Susah bahagia?
Banyak faktor yang bisa membuat kita tidak bahagia atau bahkan sulit untuk bahagia. Menurut Ruby Wax, kita yang hidup di era modern ini memiliki banyak hal yang dapat memengaruhi kepuasan hidup seseorang untuk menggapai kebahagiaannya secara utuh.
Seringkali atau bahkan harga diri manusia modern ditentukan oleh hal-hal artifisial di media sosial yang mengarah pada aktif atau tidaknya seorang pengguna medsos tertentu dan lebih parahnya lagi hal itu diglorifikasi jadi tolok ukur untuk melihat kebahagiaan yang dimiliki manusia modern saat ini.
Terdapat anggapan bahwa manusia modern seperti anak kucing yang berteriak saat minta makan “miaw”, “miaw”, “miaw” untuk meminta makan pemilikinya. Kita bisa melihat dengan jelas di sekitar kita bahwa manusia modern berkecenderungan meminta love, like, follow, comment dan share di akun media sosialnya.
Lingkungan kerja, sekolah dan pertemanan bisa sangat memengaruhi kondisi kebahagiaan kita. Misal, beban kerja yang tidak kunjung usai, bos yang mungkin mudah marah, pertemanan yang saling membicarakan A.K.A julid, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), nilai ujian, saingan popularitas dengan kakak kelas atau love-hate relationship, atau mungkin jumlah harta menjadi tolok ukur kesuksesan seorang manusia modern.
Sejumlah contoh yang disebutkan di atas boleh jadi merupakan pemicu terganggunya kadar bahagia yang kita miliki yang berdampak pada efektifitas kita dalam beraktivitas.
Hal-hal tersebut menjadi landasan seseorang tidak bahagia dan sialnya, orang-orang tersebut, mengizinkan ketidakbahagiaan itu mengelilinginya.
Lantas, mengapa?
Selain adanya faktor-faktor yang saya sebutkan terkhususkan yang kita dapati dari lingkungan. Faktor utama hadirnya ketidakbahagiaan seseorang agaknya disebabkan ia mengizinkan hadirnya ketidakbahagiaan dalam hidupnya.
Seperti misalnya, berekspektasi terlalu tinggi dan tidak pada tempatnya, merasa dirinya spesial tanpa mampu menjelaskan kenapa bisa jadi spesial, beranggapan jika kebahagiaan didapat dengan memiliki apa yang diinginkan, memicu pada sifat tidak pernah puas (hedonic adaption), bingung ling-lung, mencari simpati dari orang lain, tidak peka, dan seterusnya.
Tanpa disadari beberapa hal tersebut akan menghambat kebahagiaan yang seharusnya bisa kita gapai tanpa perlu adanya alasan-alasan dan sumber lain.
Menurut Regis Machdy dalam buku Loving The Wounded Soul manusia modern lebih banyak menerima stresor setiap harinya. Sehingga tidak heran jika hormone stres (kortisol) yang ada di dalam diri kita selalu dalam keadaan aktif.
Mari kita bercermin sebentar, kita juga terkadang kecewa dengan adanya jerawat yang tiba-tiba muncul saat mau ada event tertentu. Kita akan cenderung mengkritik hadirnya jerawat tersebut. Belum lagi keseringan makan malam yang sulit dihindarkan.
Tak heran jika nantinya low body image menjadi wabah yang akan menganggu penyakit mental lain manusia modern.
Ada baiknya kita sebagai manusia yang hidup di zaman memasuki so called revolusi industri 4.0 meluangkan waktu untuk sekadar bercengkrama dengan diri sendiri dan yang terdekat.
Mencoba untuk menghabiskan waktu untuk beribadah misalnya, menikmati pemandangan alam, meditasi, bercerita dengan teman atau dengan pasangan dan masih banyak hal lain yang bisa kita lakukan jika kita mau untuk meluangkan dan lebih menghargai diri kita sendiri.
Sadar atau atau nggak saat ini kita hidup di era yang menuntut untuk multitasking, banyak interupsi dari gawai pintar dalam genggam, notif dari pesan WhatsApp, Line, Twitter, Instagram, Youtube dan rangkaian media sosial lainnya.
Loh & Kanai menyebut kegiatan multitasking akan memenuhi otak kita dan perlahan-lahan dapat merusak fungsi otak, lho! Serem banget, kan?
Inget, kebahagiaan kita itu pilihan sepenuh dan sesadarnya diri kita, hidup kita, oleh sebab itu kitalah kreator kebahagiaan untuk diri kita sendiri.
Jadi gimana dong biar bahagia?
Ya dibawa santai aja, didoakan aja, dinikmati aja, sepenuh kita mampu aja, dan bersyukurlah karena masih ada orang baik di sekelilingmu.
Kalau semua-muanya mau dikerjakan dan dimenangi. Pertanyaan yang muncul bukanlah kenapa sih nggak bahagia, melainkan mau nunggu sampai kapan untuk bisa bahagia?
Oke, kamu pilih gimana?
You might also like
More from Cerapan
Silent Treatment dalam Pertemanan: Saat Diam Menjadi Senjata
Silent Treatment dalam Pertemanan Dalam pertemanan, komunikasi adalah kunci utama untuk menjaga hubungan tetap sehat dan harmonis. Namun, apa jadinya jika …
Time Management Matrix: Strategi Efektif Mengelola Waktu dan Prioritas
Time Management Matrix: Strategi Efektif Mengelola Waktu dan Prioritas Dalam kehidupan yang semakin sibuk, kemampuan untuk mengelola waktu dengan baik menjadi …
Kebutuhan Tidak Penting tapi Mendesak
Kebutuhan Tidak Penting tapi Mendesak Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan dinamis, sering kali kita dihadapkan pada berbagai macam kebutuhan. …