Fashion sudah menjadi bagian penting dari gaya, tren, dan penampilan keseharian kita. Menurut Soekanto, fashion memiliki arti suatu mode yang hidupnya tidak lama, yang mungkin menyangkut gaya bahasa, perilaku, hobi terhadap model pakaian tertentu.
Makna serupa juga diungkapkan oleh Lypovetsky. Fashion merupakan sebentuk perubahan yang dicirikan oleh rentang waktu yang singkat, sehingga fashion (mode) merupakan kekuaatan dalam kebangkitan individualitas dengan mengizinkan seseorang untuk mengekspresikan diri dalam berpenampilan. Sedangkan menurut Polhemus dan Procter istilah fashion kerap digunakan sebagai sinonim dari istilah dandanan, gaya dan busana dalam masyarakat kontemporer barat akhir-akhir ini.
Dalam hal ini, Barnard memberikan perbedaan antara fashion dan gaya. Jika gaya menyangkut pengertian seseorang tentang kepribadian dirinya dan kemudian menggunakan busana yang cocok sesuai selera. Sedangkan fashion adalah perkembangan tren yang terus berubah mengikuti masa. Seorang yang mengikuti fashion belum tentu mampu mengaplikasikan tren tersebut ke dirinya, sehingga gaya nya dapat menjadi kurang cocok. Namun orang yang mengerti gaya dirinya, mampu menyesuaikan fashion sesuai kebutuhan dan kenyamanan dirinya.
Fashion merupakan isu penting yang mencirikan pengalaman hidup sosial. Oleh karena itu, fashion memiliki beberapa fungsi.
Pertama, sebagai sarana komunikasi, fashion bisa menyampaikan pesan artifaktual yang bersifat non-verbal. Fashion bisa merefleksikan, meneguhkan, mengekpresikan suasana hati seseorang. Fashion memiliki suatu fungsi kesopanan (modesty function) dan daya tarik. Sebagai fenomena budaya, fashion sesungguhnya bisa berucap banyak tentang identitas pemakainya. Fashion juga dapat digunakan untuk menunjukkan nilai sosial dan status, karena orang bisa membuat kesimpulan tentang siapa anda, kelompok sosial mana anda, melalui medium fashion.
Kedua, seperti yang dijelaskan oleh Soedjatmiko, fashion memiliki fungsi sebagai penolong yang memastikan bahwa masyarakat mengadaptasikan kehidupan modern yang kompleks. Karenanya, fashion juga mencermikan aktivitas masyarakat yang dinamis. Kebutuhan individu dan masyarakat dipertemukan melalui fashion. Di satu sisi, individu mendapatkan seturut apa yang dikehendaki. Di sisi lain, pada saat bersamaan, masyarakat memperoleh keuntungan yang bersifat ekonomis dari fashion tersebut.
Belakangan ini, fenomena perkembangan fashion yang sedang menjadi tren di kalangan wanita muslim di Indonesia adalah jilbab. Jilbab telah berkembang menjadi suatu tren fashion yang digandrungi kalangan wanita. Jilbab adalah pakaian yang berfungsi untuk menutup aurat wanita ketika keluar rumah. Istilah jilbab di Indonesia pada awalnya dikenal sebagai kerudung untuk menutupi kepala (rambut) wanita hingga dada.
Pada beberapa negara Islam, pakaian sejenis jilbab sudah dikenal dengan beberapa istilah seperti chador di Iran, pardeh di India dan Pakistan.Terlepas dari pada itu, sebenarnya konsep jilbab bukan hanya milik Islam. Dalam kitab Taurat (kitab agama Yahudi), misalnya sudah dikenal beberapa istilah yang semakna dengan jilbab yaitu tif’eret. Bahkan menurut Epstein, jilbab sudah dikenal sebelum adanya agama Samawi (Yahudi dan Nasrani atau Kristen).
Menurut Fadwa El-Guindi, dalam bukunya Jilbab Antara Kesalehan, Kesopanan dan Perlawanan menyatakan bahwa jilbab dipandang sebagai sebuah fenomena sosial yang kaya makna dan penuh nuansa. Dalam ranah sosial religius, jilbab berfungsi sebagai bahasa yang menyampaikan pesan sosial dan budaya.
Pada awal kemunculannya, jilbab merupakan penegasan dan pembentukan identitas keberagamaan seseorang. Misalnya, bagi umat Kristen, jilbab menjadi sebuah simbol fundamental yang bermakna ideologis. BagiKatholik, jilbab merupakan bagian dari simbol keperempuanan dan kesalehan. Dalam pergerakan Islam, jilbab memiliki posisi penting sebagai simbol ketaatan muslimah, identitas dan resistensi. Apabila melihat perkembangan jilbab dikalangan perempuan muslim Indonesia saat ini, jilbab seolah-olah hanya menjadi milik Islam.
Jilbab dianggap sebagai sebuah identitas bagi wanita Muslim meskipun menuai kontroversi. Karena selalu saja ada perdebatan dalam memaknai jilbab itu sendiri. Makna jilbab masih selalu diperdebatkan baik oleh masyarakat awam maupun ulama kebanyakan. Fashion atau mode jilbab tidaklah diatur oleh al-Qur‘an secara terperinci, yang utama adalah memenuhi syarat: menutup seluruh tubuh selain bagian yang dikecualikan, bukan bermaksud untuk tabarruj,dan bukan untuk berhias, terbuat dari bahan yang tebal atau tidak tipis, harus longgar atau tidak ketat, sebaiknya modelnya tidak terlalu mewah dan berlebihan atau mencolok mata, dengan warna-warna yang aneh.
***
Agama Islam tersebar pada masyarakat yang memiliki kondisi sosial budaya yang berbeda-beda. Perkembangan ilmu pengetahuan juga dapat mempengaruhi pandangan para Ulama dalam menafsirkan jilbab. Oleh karena itu di setiap negara memiliki aturan dan model tersendiri dalam berjilbab.Walaupun perintah berjilbab tertulis langsung di dalam kitab suci al-Qur‘an, yang dipersepsikan sebagai wahyu Tuhan yang sakral, tetapi pada kenyataannya kreatifitas manusialah yang mewujudkan kreasi karya jilbab.
Perkembangan fashion terjadi pada hampir semua jenis benda yang dipakai, seperti baju, topi, tas, sepatu, dan juga jilbab. saat ini banyak sekali model dan merek serta tipe jilbab yang bisa kita temui di pusat-pusat perbelanjaan.
Padahal sebelumnya model-model jilbab tidak menarik minat masyarakat Indonesia. Menurut Fitri dalam buku 60 Kesalahan Dalam Berjilbab, dahulu sebagian masyarakat berpendapat bahwa jilbab adalah pakaian orang kampung yang kolot. Oleh karena itu jilbab tidak lagi cocok dipakai di masa modern seperti saat ini.
Stigma yang kurang baik terhadap jilbab tersebut, memunculkan sebuah kelompok sosial pecinta fashion yang terus menerus mengkampanyekan penggunaan jilbab melalui berbagai model (style) yang mereka ciptakan. Peragaan jilbab dengan balutan gaya yang sedang digandrungi masyarakat juga mulai banyak diselenggarakan. Para desainer turut berlomba menunjukkan jilbab hasil karyanya dengan berbagai model yang siap dikonsumsi masyarakat Indonesia. Terlepas dari pada hal itu, model berjilbab pada wanita muslim di negara Indonesia berbeda dengan model berjilbab wanita muslim di negara lain seperti di negara-negara timur tengah. Perbedaan model berjilbab tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti sosial budaya, lingkungan, dan pemahaman dalil Agama.
Islam datang dan tersebar di tengah masyarakat yang sudah memiliki budaya tertentu, karena itu interaksi sosial akan terjadi antara agama dan kebudayaan yang berbeda. Perbedaan kebudayaan di setiap negara, telah menciptakan keanekaragaman model dalam berjilbab misalnya, di Afganistan model berjilbab wanita cenderung lebih besar dan longgar dengan tambahan burqa. Model berjilbab wanita di Malaysia lebih pada menggunakan tudung labuh (jilbab panjang) dengan pola jahitan tengah.
Sedangkan model berjilbab wanita Indonesia cenderung bervariasi.Pada awalnya model berjilbab wanita Muslim Indonesia hanya sebatas jilbab persegi panjang yang menutupi sebagian kepala seperti diselampirkan saja dan dipadu dengan kebaya. Modelnya cenderung monoton dengan warna yang tidak menarik. Dalam perkembangannya, model berjilbab wanita muslim Indonesia mengalami perubahan beriringan dengan munculnya komunitas jilbab yang membawa identitas Islam.
Ini Semua Hanyalah Fashion
Jilbab menjadi pakaian yang dapat disesuaikan dengan perkembangan fashion yang terkadang dalam penciptaannya luput dari aspek syari‘at. Barnard menyatakan bahwa fashion merupakan fenomena kultural yang digunakan kelompok untuk mengkonstruksi dan mengkomunikasikan identitasnya.
Jilbab dapat digunakan menjadi simbol untuk merepresentasikan gaya hidup kelompok sosial melalui fashion. Dengan demikian dalam fashion, jilbab selalu berganti dan tidak layak dipakai jika tidak lagi up to date, untuk mengganti jilbab tiap waktu tergantung dari kekuatan uang yang dimilikinya.
Perkembangan model Jilbab dapat diduga menjadi fenomena yang memancarkan dua kutub, yakni kutub positif dan negatif. Di satu sisi meningkatnya pengguna jilbab bisa menjadi tanda bahwa religiusitas masyarakat mulai meningkat, di sisi lain jilbab juga dapat menawarkan praktik pemujaan gaya hidup mewah yang berjubah kesalehan.
Belakangan ini, hidup religius dengan menggunakan simbol-simbol agama seperti jilbab melanda masyarakat modern, khususnya masyarakat perkotaan. Maraknya penggunaan jilbab di kalangan muslimah, bisa jadi karena ada kesadaran beragama. Ini tentunya bukan merupakan satu satunya faktor.
Ada wanita yang memakai jilbab tetapi apa yang dipakainya atau perilakunya tidak mencerminkan seorang yang berjilbab, dan tidak sejalan dengan tuntutan agama dan budaya masyarakat Islam belaka. Di sini jilbab dipakai bukan sebagai tuntutan agama, melainkan sebagai salah satu aksesoris dalam mode berpakaian wanita modern. Selain itu, ada yang menduga bahwa pemakaian jilbab adalah sebuah simbol untuk membedakan wanita dalam kelompok sosial.
Lalu kelompok tersebut berpegang teguh dengan simbol tersebut dan memberinya corak keagamaan Seperti ada upaya wanita dalam kelompok sosial tersebut untuk mengaktualisasikan identitas mereka melalui jilbab.
Menurut Nur Syam, pada abad modern seperti saat ini, masyarakat lebih menyukai simbol-simbol identitas yang melambangkan keindahan (estetika) daripada substansi identitas yang menempel berdasarkan atas fungsi-fungsi yang realistik, misalnya banyak mobil mewah dengan simbol religi seperti stiker bertuliskan I Love Islam, atau gantungan tasbih adalah contoh bekerjanya sistem estetika di kehidupan masyarakat. Nur Syam juga melihat bahwa ternyata komersialisasi dan estetika kehidupan itu semakin kentara ketika melihat berbagai fenomena performansi dan gaya berpakaian terutama di kalangan perempuan.
Karena, dewasa ini terlihat semakin banyak ibu-ibu dan gadis-gadis muda yang berpakaian dengan cara yang dianggapnya sebagai pakaian yang Islami. Dan yang lebih menarik, ada upaya untuk mengaktualkan identitas Islam itu melalui berbagai tradisi berpakaian ini. Contohnya, tidak perlu heran apabila kita kini banyak gadis remaja yang berjilbab dengan celana jeans ketat dan kaos yang masih tetap memperlihatkan dengan jelas lekuk-lekuk tubuhnya. Ada keinginan dan kebanggaan di kalangan tertentu untuk terlihat religius atau taat beragama tetapi tetap cantik dan modis. Beragama tetapi tetap stylish.
Distorsi Aktualisasi
Pada mulanya, wanita modern memandang bahwa aktualisasi diri merupakan pencarian yang tidak bisa dihindari. Mereka ingin berbeda dengan wanita biasa, apalagi mereka memiliki fasilitas berupa kekayaan dan relasi untuk mengaktualisasikan dirinya ke dalam berbagai bentukaktivitas.
Seperti yang dijelaskan oleh Ibrahim dalam buku Budaya Populer Sebagai Komunikasi Dinamika Popscape dan Mediascape di Indonesia Kontemporer, ketika uang melimpah, semangat keagamaan memuncak, pernyataan takwapun perlu dipertegas, dirayakan dan diarak ke ruang publik.
Pada saat itulah kesadaran keberagamaan ditransformasikan ke dalam simbol-simbol dan ritus-ritus yang diyakini sebagai representasi kesalehan. Ungkapan-ungkapan takwa pun juga bisa dilihat dalam berbagai kebiasaan yang sebelumnya jarang ditemui dikalangan wanita muslim modern. Jilbab sebagaian pakaian menjadi biasa dikenakan oleh gadis remaja sampai ibu-ibu kelas menengah untuk arisan, pengajian, acara wisuda, dan berbelanja ke mall.
Tak heran jilbab juga dapat menjadi simbol identitas sebuah gerakan dalam suatu komunitas jilbab. Jilbab sebagai pakaian wanita muslim diarak dalam pentas fashion show di tempat-tempat prestisius, kemudian penggunaan make-up dan sepatu ber-hak tinggi menjadi simbol kesalehan wanita Muslim yang trendi.
Hal itu dapat melambangkan identitas kemodernan gaya hidup dalam beragama. Fenomena semangat keagamaan wanita muslim dengan menggunakan simbol-simbol ketakwaan seperti jilbab, nampaknya benar-benar dimanfaatkan oleh berbagai kalangan bisnis untuk menjual apapun barang konsumsi yang bisa dilekatkan pada momen keagamaan. Maka dalam kajian selanjutnya akan penulis uraikan tentang kapitalisme dalam model-model jilbab.
Berbagai aspek kehidupan masyarakat di era post-industrial terkontaminasi dan tidak bisa lepas dari pengaruh kapitalisme. Bahkan, kehidupan umat beragama. Kapitalisme merupakan sebuah paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Kapitalisme sesungguhnya bukan sekadar sebuah nilai atau sikap mental untuk mencari keuntungan secara rasional dan sistematis, tetapi kapitalisme merupakan sebuah paham yang memiliki tujuan untuk menjadikan masyarakat sebagai orang-orang yang konsumtif. Kapitalisme juga menjadi paham yang mengedepankan kebebasan (materialisme).
Dalam kehidupan yang semakin mengglobal, masayarakat bukan saja mengalami perubahan pola interaksi sosial dan peilaku ekonomi, tetapi mengalami perubahan dalam soal budaya, psikologis, politik, hukum dan bahkan keyakinan.
Kapitalisme memoles simbol-simbol dan ritus-ritus keberagamaan manusia pada abad ke 21 ini. Dominasi dan penetrasi kekuatan kapitalis, dewasa ini tidak hanya di mal-mal, fastfood atau pada produk-produk industri budaya yang menjadi simbol atau aksesori penampilan yang berkelas, tetapi juga telah merambah wilayah agama.
Kontradiksi internal di dalam semangat keberagaamaan manusia modern inilah kini yang menjadi incaran industri budaya konsumsi masaa. Orang mengira bahwa spiritualitas bisa diburu dalam konsumsi massa. Karena secara simbolik budaya konsumerisme menjanjikan kepuasaan untuk memenuhi hasrat dengan membangkitkan bawah sadar manusia untuk memusatkan perhatian pada pemujaan benda-benda, ikon-ikon dan simbol-simbol modernitas.
Para wanita muslim termasuk remaja beramai-ramai mengenakan jilbab atau pakaian muslim hasil rancangan artis dan desainer terkenal yang mahal dan trendi. Jadi, jilbab tidak cukup lagi hanya dipahami semata-mata sebagai ungkapan takwa. Akan tetapi, di sebagian kalangan masyarakat, jilbab ini sendiri tidak ubahnya seperti pergantian selera mode pakaian atau fashion.
Keadaan ini melahirkan komersialisasi agama yang memunculkan fundamentalisme hedonis. Semacam spiritualitas untuk bersenang-senang. Hadirnya berbagai model jilbab berjalan seiring munculnya sebuah komunitas jilbab yang mencoba memadukan jilbab dengan fashion. Mereka terus membuat model-model jilbab terbaru demi mempertahankan eksistensi mereka sebagai trendsetter pakaian muslim. Tidak jarang para kapitalis yang memiliki modal lebih akan mencoba mengambil keuntungan dari adanya fenomena perilaku umat beragama ini.
Para kapitalis akan mencoba memanfaatkan populernya jilbab untuk mendirikan bisnis jilbab. Jilbab bisa menjadi cerminan bagaimana ideologi saling bertarung mendefinisikan makna jilbab bagi kehidupan muslim, baik itu ideologi keagamaan maupun ideologi konsumstif, baik itu nilai-nilai pada keyakinan keagamaan maupun nilai-nilai pergeseran selera dan gaya hidup beragama dan berpakaian dinegosiasikan dalam ruang publik lewat pemilihan fashion atau model berjilbab tertentu.
Bersamaan dengan kegandrungan akan asesoris kesalehan dalam berpakaian dan berias diri tumbuhlah bisnis “Mode Islami” yang mulai menjadi bentuk baru kapitalisasi selera dan kesadaran keberagamaan yang kian trendi.
More from Cerapan
Silent Treatment dalam Pertemanan: Saat Diam Menjadi Senjata
Silent Treatment dalam Pertemanan Dalam pertemanan, komunikasi adalah kunci utama untuk menjaga hubungan tetap sehat dan harmonis. Namun, apa jadinya jika …
Time Management Matrix: Strategi Efektif Mengelola Waktu dan Prioritas
Time Management Matrix: Strategi Efektif Mengelola Waktu dan Prioritas Dalam kehidupan yang semakin sibuk, kemampuan untuk mengelola waktu dengan baik menjadi …
Kebutuhan Tidak Penting tapi Mendesak
Kebutuhan Tidak Penting tapi Mendesak Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan dinamis, sering kali kita dihadapkan pada berbagai macam kebutuhan. …