Setelah sebuah persetubuhan dengan Haemi (Jun Jong Seo), dengan latar sinar mentari yang memantul ke dinding lemari kamar, Jongsu (Yoo Ah In) langsung terpikat. Resep mudah agar kisah makin menarik: hadirkan orang ketiga. Namun, kehadiran Ben (Steven Yuen) bukan sebatas bumbu pelengkap.
Film besutan Lee Chang Dong ini mengeksplorasi ketegangan mendidih namun terpendam tentang privelase kelas, bergaung dengan warisan keluarga, penemuan diri, kecemburuan seksual, keadilan, dan balas dendam. Cita-cita dan hasrat penuh frustasi akan kesuksesan dan kebahagiaan kaum muda.
Selama dua jam setengah, film ini berfokus pada triangulasi antara Jongsu, seorang penulis yang miskin namun sangat berhasrat, dengan Haemi, seorang teman sekolah menengah yang sekarang tumbuh jadi seorang perempuan cantik, dan Ben, yuppie kaya yang segala leluasa.
Naskahnya “diadaptasi”, atau lebih tepatnya “terinspirasi”, dari cerita pendek Haruki Murakami berjudul Barn Burning. Lee Chang Dong benar-benar fokus pada gaya penceritaan Murakami yang minimalis, serta elemen-elemen misteriusnya. Dia mengembangkan dan memperluas kisah agar bisa hijrah ke medium sinematik. Tetapi film ini juga secara jelas mengakui hutangnya pada William Faulkner, yang juga menulis sebuah cerita pendek pada tahun 1939 yang juga berjudul Barn Burning. Jonsu yang bercita-cita jadi penulis menyebut Faulkner sebagai penulis favoritnya, sementara Ben tampak membaca karya sang penulis.
Protagonis utama dalam semesta Murakami selalu dipaksa berubah jadi cerita detektif – Murakami bilang kalau karya-karyanya memang memakai plot cerita detektif ala Raymond Chandler. Jongsu berubah jadi detektif, dengan obyek pencarian sesuatu yang kompleks dan tak dapat ditemukan. Lebih kasihan lagi tokoh perempuan dalam semesta Murakami, mereka harus jadi pembual dan sudah dapat dipastikan bakal menghilang tanpa pamit. Elemen Murakami lainnya adalah perilaku ganjil, yang dalam hal ini dipraktekkan oleh Ben. Orang kaya ini hobi membakar bangsal plastik orang lain. Agar semesta Murakami makin nampak, Lee Chang Dong dengan cerdik menyelipkan kucing dan music jazz macam Miles Davis, yang kehadirannya punya signifikasi.
Begitu dingin dan tegar dalam adegan pembuka, Jongsu semakin tampak lemah dan menyendirinya selama film berkembang. Kehidupan keluarga Jongsu retak dan tidak bahagia, diperparah oleh persidangan kriminal yang membuat ayahnya dipenjara. Pertanian keluarga Jongsu sangat dekat dengan perbatasan Korea Utara dan Jongsu, selalu terdengar propaganda Korea Utara lewat radio yang disiarkan keras-keras. Kesunyian betul-betul menghantui Jongsu. Tapi kemudian dari kesunyian ini tumbuh kebencian Jongsu dan kemarahan, sebuah kemarahan yang mungkin diwarisi ayahnya. Secara obsesif, ia berkeliling dengan kol buntung superbututnya, mencoba menemukan beragam hal yang dibualkan Haemi juga Ben.
Dikotomi antara Jongsu dan Ben sangat jelas dan abadi: miskin dan kaya, dari pedesaan dan dari kota. Jongsu di Paju, wilayah rural dekat perbatasan Korea Utara yang bikin para muda-mudi minggat ke kota, sementara Ben di Gangnam, distrik terkaya, paling tenang, dan paling bersih di Korea. Mereka berdua ada di ujung spektrum yang berlawanan. Keduanya berada di usia yang sama tetapi menjalani kehidupan yang sangat berbeda.
Namun dikotomi ini tidak eksklusif untuk Korea, tetapi merupakan tren global. Banyak anak muda hari ini tinggal di suatu tempat di antara dua kutub ini. Banyak yang merasakan ketidakberdayaan yang dirasakan Jongsu, dan mengangankan hidup layaknya Ben. Ketika Ben dibandingkan dengan The Great Gatsby, Jongsu mengamati, “Ada begitu banyak Gatsby di Korea.” Layaknya Jongsu, kita ingin memahami mengapa hal-hal terjadi seperti yang terjadi. Akhir film begitu menjengkelkan kita, sebuah akhir tragis yang dalam hati terdalam begitu kita idamkan dalam perlawanan kelas: revolusi fisik.
You might also like
More from Tontonan
Sinopsis Sokola Rimba
Sinopsis Sokola Rimba Film "Sokola Rimba" merupakan adaptasi dari kisah nyata seorang wanita bernama Butet Manurung yang didedikasikan untuk memberikan pendidikan …
Orient Express: Dari Novel hingga Layar Lebar
Orient Express: Dari Novel hingga Layar Lebar Orient Express adalah nama yang memicu imajinasi, menggambarkan kemewahan, misteri, dan perjalanan epik melintasi …
The Commuter: Plot Twist dan Endingnya
The Commuter: Plot Twist dan Endingnya "The Commuter," dibintangi oleh Liam Neeson, membawa penonton dalam perjalanan menegangkan penuh kejutan. Michael MacCauley, …