Kamu sedang membaca, Review Serial: Squid Game, Pertaruhkan Nyawa Dalam Permainan Anak-Anak
Apa jadinya jika ratusan orang berada dalam satu ruangan dengan masalah dan perasaan yang sama: putus asa. Seong Gi-hun (Lee Jung-Jae) bersama ratusan orang lainnya terjebak dalam lingkaran setan hutang yang dikejar-kejar si pemberi hutang yang lebih mirip gerombolan gangster daripada debt collector. Gi-hun juga bukanlah sosok ayah dan anak yang sempurna, pada satu momen ia dan ratusan orang lainnya mendapat kesempatan untuk ikut sebuah permainan dengan iming-iming hadiah sebesar 45,6 milyar won. Selamat datang di Squid Game!
Squid Game merupakan drama Korea terbaru di Netflix yang kini ramai dibicarakan warga internet, dan para penggemar film pada umummnya. Squid Game merupakan serial bertema survival death game. Sama halnya dengan Alice in Borderland, Hunger Games, Battle Royale, dan judul-judul lain serupa, serial ini bisa menjadi tontonan yang tidak kalah seru dengan serial bertema sejenis.
Bukan genre yang asing memang, namun cukup langka dalam tabel drama Korea pada umumnya. Penulis Squid Game sekaligus sutradara Hwang Dong-hyuk konon menghabiskan 10 tahun dalam penulisan skenario serial ini.
Permainan Tradisional Anak-anak Disulap Jadi Permainan Mematikan
Tema survival death game memang tak akan jauh dari nuansa distopia, yang menarik dalam Squid Game adalah serial ini memiliki ide spesifik dengan desain produksi tersendiri dalam usaha bertahan hidup melalui permainan tradisional anak di Korea Selatan.
Gagasan ini cukup ekstrem mengingat permainan anak-anak tidak seharusnya mematikan. Logika ini dijungkirbalik oleh Hwang Dong-hyuk menjadi sesuatu yang lethal dan menegangkan. Menimbulkan perasaan campur aduk dan tidak nyaman ketika menontonnya.
Kemenarikan lainnya juga terlihat dari setup lokasi yang secara sengaja diberi tone cerah warna-warni hingga seragam olahraga anak-anak SD yang diberi nomor seperti peserta PON Papua.
Musik latarnya juga memberi aura tersendiri, terutama ketika permainan Red Light, Green Light di mana para peserta harus melewati garis agar selamat dari tembakkan boneka raksasa menggemaskan yang di dalamnya terdapat senapan otomatis yang terintegrasi dengan sensor surveillance camera terpasang di matanya.
Boneka raksasa itu mengingatkan saya pada sosok Samantha Lewthwaite, seseorang yang siap meledakan siapapun yang sedang bergembira dan bersenda gurau bersama keluarga di tengah pusat wisata publik. Terlihat ramah, baik, alim, tidak mungkin menyakiti, seseorang yang mungkin kamu lihat di bangku Commuter Line atau Transjakarta, namun siap mengubah nuansa kehidupan menjadi apokaliptik secara tiba-tiba.
Patut diakui jika produksi Squid Game ini memang dipenuhi energi totalitas, dari mulai produksi, akting, properti, latar hingga sinematografi yang sangat memikat.
Secara umum Squid Game ini merupakan permainan yang mengharuskan pemainannya menggambar geometri seperti cumi-cumi yang akan berakhir ketika ada peserta yang berhasil menjadi pemenang.
Melihat Realitas Kehidupan Dari Lensa Kamera
Kehidupan tidak berpihak kepada Seong Gi-hun, karakter utama dalam serial Squid Game. Boleh jadi Gi-hun adalah representasi dari ratusan orang lainnya, yang membedakan adalah profesi saja. Misalkan, ada pebisnis gagal seperti Park Hae Soo, atau revolusioner gagal dari Korea Utara yang menjadi imigran macam Kang Sae-Byeok. Semuanya memiliki kepahitan masing-masing.
Para peserta bukannya tidak tahu jika permainan Squid Game ini mematikan, karenanya mereka memiliki alasan reasonable kenapa mereka harus melanjutkan pemainan ini daripada memilih untuk tidak mengikutinya. Di dalam setiap episode akan ditemukan motivasi para peserta kenapa mereka melanjutkan permainan ini. Membuat kita yang menontonnya terhenyak dan mencoba untuk masuk dalam dunia cerita, “Bagaimana kalau itu aku?”
Setiap aktor memberi penampilan gemilang dan gaspooool. Selain itu, serial ini merupakan debut akting dari model Ho Yeon Jung, dan Ia berhasil memberikan penampilan perdana yang berkualitas. Saya sendiri sebetulnya sebal dengan karakter Kang Sae-Byeok yang dingin-dingin annoying itu!
Drama Korea yang Layak Ditonton Sampai Habis
Saya termasuk minim punya ketertarikan dalam menonton serial drama Korea, beberapa kali mencobanya namun jarang sukses hingga tuntas. Terhitung jari drama Korea yang berhasil menyenangkan saya antara lain Vagabond, Arthdal Chronicles, dan Start Up.
Yang pertama, saya menonton serial itu tanpa kesengajaan, saat itu saya mau eksplorasi genre tontonan, tidak mau western-centris kemudian jatuhlah pilihan pada drama Korea, biasanya saya akan menilai sebuah serial hingga 3 episode. Ketika menurut saya bagus, ya lanjut. Vagabond menjawab hal itu, setidaknya bagi saya.
Ini tidak terjadi pada Crash Landing On You atau bahkan Money Heist, di season 1 saya tak kuat meneruskan ke episode selanjutnya setelah 3 episode. Too telenovelish-esque. Lalu, yang kedua Arthdal Chronicles, serial ini bermuatan sejarah, dan menyenangkan ketika ditonton, berkisah soal perebutan kuasa yang terselip cerita cinta yang getir menggigil. Dan terakhir adalah Start Up, hanya penasaran dengan alur cerita dari persepktif tech-environment dalam kacamata budaya pop Korea Selatan.
Tema survival death game biasanya terlalu claustrophobic, namun ini tidak berlaku di Squid Game, komposisi dan pengaturan plot serta alur cerita terasa dekat dengan kehidupan harian. Sesuatu yang mudah kita temui. Meskipun beberapa plot hole ditemukan, misalnya penomoran pada peserta sering berganti rupa sehingga inkonsistensi tampak telanjang, debt-collector yang menagih Gi-hun hilang entah kemana, Gi-hun tidak langsung membayar hutang setelah menang, dan kakek Il-nam yang khianat terhadap idenya sendiri, seorang penggagas permainan yang mengusung keadilan sekaligus berbuat curang di kemudian hari. Apakah ini akan dijelaskan pada season 2?
Saya tidak tahu suatu hari nanti apakah bakal ada season 2 mengingat season 1 saja menghabiskan 10 tahun dalam proses produksinya. Jika membutuhkan waktu yang sama, dari sisi bisnis dan marketing ini sungguh tidak efektif dan efisien, meskipun bukan hal yang mustahil untuk dilakukan.
Serial Squid Game terdiri dari 9 episode yang dirilis secara bersamaan, durasi setiap episode juga galib sekitar 50 hingga 60 menit. Cerita fokus berkutat di sekitar Seong Gi-hun sebagai karakter utama. Menjelang episode terakhir cerita mulai agak menggantung, sehingga terasa kurang memuaskan!
Squid Game mencapai tonggak sejarah sebagai serial drama Korea yang menempati peringkat pertama dalam daftar 10 acara TV teratas di Netflix Amerika Serikat (AS).
Menempati urutan pertama di Korea Selatan dan 13 negara lainnya termasuk Singapura dan Vietnam. Squid Game juga menempati posisi kedua dalam daftar 10 acara TV teratas Netflix secara global, bersama drama asal Inggris Sex Education.
BACA JUGA: Review Serial, The Queen’s Gambit, Lahirnya Renjana Permainan Catur
You might also like
More from Tontonan
The Commuter: Plot Twist dan Endingnya
The Commuter: Plot Twist dan Endingnya "The Commuter," dibintangi oleh Liam Neeson, membawa penonton dalam perjalanan menegangkan penuh kejutan. Michael MacCauley, …
Analisis Ending Film The Commuter
Analisis Ending Film The Commuter "The Commuter," sebuah film thriller yang dibintangi oleh Liam Neeson, membawa penonton dalam perjalanan yang penuh …
Pesan Moral Film Sokola Rimba: Menguak Pelajaran dari Kehidupan di Tengah Hutan
Pesan Moral Film Sokola Rimba Film “Sokola Rimba” bukan hanya sekadar sebuah karya sinematik yang menghibur, tetapi juga sarat dengan pesan …