Tenaga surya dapat digunakan untuk menghasilkan listrik gratis. Listrik tenaga surya untuk rumah saat ini bukan hanya sekadar tren, melainkan kebutuhan yang perlu diterapkan di berbagai negara, paling tidak di negara-negara yang berpartisipasi pada Paris Agreement pada 2015 silam. Bukan hal mustahil untuk dilakukan mengingat tenaga surya atau tenaga matahari termasuk sumber daya alam yang tidak akan habis.
Indonesia menargetkan 23 persen energi terbarukan pada 2025, namun menurut catatan Dewan Energi Nasional, pada 2019 energi terbarukan di Indonesia baru mencapai 12 persen, dan pada 2020 13,4 persen, artinya naik 1,4 persen. Maka dalam empat tahun Indonesia harus mencapai 9,6 persen agar dapat memenuhi target energi terbarukan pada 2025.
Untuk mencapai ke sana Indonesia perlu menaikan 2,4 persen per tahunnya. Bukan angka yang terlalu tinggi untuk dicapai mengingat potensi energi surya di sini berlimpah ruah karena posisinya yang berada di titik khatulistiwa.
Ketergantungan kita terhadap energi fosil memang sudah menemui titik batas toleransi. Seakan energi fosil adalah candu yang susah dilepas. Memang energi fosil ada gunanya, terutama dalam menggerakan industri manufaktur yang memerlukan pasokan listrik super besar. Namun, pada banyak hal sumber listrik dari energi fosil itu mendominasi aktivitas kita sehari-hari. Agak kontradiktif dengan Paris Agreement.
Pelan namun pasti dunia menuju pada pemanfaatan energi ramah lingkungan ketimbang menggunakan batu bara yang cenderung destruktif.
Saat ini Cina sudah punya stasiun PLTS berbentuk Panda di Datong, Shanxi, diproyeksikan dapat menyediakan listrik ramah lingkungan hingga 3,2 miliar kilowatt per jam dalam 25 tahun ke depan. Kanada punya Sarnia Photovoltaic Power Plant berkapasitas 50 MW, Amerika punya Topaz Solar Farm berkapasitas 550 MW, dan pada 2020 SoftBank, Acme Solar, dan Avada Energy berinvestasi sebesar 1,3 miliar USD bersama India dengan mengembangkan Bhadla Solar Park berkapasitas 2.245 MW.
Sedangkan Indonesia sejak akhir 2017 lalu sebetulnya berencana membangun PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kab. Bandung Barat, perihal feasibility dan grid interkoneksi study untuk proyek Floating Photovoltaic Solar Power Plant berkapasitas 200 MW telah diserahkan ke PT PLN, namun proyek tersebut mengalami kendala administrasi.
Baru pada Desember 2020, Pemprov Jawa Barat meresmikan pembangunan Floating Photovoltaic Solar Power Plant berkapasitas 145 MW yang semula 200 MW itu. Perlu 2 tahun lebih dalam mengurus administrasinya.
PLTS Terapung Cirata ini dibangun oleh anak perusahaan PT PLN, yakni PT Pembangkit Jawa-Bali Investasi (PJBi) yang bermitra dengan Masdar, perusahaan yang berbasis di Uni Emirat Arab (UEA). Proyek PLTS Terapung di Cirata ini memiliki nilai investasi sebesar 129 juta USD yang bila dikonversi ke rupiah dengan kurs per dollar Rp15.000 itu berarti 1,9 triliun rupiah. PLTS terapung di Waduk Cirata ini diklaim yang terbesar di Asia, biar begitu pembangunannya sendiri bakal dimulai pada 2021 (Tahun ini).
Bali, melalui gubernurnya, telah mengeluarkan Pergub yang mendukung sepenuhnya pemanfaatan energi bersih, terutama untuk listrik tenaga surya atap yang bisa diterapkan untuk rumah-rumah.
Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2019 Tentang Bali Energi Bersih menjadi peraturan yang akan mempercepat upaya untuk melindungi, dan memperbaiki alam lingkungan Bali beserta segala isinya.
Peraturan ini terdiri dari 11 Bab dan 33 Pasal dengan semangat utama menjamin pemenuhan semua kebutuhan energi di Bali secara mandiri, ramah lingkungan, berkelanjutan dengan menggunakan energi bersih. Salah satu yang diatur adalah percepatan pengembangan bangunan hijau. Kini di Bali listrik tenaga surya untuk rumah mengalir seperti air. Bisa dibilang sebagian warga Bali sudah mendapatkan listrik gratis.
Listrik Tenaga Surya Untuk Rumah, Sesuaikan Dengan Kebutuhan
Terdapat beberapa sistem listrik tenaga surya yang umum diaplikasikan di berbagai lokasi dengan metode pengaplikasian berbeda-beda. Ada yang di atas genting atau biasa disebut solar roofing, atau juga di atas dak, ada juga yang di atas tanah atau yang biasa disebut solar ground mount. Berikut beberapa sistem yang ada pada listrik tenaga surya, baik listrik tenaga surya untuk rumah atau di lapangan terbuka.
Sistem On Grid. Sistem ini didesain bagi seseorang yang hendak menghemat tagihan listrik setiap bulannya. Pengguna sistem on grid memiliki dua sumber listrik, dari tenaga surya dan PLN. Keduanya berjalan secara paralel dan saling melengkapi, pada siang hari aliran listrik tenaga surya lebih dominan, sebaliknya pada malam hari PLN lah yang mensuplai listriknya. Sistem on grid sendiri ada yang berbaterai dan ada juga yang tidak.
Secara sederhana sistem on grid tak berbaterai yang paralel dengan PLN, ditujukan untuk menghemat tagihan listrik yang menggunakan skema load sharing di mana pasokan listrik dari pagi-sore berasal dari 2 sumber itu tadi: tenaga surya dan PLN. Yang berarti tagihan listrik ke PLN berkurang alias mendapat listrik gratis.
Sistem Off Grid. Sistem ini pada mulanya didesain bagi penduduk yang belum terelektrifikasi. Dibutuhkan oleh mereka yang hidup di daerah terpencil yang tak tersuplai listrik negara. Namun, semakin ke sini sistem off grid semakin diminati di area perkotaan, tentu saja dengan kapasitas yang tidak terlalu besar mengingat anggaran untuk baterainya berpotensi merontokan anggaran rumah tangga penggunanya. Biasanya juga sistem ini digunakan di daerah perkebunan sawit atau pertambangan.
[the_ad id=”3061″]
Sistem on grid yang berbaterai sering juga disebut sistem Smart Grid yang merupakan gabungan antara sistem On Grid & Off Grid. Kerap juga diistilahkan sistem Hybrid. Sistem ini dilengkapi baterai untuk cadangan listrik.
Ketika PLN mengalami pemadaman listrik pengguna sistem on grid tak akan menyimpan cadangan listrik. Sedangkan sistem smart grid (Hybrid), karena memiliki baterai, ia dapat menyimpan cadangan listrik dengan daya tahan 12-16 jam. Namun, biasanya tergantung dari daya yang terpasang. Sistem ini pun paralel dengan PLN hanya saja memiliki cadangan listrik yang tersimpan pada baterai.
Ketika PLN padam, listrik yang terdapat di dalam baterai akan sangat berguna untuk penerangan.
Dari segi harga, lantaran memiliki baterai, sistem smart grid cenderung lebih tinggi ketimbang sistem on grid. Sistem ini juga menggunakan inverter khusus yang memiliki sistem pendinginan yang bagus.
Nah, ke semua sistem tersebut sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan. Apakah ingin menghemat tagihan listrik atau menyimpan cadangan listrik, hanya sekadar berjaga ketika PLN padam, misalkan.
Memang tidaklah keliru jika energi matahari jauh lebih berkelanjutan, ramah lingkungan, dan menguntungkan dibanding energi fosil. Kapan ya tenaga surya untuk rumah dapat dijangkau oleh seluruh warga negara Indonesia?
You might also like
More from Energi Alternatif
5 Energi Alternatif yang Bisa Segera Diberdayakan di Indonesia
Kalau kita perhatikan terdapat 5 energi alternatif yang bisa segera diberdayakan di Indonesia. Atau mungkin malah lebih dari itu hanya …
Memahami Sistem Listrik Tenaga Surya On Grid
Barangkali banyak dari kita yang bertanya-tanya mengenai sistem listrik tenaga surya itu seperti apa cara kerjanya. Bagaimana bisa sinar matahari …