Masa remaja saya adalah suatu odisei yang dipenuhi oleh irama dan harmoni, diwarnai oleh kebersamaan dalam sebuah band. Pada saat itu, lagu-lagu Blink-182 bagaikan bunyi sirene yang menuntun kami setiap kali memasuki studio musik sewaan. Sebelum menyelami lautan Hardcore, Punk, Metal, dan karya-karya “underground” lainnya, Blink-182 adalah kapal yang membawa saya merapat ke pelabuhan cinta akan musik.
BACA JUGA: Menolak Lupa: Menyelami Blink-182 dan Masa Remaja
Lantunan-lantunan dari album “Enema of the States” dan “Take Off Your Pants and Jackets” sering menjadi nyala bara langkah kami saat memulai sesi di studio. Nyanyian seperti “All the Small Things”, “The Rock Show”, “Adam’s Song”, “Anthem Part 2”, “Stay Together For The Kids”, dan banyak lagi, adalah serangkaian lagu-lagu yang tetap membekas hingga hari ini, sebuah testament akan kuasa musik dalam membentuk ingatan dan emosi.
Kini, di tengah hiruk-pikuk meletusnya potensi perang dunia 3, Blink-182 melahirkan sebuah mahakarya baru: “One More Time”. Setelah 12 tahun terpisah, Mark Hoppus, Tom DeLonge, dan Travis Barker kembali bersatu, membentuk simfoni yang menggabungkan energi, humor, dan emosi dalam satu panggung. Bagi saya, adalah sebuah dosa tak terampuni bila tak segera menyelami galaksi lagu-lagu baru mereka, yang begitu nyata memanggil jiwa saya kembali ke masa remaja, di mana rasa kebebasan adalah simfoni yang tak pernah padam, jika tidak dikatakan, paripurna.
BACA JUGA: Explosions In The Sky: Langit yang Meledak ke Dalam
Album ini merefleksikan pengalaman hidup mereka yang penuh dengan lika-liku, seperti penyakit kanker Hoppus dan obsesi DeLonge dengan UFO. Lagu-lagu di album ini juga bervariasi dari anthem pop-punk yang menggelegar seperti “Anthem Part 3” dan “Turpentine”, hingga balada melankolis yang menyentuh dan sering dijadikan content TikTok pengurai air mata, terutama untuk lagu “One More Time” dan “You Don’t Know What You Got”. Apakah sikap ini berlebihan?
Saya rasa tidak, menurut literatur yang diterbitkan dalam “Frontiers in Psychology”, panutan seperti Blink 182 dapat berperan dalam membentuk identitas diri dan motivasi dalam mengejar mimpi. Blink 182, yang kebanyakan memiliki pendengar remaja saat 2000an awal menjadi inspirasi untuk terus mengasah kemampuan bermusik dan menciptakan musik yang bermakna, yang mungkin juga menuai hasil 20 tahun kemudian.
Album ini adalah bukti bahwa blink-182 masih bisa membuat musik yang relevan, menyenangkan, dan bermakna bagi para penggemar lama maupun baru.
Album ini dibuka dengan lagu “Anthem Part 3”, yang merupakan lanjutan dari lagu “Anthem” dan “Anthem Part 2” di album sebelumnya. Lagu ini menampilkan riff gitar yang menghentak, drum yang cepat, dan vokal yang penuh semangat dari Hoppus dan DeLonge. Berbicara tentang perasaan frustrasi dan marah terhadap dunia yang tidak adil dan korup. Lagu ini juga mengandung beberapa referensi ke lagu-lagu blink-182 yang lama, seperti “All the Small Things” dan “What’s My Age Again?”. Lagu ini adalah sebuah penghormatan bagi para penggemar setia blink-182 yang telah mengikuti perjalanan mereka selama bertahun-tahun.
Ada juga “Feel In Love”, yang merupakan salah satu lagu favorit saya di album ini. Lagu ini memiliki tempo yang agak cepat dengan sentuhan elektronik yang catchy. Sebuah tembang yang pas diputar di pagi hari, memiliki energi tinggi untuk memulai hari. Ringan dan tanpa beban.
Selanjutnya adalah “One More Time”, yang merupakan lagu andalan album ini. Sebuah balada piano yang sangat emosional dan menyentuh. Ditulis oleh Hoppus sebagai ungkapan cintanya kepada istrinya, Skye Everly, yang selalu mendukungnya selama ia berjuang melawan kanker. Liriknya berbicara tentang harapan, rasa syukur, dan keinginan untuk hidup lebih lama bersama orang yang dicintai. Lagu ini juga menampilkan paduan suara dari para penggemar blink-182 yang ikut menyanyikan bagian akhir lagu. Lagu ini sangat mengharukan acapkali meneteskan air mata para konten kreator di TikTok.
Selanjutnya ada “You Don’t Know What You Got”. Diawali dengan ketukkan khas Travis, sederhana namun indah. Kali ini ditulis oleh DeLonge sebagai ungkapan rasa terima kasihnya kepada para penggemar blink-182 yang selalu setia mendukungnya dalam segala hal, termasuk ketertarikannya dengan UFO dan proyek-proyek musik lainnya. Liriknya berbicara tentang pentingnya menghargai apa yang kita miliki sebelum kita kehilangannya.
Secara keseluruhan, album One More Time adalah sebuah karya epik dari blink-182. Di usia yang tak lagi muda, melalui mesin waktu yang bernama musik, mereka mengembalikan semangat zaman yang sempat hilang dengan kemasan yang lebih dewasa, namun tak kehilangan sisi Blink 182 yang urakan dan tak pedulian, jauh sebelum The Subtle Art Not Giving A Fuck dipublikasi oleh Mark Manson.
Album ini menunjukkan bahwa mereka masih memiliki bara api dalam berkarya yang membuat mereka menjadi salah satu band pop-punk terbaik sepanjang masa. Album ini juga menunjukkan bahwa mereka telah berkembang sebagai manusia dan sebagai musisi, dengan menghadapi berbagai tantangan hidup dengan cara mereka sendiri. Album ini adalah sebuah hadiah bagi para penggemar blink-182, yang telah menunggu selama 12 tahun untuk mendengar suara mereka lagi.
Dengan One More Time, Blink-182 tidak hanya mengajak para penggemar untuk berjalan melalui lorong memori, tetapi juga menunjukkan evolusi mereka sebagai musisi. Dari ‘Anthem Part 3’ yang energetik hingga ‘One More Time’ yang emosional, album ini menawarkan perpaduan nostalgia dan kebaruan, membuktikan bahwa Blink-182 masih relevan dan penting bagi dunia musik pop-punk.
Sebuah perayaan atas kehidupan, cinta, dan musik. Sebuah kisah tentang blink-182, yang berkata: ONE MORE TIME.