“Aku mengutuk pemerintah yang mengetip pajak garam. Itu hukum rimba, barbar, kejam.”
Gandhi yang mengatakan itu dihadapan orang-orang Surat. Waktu itu, 1 April 1930, usianya tak lagi muda, 61 tahun, ia telah berjalan kaki hampir 340 kilometer sejak pintu gerbang Sabarmati Ashram. Dan, itu hari kesembilan belas ia menyatakan “perang” dan “pemberontakan”nya. Ia telah melewati kota-kota –Aslali; Bareja; Vasana; Dabhan; Anand; Gajera; Ankleswar; Keem, Bhatgam; Sandihiyer– yang di seluruh penjurunya terdengar lengking panjang dan menyayat.
Ia memang memprotes penerapan pajak garam oleh Inggris. Ia juga yang mengadakan aksi massa itu, yang juga disebut dengan istilah Barisan Garam, yang nantinya mampu mengubah wajah India.
Ketika ia melangkah ke jalan, satu, dua, tiga, lima menit kemudian kerumunan manusia berdiri di belakangnya. Dan mereka, jumlahnya selalu ribuan bahkan jutaan, mengikuti tiap langkah kakinya. Ia sendiri, begitu diam, tenang, menyanyikan doa dalam napasnya. Itu juga yang terjadi, ketika ia memulai perjalanannya dari Sabarmati ke Dandi hanya untuk membikin garam.
Di jalan, di labirin gang-gang, ribuan pengikutnya bergabung, banyak orang memilih mengakhiri kerja sama dengan pemerintah, bersama-sama mendukung kebebasan India. Para pejabat tinggi kolonial Inggris memandangnya dngan tatapan aneh dan sebal, seorang dari mereka bahkan mengumpat kesal: “Kita harus setop lelaki tua itu, penjarakan bila perlu…”
Di Dabhan, 15 Maret 1930, setelah melewati sebuah kampung yang banyak di antara mereka beragama Kristen dan Muslim, ribuan orang duduk dihadapannya. Mereka menunggu-nunggu khotbahnya. “Aku mengutuk kesenangan dan kemewahan… Mari kita boikot pemerintahan ini, mendorong khadi, menolak barang-barang asing, bergabung dengan barisan Sungai Putih yang Mengalir ini,” kata Gandhi dalam pidatonya.
Yang diucapkan Gandhi adalah perlawanan, atau “apa yang dianggapnya layak bagi nuraninya.” Tentu di awal tahun 1930 itu ia tak lagi menyatakan kekaguman kepada pemerintah jajahan. Ia telah siap digelandang paksa ke dalam jeruji, meringkuk di sana.
Dan benar.
Di hari kedua puluh empat. 6 April 1930, di pantai Dandi, ketika orang-orang dari seluruh India telah bergabung bersamanya, setelah ia membuat garam dan meminta para pendukungnya ikut membakar air laut, untuk memboikot, ia ditahan selang beberapa hari.
Tak lama kemudian. Di sembarang tempat orang-orang duduk, berdiri, membungkuk dengan air mata membasahi wajah mereka seolah-olah baru kehilangan segala yang dikasihi di dunia.
Tak lama kemudian lebih dari 60.000 orang India, sungai putih yang mengalir ini memenuhi penjara. Tanpa perlawanan. Tanpa kepahitan.
You might also like
More from Fiksi
Surat untuk Mantan
Lara, Ini mungkin adalah surat yang kesekian kali kutulis, tapi kali ini rasanya berbeda. Seperti ikan besar yang terjerat di jaring …
5 Cerpen Cinta yang Akan Bikin Kamu Terbawa Perasaan
5 Cerpen Cinta yang Akan Bikin Kamu Terbawa Perasaan Hey Sobat Semay, siap untuk terbawa oleh ombak perasaan yang mendalam? Ini …