunakan kemampuannya dan pengamalamannya untuk menganalisis dan mengenali penumpang kereta seperti yang sudah dilakukannya bertahun-tahun. Ia berubah menjadi seperti seekor anjing pelacak yang membaui kebusukan yang keluar dari tubuh seorang pelaku krimal dan kemudian menemukan buruannya yang sedang bersembunyi, menangis dalam ketakutan.
Kunci permainannya adalah Michael harus mampu menebak satu di antara ribuan penumpang yang hari itu berada di kereta. Penumpang itu tidak seharusnya berada di kereta itu, di hari itu, yang akan turun di Stasiun Cold Spring, beberapa stasiun lebih jauh dari tempatnya turun dari kereta.
Permainan Tidak mendebarkan, Tapi Bermasalah
Ia ragu.
Joanna pergi setelah sebelumnya memberitahukan gambaran penumpang itu. Hanya sedikit, tidak begitu jelas. Tak lupa, Joanna mengingatkan tempat ia bisa mengambil hadiah, uang mukanya. Bukan hal sulit untuk mantan anggota polisi bukan? Kalimat Joanna tersebut membuat Michael semakin tersulut rasa penasaran. Permainan apa yang sebenarnya dimainkan? Dari mana Joanna mengetahui masa lalunya sebagai aparat penegak hukum.
Terpicu oleh rasa penasaran yang menusuk-nusuk kepalanya maka ia pun masuk ke dalam toilet, tempat yang disebutkan Joanna. Mencari-cari uang yang dijanjikan. Dan, setelah upaya yang seolah-olah akan berakhir sia-sia pada satu ketika matanya berhasil menandai sebuah tempat kecil. Ia perlu menggunakan kunci untuk memutar bautnya, untuk membukanya. Di sana, lembaran uang dollar dalam sebuah amplop berwarna cokelat menyapanya dengan hangat– dalam jumlah seperti yang dijanjikan.
Ia mengambilnya. Memasukkan ke dalam tasnya.
What kind of person are you?
Dan tepat pada saat itu, ia sudah menjebak dirinya sendiri dalam sebuah permainan yang akan meminta pertaruhan nyawanya, nyawa keluarganya, nyawa sesama penumpang kereta, bahkan nyawa seorang Prynne yang sedang berusaha menyelamatkan dirinya dari kejaran penjahat, polisi yang mudah disuap, dan pejabat korup yang takut keburukannya dibongkar ke publik.
Siapakah sosok Prynne itu?
Someone on this train does not belong;
You don’t know what they look like,
all you have to do is find them.
Persinggungan Pertama Dengan Liam Neeson
Saya pertama kali mengenali Liam Neeson secara agak akrab di film berjudul After Life yang diputar di bioskop di tahun 2009. Itu adalah masa ketika saya mulai rajin menyambangi bioskop. Tentu saja saya mengetahui bahwa dia membintangi banyak film lain sebelumnya, tapi waktu itu ia terasa jauh. Di After.Life ia berperan sebagai seorang penyiap mayat yang akan ditampilkan di ruang peristirahatan terakhir sebelum dikuburkan. Ia memandikan, merapihkan, membuat mayat tampil memesona untuk terakhir kalinya sebelum berubah menjadi seberkas cahaya pudar bagi yang hidup, yang mau mengingatnya. Bagian tersulit adalah meyakinkan si mayat bahwa ia telah mati. Ia berbicara pada arwah mereka. Sebuah film pikologis-horror-thriller yang tidak menakutkan karena lebih banyak menguras otak untuk memahaminya.
Lalu, pada tahun 2011 ia membintangi sebuah film berjudul Unknown yang cara berceritanya mirip dengan film The Commuter. Di film itu ia berperan sebagai seorang pembunuh yang kehilangan ingatan karena kecelakaan. Alih-alih melakukan tugasnya ia justru berusaha menyelamatkan target. Akibat kecelakaan itu, ingatannya muncul dengan enggan, menemuinya sepotong demi sepotong. Bagi saya cerita seperti itu sangat menarik. Kita dibawa ke dalam dunia cerita setahap demi setahap tanpa bisa menebak akhirnya kecuali setelah sampai di sana, saat film berakhir. Ini salah satu film favorit saya.
Liam Neeson adalah Taken
Mungkin film yang banyak diingat dari seorang Liam Neeson adalah Taken. Sebuah film aksi yang sukses besar. Karena kesuksesannya, film yang tayang tahun 2008 itu bahkan dibuat sekuel hingga tercipta 3 film, seperti sebuah trilogi padahal bukan. Saya pribadi berharap itu cukup. Mudah-mudahan tidak ada lagi sekuelnya karena di film terakhir saja sudah nampak kedodoran, tak bisa mengejar kualitas dan kesuksesan film yang pertama. Saya sendiri menontonnya jauh setelah film itu dirilis karena jasa seorang kawan yang merekomendasikan film ini. Bagus, katanya.
Kembali ke The Commuter. Tantangan menemukan sosok Prynne itulah yang menjadi inti dan alur cerita. Michael yang sudah terlanjur mengambil uang sebenarnya enggan bermain. Namun, saat ia akan turun dari kereta dan melepaskan tanggungjawab, ia ditemui seorang tunawisma yang memberinya sebuah amplop kecil berisi cincin istrinya, kemudian orang asing itu pergi dengan menitip pesan. Joana mengawasi setiap geraknya, ia diperhatikan. Sekarang ia mengetahui sesuatu yang mengerikan: kereta itu telah “dibajak”, di dalamnya hidup banyak orang sepertinya, yang dimanfaatkan Joanna untuk mengikuti permainannya. Tak ada pilihan lain, ia harus bermain – berharap pengalamannya sebagai mantan polisi menuntunnya ke Prynne.
Cerita di dalam film ini mengingatkan saya pada film Non-Stop. Dalam film itu Liam Neeson yang memerankan karakter seorang air marshall pecandu alcohol sedang terjebak di dalam pesawat yang ditumpanginya dari New York ke London. Ketika dia sedang duduk di dekat jendela pesawat, dia menerima pesan di telepon genggamnya dari seorang teroris yang akan membunuhi penumpangnya setiap 20 menit jika tuntutan uang sejumlah USD 150 juta dollar tidak segera dipenuhi. Namun, cerita dalam film The Commuter jauh lebih menarik. Ada banyak misteri yang disimpan dan hanya dibuka secara perlahan-lahan mengikuti alur cerita. Unsur kejutannya cukup tertata dengan rapi.
Pertemuan Michael dan Alex Murphy
Sedikit bocoran. Masih di awal film ketika Michael bertemu dengan temannya Alex Murphy, seorang detektif di sebuah bar, rekan kerjanya dulu. Di sana ia bertemu dengan Dave Hawthorne, seorang kapten polisi yang sebelumnya dia kenal sebagai seorang petugas polisi biasa. Dia tidak menyukainya. Tidak dijelaskan alasannya. Di sela-sela percakapan muncul berita mengenai kejadian bunuh diri yang dilakukan oleh seorang perencana kota (city planner). Juga menyeruak perbincangan soal polisi korup yang seolah menyasar sang kapten sebagai objek yang dibicarakan. Dan setelah Michael bercerita soal pemecatannya, maka di satu ketika Alex menjanjikan akan membalas semua jasanya selama ini -saya tidak paham balas jasa seperti apa yang dimaksud.
Dan semua pertanyaan dan hal-hal yang tampaknya misterius itu dijawab satu per satu. Sangat mengasyikkan karena kita diajak menebak sepanjang film. Prynne (bukan nama asli, melainkan hanya sandi) adalah saksi atas pembunuhan yang diberitakan sebagai kasus bunuh diri dari si perencana kota itu. Prynne mengetahui bahwa ada satu perkara besar (sayangnya tidak disebutkan detailnya, hanya pelengkap cerita yang dianggap tidak penting untuk dibahas) yang melibatkan orang-orang penting dan karenanya dia ditarget untuk dibunuh. Sebagai saksi, dia ditunggu oleh agen FBI yang bersih. Bersiap menjemputnya di Stasiun Cold Spring.
Menguak Identitas Prynne
Identitas Prynne sejak awal tidak diketahui baik oleh pengejarnya maupun kita para penonton (biasanya di film lain kita disuguhi adegan yang tidak diketahui karakter yang lain). Sedikitnya informasi mengenai Prynne ini yang membuat cerita menjadi seru. Michael bisa saja salah menebak. Kadang menimbulkan percekcokan. Melibatkan petugas kereta yang sudah dikenal dekat oleh Michael untuk menggeledah tas dari orang yang dicurigainya. Bahkan sampai terjadi perkelahian. Dan kemudian terjadi pembunuhan yang membuat Michael dalam posisi tersudut. Bukan dia yang membunuh tapi dia yang menemukan mayat dari orang yang tadi berkelahi dengannya. Banyak saksi.
Alex ternyata terlibat dalam skenario itu sebagai pelaku sekaligus korban. Dia terjebak permainan yang sama. Melindungi keluarganya. Dave Hawthorne juga bukan tipe polisi korup seperti yang saya sangka ketika menyimak perbincangan Michael dan Alex di bar. Prynne adalah seorang gadis lugu yang ketakutan dan menangis ketika identitasnya diketahui.
Michael pun terjatuh pada pilihan sulit: membunuh gadis itu demi menyelamatkan keluarganya yang sedang terancam atau malah menjadi seorang hero, pahlawan yang mengesampingkan ego pribadi untuk sesuatu yang nobel, mulia. Dalam kehidupan nyata mungkin kita akan sulit memutuskan, tapi dalam sebuah film, menjadi pahlawan adalah hal yang logis karena itu yang diinginkan penonton, bukan? Alur ceritanya akan berakhir di situ.
What kind of person are you?
Joanna dan Takdir yang Tak Kunjung Berubah
Pada akhirnya di suatu ketika saat waktu sudah berlari jauh, Joanna sedang duduk di dalam sebuah gerbong kereta yang sedang melaju kencang menyusuri jalurnya yang sudah ditakdirkan tak berubah selama bertahun-tahun masa baktinya. Mungkin Joanna sedang kalut, khawatir, menyesal karena rencananya gagal, bahkan digagalkan oleh orang yang dipilihnya sendiri untuk ikut ke dalam permainan. Mungkin ia sedang menyusun rencana menyelamatkan diri dari kemarahan orang-orang penting. Orang-orang yang akan menuntut balas karena ketidakmampuannya menjaga identitas buruk mereka. Kini telah dibongkar seluruhnya.
Justru pada saat seperti itulah Michael menemukan Joanna. Persis seperti keadaan Joanna menemukan Michael dulu. Kini keadaan berbalik. Kali ini Michael yang mendatangi dengan senyum kemenangan di wajahnya. Di balik jasnya, sebuah lencana detektif tersimpan. Ia akan menyeret wanita tak berdaya itu ke tempat yang pantas baginya. Sebuah ruang yang dingin: penjara.
You might also like
More from Tontonan
Sinopsis Sokola Rimba
Sinopsis Sokola Rimba Film "Sokola Rimba" merupakan adaptasi dari kisah nyata seorang wanita bernama Butet Manurung yang didedikasikan untuk memberikan pendidikan …
The Commuter: Plot Twist dan Endingnya
The Commuter: Plot Twist dan Endingnya "The Commuter," dibintangi oleh Liam Neeson, membawa penonton dalam perjalanan menegangkan penuh kejutan. Michael MacCauley, …
Analisis Ending Film The Commuter
Analisis Ending Film The Commuter "The Commuter," sebuah film thriller yang dibintangi oleh Liam Neeson, membawa penonton dalam perjalanan yang penuh …