Kemerdekaan kita…
Cantik, pintar, dan sholehah. Barangkali tiga kata itu bisa meringkas semua persona yang ada pada Gita Savitri. Ia adalah seorang mahasiswi asal Indonesia yang kini menuntut ilmu di Freie Universität Berlin, Jerman. Gita mengambil jurusan kimia murni dan sekarang ia meneruskan jenjang S2-nya.
Gita Savitri dikenal karena aktif membuat berbagai macam konten dari tulisan sampai vlog. Hampir semua platform sosial medianya, punya ratusan ribu pengikut setia. Para pengikutnya begitu aktif memberikan tanda like atau sekadar cuap-cuap pujian. Maklum, kecantikan Gita Savitri memang sulit sekali disangkal. Ia bahkan sering dianggap kembaran identik dari Kim Ji Won pemain drama korea Descendant of the Sun.
Namun, Gita Savitri lebih sohor dikenal sebagai selebgram dan youtuber dengan ratusan ribu pengikut. Bisa dibilang ia merupakan salah satu orang paling berpengaruh di jagad Instagram regional Indonesia. Bahkan, ia juga pernah menjadi salah satu Youtuber profesional yang diundang ke kantor Youtube di eropa. Gita Savitri, kini mendapat manajer khusus untuk akun Youtube. Konten vlog yang akan ia sebarkan, akan dikurasi terlebih dahulu oleh manajer itu. Jadi, silakan tebak sendiri pendapatan Gita Savitri sebagai seorang Youtuber.
Ia juga rutin mengunggah foto-foto dirinya yang rupawan gilang gemilang di Instagram. Dalam balutan busana muslimah casual atau istilah milenial, ootd—Outfit of The Day. Jangan tanya pula berapa tarif jasa endorse Gita Savitri untuk sekali posting. Tentu harganya mungkin tak setara dengan gaji budak korporat yang gurem itu—mungkin saya dan anda termasuk.
Dan hampir pasti, pasti banyak sekali orang yang bersedia menengok semua postingannya. Walaupun itu diambil ketika Gita Savitri sedang melahap nasi padang. Sebab, sulit untuk tak tergoda mengintip akun Instagramnya. Apapun pose dan momennya, Gita tetap cantik absolut!
Gita Savitri juga merupakan ikon generasi milineal yang (katanya) sangat inspiratif. Hal itu terbukti dari konten-konten edukatif yang sering ia bagikan. Kontennya, selalu membahas tips dan tutorial tentang kesehariannya selama berkuliah di jerman. Mirip-mirip seperti isi buku self-help.
Gita adalah perempuan luar biasa dengan paket komplit. Cantik dan cerdas.
Lalu, apakah anda masih ragu dengan persona yang saya jelaskan itu? Apakah anda masih ragu bahwa Gita Savitri itu tak hanya cantik, tapi juga cerdas?
Anda barangkali perlu menyimak tulisan Gita Savitri yang berjudul Generasi Tutorial. Berikut ini akan saya sajikan ulasannya dan mari kita kupas secara menyuluruh.
Banyak Tanya dan Orang Indonesia yang Malas
Dalam pembuka tulisan berjudul Generasi Tutorial, Gita langsung menyuguhi kita dengan pertanyaan-pertanyaan ini:
“Kak, gimana sih caranya biar bisa kritis kayak Kak Gita?”
“Kak, gimana caranya Kak Gita bisa banyak tau tentang macem-macem?”
“Kak, biasanya kak Gita baca berita di mana?”
“Kak, gimana sih cara Kak Gita baca berita gitu? Liat di mana? Kak Gita kan sibuk kuliah.”
Dari pertanyaan-pertanyaan itu, Gita Savitri langsung bisa dengan mudah menghakimi bahwa orang Indonesia itu, apalagi generasi sekarang, adalah orang yang banyak tanya tapi malas mencari. Dalam benak Gita, orang Indonesia serupa para bayi yang hanya makan jika disuapi.
“Kalo lo tanya ke gue kenapa Indonesia, walaupun udah berkali-kali upacara 17 agustusan, sampe sekarang tetep nggak maju-maju, jawabannya adalah karena orang Indonesia itu pemalas dan nggak ada inisiatif. Semua-muanya harus dikasih tau, harus dicekokin, harus disuapin.”
Anggapan jamak seperti itu sepertinya sesuatu yang wajar saja. Toh, untuk urusan buang sampah sembarangan saja, kita juga sering menyebut itu sebagai budaya orang Indonesia. Jadi, Gita dan kita tak jauh berbeda.
Namun, yang agak menganggu di sini adalah sikap jumawa Gita Savitri yang mengesankan bahwa dia paling tahu segalanya dan dia sangat pantas bersikap sinis seperti itu.
Padahal, berdasarkan pertanyaan-pertanyaan itu kita bisa membuat dua asumsi. Pertama, pertanyaan-pernyataan itu sangat mungkin hanya keluar dari para pengikut setia Gita Savitri—para dedek emesh itu—yang memang kebanyakan adalah bocah lugu yang rewel. Kedua, mungkin juga Gita Savitri memang punya kualitas pengetahuan yang sangat luas serupa laut. Gita, di mata para bocah itu, adalah Google dalam bentuk perempuan cantik.
Saya tak meragukannya. Gita kuliah di Jerman dan itu sudah menjadi bukti. Ada banyak raksasa pemikiran yang tumbuh dan berkembang di negeri adiluhung itu. Karl Marx, Nietzche dan bahkan yang paling kontemporer: Jurgen Habermas. Mereka pernah tinggal di Jerman. Sehingga kita mafhum dengan sikap kritis Gita Savitri yang sedikit pongah itu. Ia pasti sudah khatam membaca kitab German Ideology atau Also Sprach Zarathrusta.
Tapi, kak Gita, sepertinya kak Gita belum pernah mendengar nama sastrawan Indonesia ini: Eka Kurniawan. Ia adalah sastrawan hebat yang pernah masuk dalam bursa calon pemenang penghargaan buku bergengsi dunia Man Booker Prize. Novel Lelaki Harimau dan Cantik Itu Luka, adalah dua karyanya yang sering diresensi di banyak media internasional, misal seperti New York Times dan media dunia lainnya. Dan Eka Kurniawan adalah orang Indonesia dan kuliah di kampus lokal.
Dan saya yakin, Eka tak mau buang waktu untuk membuat tulisan kritik tentang kemalasan orang-orang Indonesia. Semua itu sudah klise. Eka sering menulis tulisan satir, tapi itu ia sampaikan dengan nada oto-kritik, bukan dalam benak seorang megalomania serba tahu segala hal.
72 tahun Indonesia merdeka. 72 tahun bangsa ini selalu dianggap kerdil dalam segala hal. Tapi, sudahlah, jangan terlalu lama seperti itu. Kini waktu yang tepat guna menguatkan pijakan.
Kita memang sudah lazim dikenal sebagai bangsa yang gemar kelahi, mudah diprovokasi dan fanatik tapi daya kritisnya tumpul. Namun sampai kapan kita merawat anggapan itu dengan siraman sinisme? Bakar saja semua emblem stereotipe tentang budaya medioker orang Indonesia.
Buang jauh-jauh sinisme tentang orang-orang Indonesia itu. Budaya malas baca dan buang sampah sembarangan sudah usang. Sinisme takkan membuat bangsa ini besar, tapi tetap akan membuatnya awet menjadi tanaman bonsai.
Jadi, kak Gita Savitri yang kecantikannya paripurna, percayalah bahwa orang Indonesia (sudah) bukan pemalas! Please, saya tak mau kak Gita Savitri jadi orang sombong seperti mahasiswa Indonesia yang juga kuliah di Jerman itu.
More from Bermain
Mainan Tradisional Jaman Dulu: Warisan Budaya yang Membangkitkan Nostalgia
Mainan Tradisional Jaman Dulu: Warisan Budaya yang Membangkitkan Nostalgia Mainan tradisional jaman dulu memiliki pesona tersendiri yang membedakannya dari mainan modern. …
Mainan Jaman Dulu yang Terlupakan
Mainan Jaman Dulu yang Terlupakan Di sudut-sudut desa dan lorong-lorong kota, masih tersimpan kenangan tentang mainan jaman dulu yang kini mulai …
Nostalgia dan Dinamika Suara Radio Elshinta Jakarta
Nostalgia dan Dinamika Suara Radio Elshinta Jakarta Awal Mula Elshinta: Melodi dan Berita di Udara Jakarta Radio Elshinta resmi diluncurkan pada 14 …
2 Comments
Itu fotonya salah, bukan Kim Jiwon itu mah tapi Song Hyekyo. Hehe.
Halo Arip, terimakasih koreksinya. Sudah kami betulkan. 😉