Kita semua tahu, sastra mampu membuat apa yang tak mungkin jadi mungkin. Sastra bisa merayakan kemiskinan bahkan hingga alienasi dalam bentuknya yang sublim dan terkadang surealis. Di tengah dunia modern yang semakin berisik dan cepat, sastra bisa menjadi oase bagi manusia yang teralienasi.
Patokan zaman modern galibnya kita ketahui adalah penemuan mesin uap. Sejak saat itu, terjadi industrialisasi ekonomi besar-besaran. Industrialisasi tersebut telah mengubah cara manusia-manusia modern hidup dan menciptakan sebuah alienasi di tengah hiruk pikuk industri.
Ada banyak sastrawan yang telah menulis ode-ode untuk alienasi. Cerita dari Franz Kafka tentang Gregor Samsa yang tiba-tiba berubah menjadi serangga, adalah salah satu cerita alienasi yang paling banyak dibaca dan dibicarakan. Cerita alienasi di Metamorfosis Kafka tak bisa disangkal lagi menjadi salah satu batu loncatan sastra modern yang muncul kemudian: sastra yang menawarkan banyak hal, tetapi, tak menegaskan apapun.
Karya-karya Kafka memang telah banyak memengaruhi novelis-novelis dan sastrawan besar setelahnya. Ada nama-nama besar seperti Jean-Paul Sartre, Haruki Murakami, Albert Camus, sampai Gabriel Garcia Marquez yang terpengaruh oleh karya-karya Kafka. Kafka juga menjadi salah satu penulis yang namanya menjadi sebuah istilah, Kafka-esque, yang mendeskripsikan keadaan seperti yang tercermin di karyanya, Proses dan Metamorfosis. Istilah Kafka-esque sendiri bisa digunakan ketika manusia dihadapkan pada kerumitan tidak penting yang membuatnya kelimpungan, yang seringkali kita temui di proses birokrasi.
Gregor Samsa yang menjadi lakon utama di Metamorfosis, adalah seorang salesman atau pedagang keliling. Gregor Samsa setiap hari terbebani oleh pekerjaannya dan keluarga yang harus dihidupinya. Kita bisa mengatakan tema alienasi yang diangkat Metamorfosis merupakan subjek yang begitu kompleks. Untuk memahami konsep alienasi sendiri, kita mesti memahami pondasi sosio-ekonomi di masyarakat dan agaknya memang kita tak bisa jauh-jauh dari Karl Marx yang mengonsep alienasi.
Alienasi singkatnya bisa kita pahami ketika kita tak mengenal lagi diri kita sendiri. Alegori Gregor Samsa yang terbangun di pagi hari, berubah menjadi serangga, dan terasing dari tubuhnya sendiri merupakan alegori cerdik yang diciptakan oleh Kafka untuk menggambarkan kehidupan manusia modern. Kita bisa mendapati Gregor Samsa yang cemas, merasa bersalah, dan kesepian, pada diri manusia-manusia modern.
Dalam kontempelasi Gregor saat menjadi serangga, kita bisa melihat Gregor tak pernah memikirkan dirinya. Gregor akan selalu memikirkan pekerjaannya, hutang ayahnya, ibunya, dan saudara perempuannya yang harus ia tanggung. Dalam Metamorfosis ini diperlihatkan bagaimana piawainya Kafka menjelaskan rantai kapitalisme melalui Gregor Samsa yang seorang kelas pekerja.
Gregor yang tak bisa bangun dari ranjangnya, merasa cemas karena ia akan telat dan kemungkinan besar tak bisa masuk bekerja. Gregor menyalahkan dirinya sendiri karena ia menjadi malas. Gregor yang bekerja pada sebuah firma menyadari, ketidakhadiran pekerja akan memunculkan rasa curiga yang besar pada perusahaan.
Kafka memahami betul kelambanan dalam logika industrialisasi yang nampak tak bisa diterima dan ditolerir. Dalam Metamorfosis, Kafka menunjukkan bagaimana Gregor yang melihat jam dan menyadari dirinya akan telat bekerja, menyalahkan dirinya sendiri karena lamban. Tentu rasa bersalah akan keterlambatan tak diciptakan oleh Gregor sendiri, melainkan sudah menjadi hukum dari industrialisasi dan zaman modern itu sendiri.
Maka tak berlebihan jika kita katakan membaca sastra atau membaca buku apapun, merupakan sebuah perlawanan pada dunia modern yang telah mengubah Gregor menjadi serangga. Dunia modern yang serba cepat, berisik, dan terus menerus menuntut kita dengan segala mitos efisiensinya. Membaca sastra sendiri merupakan laku kesunyian dan memahami, yang tentunya tidak bisa kita dapatkan apabila membacanya dengan cepat.
Laku membaca lamban ini tentu menjadi paradoks di tengah-tengah gempuran informasi yang kian hari kian cepat dan kian banyak. Tak ayal, banjir informasi tersebut membuat perhatian kita cepat teralihkan dan menurunkan kemampuan memahami sebuah bacaan. Roby Muhamad, seorang cendekiawan, dalam pidato kebudayaannya di Dewan Kesenian Jakarta bulan lalu bahkan sampai pada klaim jika manusia modern tak bisa menemukan lagi sebuah kebenaran, karena senang diganggu perhatiannya oleh informasi remeh temeh dan dangkal yang mengalir dengan begitu cepat di internet.
Apakah kita menjadi semakin bodoh? Ya, semacam itu. Menurut Nicholas Carr, kebiasaan berinternet kita yang hiperaktif bisa membahayakan kesehatan mental yang kita perlukan untuk memproses dan memahami informasi tekstual. Berita-berita yang muncul dengan cepat dalam hitungan detik membuat kita terus menglik satu tautan berita ke tautan lainnya, tanpa terlibat lebih jauh untuk memahami lebih mendalam teks tersebut. Apalagi ketika berita tersebut dipotong-potong menjadi beberapa bagian pendek yang lazim kita jumpai di media daring. Belum lagi gangguan dari sosial media yang kita punya, yang membuat kita terus-menerus membaca teks-teks pendek yang kadang berisi informasi remeh temeh dan dangkal.
Arus informasi yang semakin cepat dan deras membuat kita piawai dalam mengumpulkan dan mengetahui informasi terkini. Namun, kita juga lupa bagaimana rasanya duduk tenang, berkontempelasi, dan merangkai informasi-informasi tersebut menjadi satu kepaduan. Mungkin saja kita butuh berubah menjadi serangga seperti Gregor Samsa agar bisa duduk tenang dan berkontempelasi barang sejenak saja.
More from Cerapan
Silent Treatment dalam Pertemanan: Saat Diam Menjadi Senjata
Silent Treatment dalam Pertemanan Dalam pertemanan, komunikasi adalah kunci utama untuk menjaga hubungan tetap sehat dan harmonis. Namun, apa jadinya jika …
Time Management Matrix: Strategi Efektif Mengelola Waktu dan Prioritas
Time Management Matrix: Strategi Efektif Mengelola Waktu dan Prioritas Dalam kehidupan yang semakin sibuk, kemampuan untuk mengelola waktu dengan baik menjadi …
Kebutuhan Tidak Penting tapi Mendesak
Kebutuhan Tidak Penting tapi Mendesak Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan dinamis, sering kali kita dihadapkan pada berbagai macam kebutuhan. …