Atmosfer pekan ketiga sudah mulai tercium. Seperti biasanya Semay Media menghadirkan sejumlah daftar ulasan singkat untuk Anda sekalian para pembaca setia di manapun berada. Tak lain merupakan bagian dari semarak akhir pekan yang kami lalui sebagaimana biasa; ciamik. Kami harap daftar yang kami sajikan membuat akhir pekan Anda juga semakin ciamik, campernik, dan pastinya epik. Langsung saja simak selengkapnya di bawah ini:
Rock Mecca – Iron World
Album ini begitu padat dan solid. Atmosferik boombap mendominasi dari track ke track yang disertai barisan lirik a la kombatan. Berpusat seputar konsep tentang bagaimana untuk tetap bisa bertahan dan menggebrak kebosanan, menenteng ancaman tanpa canggung. Mecca merapalkan kehidupan jalanan, pertempuran gladiator hingga seni bela diri dengan gaya rap-nya yang seakan memukul mundur pada mereka yang memiliki mental jagoan namun berlarian kala menghadapi kejumudan. Album ini bertamukan ultra lyricist termasyhur seperti ast Aire yang berasal dari gangsta rap Cannibal Ox, Mach Hommy, dan bahkan legenda hidup macam Kool Keith.
Sungguh ini adalah album bernutrisi tinggi yang layak didengarkan setiap hari, setiap pagi!
Penghancuran Buku dari Masa Ke Masa – Fernando Báez
Dihantui oleh pertanyaan mengapa manusia menghancurkan buku, Fernando Báez melakukan penelitian menyusun kajian ini. Fernando melacak penghancuran buku dari dunia kuno di Sumeria. Ia pun menemukan fakta bahwa Plato, filsuf yang banyak dikagumi orang itu, juga menghancurkan buku dan juga memberangus kebebasan berbicara yang tak sesuai kebenaran, atau bisa dikatakan kebenaran yang ia percayai.
Buku yang baru saja dicetak ulang oleh Marjin Kiri ini menampilkan kasus-kasus penghancuran buku mulai dari kasus-kasus di zaman kuno hingga kasus-kasus kontemporer abad ini seperti penghancuran buku yang dilakukan oleh pasukan Amerika di Iraq.
Lokasi Tidak Ditemukan: Mencari Rock and Roll Sampai 15.000 Km -Taufik Rahman
Pengalaman penulis yang sempat tinggal dan melanjutkan studi politik di Notrhern Illinois University, Amerika Serikat, semakin mendeklarirkan dirinya untuk menyandang status hippies kelas berenyit. Dan kabar buruk lainnya lagi, penulis merekam pengalaman mengalami musiknya itu dalam berjumlah catatan yang ditransformasi menjadi sebuah buku. Buku ini tidak banyak mengulas musik secara teknik, lebih dari itu dan memang alangkah tidak menarik jika ulasan musik hanya berbicara tentang tetek bengek teknik memainkan instrumen yang begitu-begitu saja. Sebagaimana yang Beethoven katakan bahwa musik adalah suatu perwujudan yang lebih tinggi daripada segala budi dan filsafat. Boleh jadi Beethoven sewaktu mengatakannya sedang mengalami ekstase bemusik.
Buku ini cocok bagi orang yang mempunyai hasrat pol terhadap musik-musik sidestream (terlepas dari genre apa pun) buku ini dapat jadi bacaan yang bagus dan memang terasa sangat menarik. Sebab, ia merangkum ragam produk budaya yang diciptakan manusia (kelompok musisi) dari banyak generasi sesuai konteks zaman. Tak lupa juga disertai sejarah singkat di mana musik-musik tertentu lahir, kemudian mendunia dan ber-evolusi menjadi tren baru berkesenian Generasi-X dan sesudahnya. Sebuah analisa, perspektif, pengamatan, dan pengalaman penulis dalam pencarian rock and roll-nya. Yang tentu saja tak pernah ditemukannya itu.
The End of Tour
Pada 2008 silam, wartawan Rolling Stone bernama David Lipsky (Jesse Eisenberg), dihantam kabar mengejutkan. Lipsky mendengar kabar bunuh diri yang dilakukan seorang penulis yang pada 1996 pernah ia wawancarai bernama David Foster Wallace (Jason Segel), sosok yang tidak asing bagi Lipsky. Dua belas tahun sebelumnya, novel karya Wallace yang berjudul Infinite Jest berhasil mencetak prestasi dalam hal penjualan, bahkan menjadi international bestseller. Lipsky melihat jika tak banyak Generasi X yang mampu menulis dengan gaya yang menurutnya, seperti gabungan antara Hemmingway dan Fitzgerald. Tak heran Lipsky sedikit memaksa editornya agar ia dipertemukan dengan penulis novel Infinite Jest untuk ia jadikan tajuk berita utama. Bagi Lipsky, mewawancarai Wallace merupakan refleksi dan pergelutan seorang wartawan yang tak akan mudah untuk dilupakan. Bahkan, lebih dari itu ia adalah pergelutan seorang manusia yang hendak menawarkan pertanyaan, apa sesungguhnya manusia itu? Kenapa manusia ingin bahagia? Untuk apa semua ini? Manusia, terlalu manusiawi?
Film ini dikemas dalam kerangka sinematografi yang ciamik. Intensitas subyek dan obyek pun tak jarang menjadi pendekatan dalam pemilihan angle dan narasi. Tak berlebihan jika film ini dinobatkan sebagai biopik dari pengarang fiksi dan esais David Foster Wallace. Sangat direkomendasikan!
Hereditary
Film ini digadang-gadang oleh beberapa kritikus akan menjadi The Exorcist selanjutnya dekade ini dan digadang-gadang juga menjadi film terseram tahun ini. Bercerita tentang sebuah keluarga yang menerima warisan, mereka berusaha mengungkap misteri dari warisan yang mereka terima. Semakin mereka mencoba membongkarnya, semakin mereka dihantui kekuatan gelap dari warisan tersebut.
Film ini merupakan debut dari sutradara Ari Aster yang didistribusikan oleh studio A24, studio yang juga mendistribusikan film-film seperti Lady Bird, Room, The Disaster Artist, dan film pemenang oscar tahun lalu, Moonlight. Belum jelas apakah film ini akan didistribusikan di Indonesia.
You might also like
More from Redaksi
Pekerja Indonesia Manfaatkan AI untuk Tingkatkan Produktivitas
Pekerja Indonesia Manfaatkan AI untuk Tingkatkan Produktivitas Pergeseran era yang ditandai dengan hadirnya AI tidak hanya menjadi perbincangan hangat di seluruh …
Akhir Pekan Menyenangkan: Dari Arsitektur sampai Wes Anderson
Ini akhir pekan menyenangkan. Betapa tidak dalam long weekend kali ini Semay Media menghadirkan kembali sejumlah daftar ulasan singkat untuk …
Rekomendasi Akhir Pekan
Ini adalah pekan kedua bagi Semay Media dalam menghadirkan sejumlah daftar ulasan untuk Anda sekalian para pembaca setia di manapun …