Tepat pada tanggal 28 September 2018…
“Nak, bantuin adekmu ya. Nanti kalau kamu ke kampus tolong tanya kapan jadwal wisuda”. Begitu pesan mama Nur melalui telepon. Mama Nur adalah Ibu dari sahabatku Agel. Agel terlambat menyelesaikan studi strata satunya karena dia sakit-sakitan sejak menginjak semester VI. Hampir tiap bulan dia jatuh sakit, dan beberapa kali masuk rumah sakit dengan kondisinya sangat memprihatinkan.
Sebenarnya Agel lebih tua dariku. Tapi karena aku jauh lebih dulu menyelesaikan studi S1 Mama Nur selalu menganggapku lebih tua dari anaknya. Kita bersahabat seperti saudara. Keluarga Agel dan keluargaku saling kenal. Agel terlahir dari keluarga besar yang cukup terpandang di Palu, Sulawesi Utara. Aku pernah ke Palu mengantar Agel saat dia sakit kritis.
Perjuangan panjang Agel untuk menyelesaikan kuliah akhirnya berbuah manis meskipun harus berjuang dengan penyakitnya. 10 tahun perjuangan panjang itu ia lalui. Dalam perjuangan ini tidak sekali-dua ia merasa putus asa dan ingin mengakhiri studinya. Namun, berkat dukungan keluarga, terutama Mama Nur, Agel akhirnya terus bangkit meskipun bersusah payah menyelesaikan pendidikannya.
Akhir tahun 2018, Agel akan diwisuda dan secara resmi menerima gelar Sarjana Seni di Insitut Kesenian Jakarta. Sebuah gelar yang sangat ditunggu-tunggu dengan pengorbanan yang sangat panjang dan besar. Agel, dengan segala kelemahan fisiknya mampu melewati masa-masa sulit skripsi. Ibu Nur dengan sabar selalu mendampinginya.
Mimpi harus terus dikejar. Selagi kita masih bisa berusaha jangan pernah berputus asa. Mungkin itulah hal yang tepat untuk menggambarkan sosok Agel. Namun, perjuangan itu belum berakhir. Setelah menyelesaikan skripsi dan lulus sidang S1. Agel harus melewati hal yang lebih berat. Tepat pada tanggal 28 September 2018. Donggala dan Palu Sulawesi Utara diguncang gempa bumi dengan kekuatan 5,9 SR, kemudian disusul dengan gempa berkekuatan 7,7 SR disertai tsunami. Saat berita itu beredar di media massa, aku langsung ingat Agel. Aku berusaha menelepon Agel, Mama Nur, dan kerabat lainnya, namun tak satu orang pun bisa terhubung. Semua nomor telepon di Palu terputus.
Sejak kejadian hingga pagi tanggal 29 September 2018, aku terus saja berusaha menghubungi nomor-nomor telepon orang-orang yang aku kenal di Palu, namun hasilnya nihil. Sejak malam aku terus khawatir dan sesekali meneteskan air mata. Tidurku rasanya tak nyenyak, berkali-kali aku terbangun dan langsung berusaha menelepon kembali, tapi tetap saja tak satupun terhubung. Pagi harinya aku telepon Ibuku. “Ma, Palu terkena tsunami. Agel dan keluarganya berada di sana dan tak satupun nomor hp mereka bisa dihubungi,” ucapku dengan sedih.
“Sebentar, coba Mama yang telepon Agel,” telepon genggam ditutup. Tidak berapa lama Ibuku menelepon kembali. “Bang, barusan Mama telepon Agel nomornya bisa nyambung.” Ucap Ibuku dengan semangat.
“Terus Mama bicara gak sama, Agel?”
“Tidak, langsung Mama matikan.”
“Astaga, kenapa gak bicara langsung aja.”
“Mama tadi udah keburu seneng, mau kasih tau abang.”
“Ya sudah coba abang yang telepon.”
Panggilan pertama tetap saja nomornya tidak bisa dihubungi, panggilan kedua juga sama sampai panggilan ketiga. Ada rasa kesal di dalam hati, tadi kenapa Ibuku tidak bicara langsung saja tanya kondisi Agel di sana. Aku pun berusaha menelepon lagi dan akhirnya bisa masuk. “Ageeeel, gimana kabar lu? Agel, Gel.”
“Ded, kabar gue baik, Ded.” Sambil terisak.
“Mama gimana, Gel?”
“Ini mama.” Agel memberikan ponselnya ke Mama Nur.
“Nak, Mama, Agel, Papamu, Kak Jihan, Kak Akbar, semua baik-baik saja, Nak. Alhamdulillah kami semua selamat, Nak. Doakan Mama ya, Nak, doakan kami di sini semua baik-baik saja. Kami masih berada di luar dari kemarin, di sini tidak ada makanan, kami kelaparan, Nak.” Telepon terputus.
“Ma..Ma..Mama…” Pembicaraan kami terputus.
Setelah dapat tersambung telepon dengan Agel meski hanya 1,37 detik, rasanya sedikit lega setidaknya aku tahu mereka selamat dari gempa dan tsunami.
Sejak telepon saat itu, Agel dan keluarga tidak bisa dihubungi. Aku dan teman-temannya sangat khawatir, betapa tidak karena kita tahu betul Agel sangat rentan dengan penyakit. Sedangkan berada di tempat yang nyaman dan bersih saja dia masih mudah terserang penyakit apalagi di situasi bencana alam.
Malam Selasa, 3 Oktober 2018 empat hari setelah bencana di Palu. Aku kembali berusaha menelepon Agel dan keluarganya dan akhirnya tersambung.
“Agel, gimana kabar lu?”
“Alhamdulillah hingga saat ini baik-baik aja. Kami masih bertahan di luar. Di sini gelap, seperti kota mati. Tidak ada listrik, tidak ada air bersih. Bau mayat di mana-mana. Palu benar-benar berbau busuk.”
“Bantuan belum sampai ke sana?”
“Gak ada, Ded.”
“Termasuk pakaian, tenda dan lainnya?”
“Sama sekali, Ded, belum ada bantuan apapun.”
“Terus bagaimana bisa bertahan? Kalian makan apa?”
“Kami bertahan dari makanan sisa. Masih ada sisa beras yang bisa kami gunakan. Terus ada mie instan juga. Makanan itu yang kami hemat.”
“Mama, Kak Jihan dan lainnya bagaimana?”
“Kak Jihan, Kak akbar dan ponakan gue tadi pagi sudah mengungsi ke Makassar lewat jalan darat.”
“Terus lu tinggal sama siapa di sana?”
“Gue di sini sama Mama dan Papa. Hari Jumat rencana baru nyusul naik pesawat. Tiket udah beli. Tapi gue rasanya udah gak kuat , Ded. Menunggu Jumat itu rasanya terlalu lama. Gue gak tahu bisa apa tidak bertahan selama itu. Gue gak kuat rasanya, Ded. Di sini benar-benar seperti kota mati, bangunan di bawah sana rata sama tanah. Yang dilihat semua kehancuran.”
“Agel, lu gak boleh putus asa. Lu harus kuat. Lu pasti bisa melewati ini semua.”
“Iya Ded, doain gue ya. Di sini benar-benar menakutkan. Di mana-mana bau mayat membusuk. Orang-orang kelaparan. Gue harus segera mengungsi karena takut di sini jadi wabah penyakit.”
“Terus tetangga lu juga gak ada yang dapat bantuan?”
“Belum ada sama sekali, katanya bantuan belum sampai sudah dicegat di tempat lain. Beberapa orang bisa bertahan hidup karena diperbolehkan mengambil makanan di mini market. Tapi ada juga yang rakus, sebagian dari mereka mengambil komputer, uang, ponsel. Yang sebenarnya itu bukan untuk kebutuhan makan. Kita diperbolehkan mengambil barang di mini market tapi kan barang yang dimaksud berupa makanan atau pakaian yang dibutuhkan bukan barang-barang elektronik atau uang.”
“Astaga, semoga bencana ini segera berlalu ya, Gel.”
“Iya makasih, Ded.”
Dua hari kemudian aku kembali menelpon Mama Nur. Aku ingin memastikan bahwa ia akan terbang ke Makassar untuk mengungsi sementara.
“Mama, apa kabar?”
“Mama baik-baik aja, Nak. Mama lagi ke bawah cari makanan?”
“Mama belum dapat bantuan?”
“Belum, Nak. Bahkan satu bungkus mie instan pun kita belum terima.”
“Terus Mama bertahan dengan cara apa?”
“Alhamdulillah, kemarin di kulkas masih ada sisa ikan asin. Itu ikan asin sudah lama sekali, sepertinya sudah tidak bagus. Cuma Mama cuci dan mama bersihkan. Terus Mama goreng. Ikan asin itu yang Mama makan sama Papamu dan Agel, Nak.”
“Ya Allah, padahal kalau dilihat di berita bantuan sepertinya banyak sekali. Dan rumah Mama kan masih berada di kota. Untuk air dan listrik seperti apa?”
“Iya Nak, tapi tak tahulah. Ini mama pusing sekali, sepanjang jalan bau busuk. Bau mayat di mana-mana. Di depan rumah sakit masih banyak mayat yang dibiarkan, karena masih berharap ada keluarga yang mencarinya. Kalau listrik dan air Mama punya genset di rumah. Jadi ponsel bisa di-charge, tetangga-tetangga juga bisa pakai untuk charge HP. Untuk air, Mama bagi-bagi sama tetangga, jadi kita sedot sampai kebutuhan cukup untuk Mama sekeluarga dan tetangga-tetangga yang butuh. Kalau ada makanan biar sedikit Mama kasih ke tetangga yang tidak ada makanan. Yang penting kita sama-sama bisa makan. Hanya saja kalau bensin atau solar habis, mengantri di pom bensinnya dari jam 12 malam bisa jam 12 siang kebagian antrian.”
“Mama harus kuat, Deddy dan teman-teman di sini selalu berdoa. Terus Mama besok jadi terbang?”
“Tidak Nak, pesawat tidak berangkat. Padahal Mama sudah beli tiket.”
More from Fiksi
Surat untuk Mantan
Lara, Ini mungkin adalah surat yang kesekian kali kutulis, tapi kali ini rasanya berbeda. Seperti ikan besar yang terjerat di jaring …
5 Cerpen Cinta yang Akan Bikin Kamu Terbawa Perasaan
5 Cerpen Cinta yang Akan Bikin Kamu Terbawa Perasaan Hey Sobat Semay, siap untuk terbawa oleh ombak perasaan yang mendalam? Ini …