Hypatia oh Hypatia…
Ia seorang pengajar yang berkali-kali mengajariku membaca, lalu menulis. Aku telah dewasa dan telah banyak memakan riwayat pengajarannya, dan bagaimana hal itu kutemukan dan kurawat serupa ladang yang sunyi bermekar. Kau, Alisa, tak ada yang tahu bagaimana seorang pengajar itu mati mengenaskan. Aku tak memberikan siapa nama aslinya, kuberi nama samaran yang kutemukan di buku sejarah pada saat hari-hari kosong aku membacanya. Mengenai perempuan bernama Hypatia. Saat kau bertandang ke rumah, di saat aku sendirian, kuberikan cerita ini padamu.
“Aku menyesal tidak pernah diajarkan olehnya. Orang tuaku memberikan pendidikan yang mahal harganya,” ucap Alisa.
“Kau tahu,” aku melanjutkan, lalu beropini. “Pendidikan terkadang tak masuk akal dengan harga yang mahal. Apakah pendidikan yang mahal dapat mampu membuat para murid bertakwa dan perilaku yang baik? Seorang perempuan bernama Hypatia itu tidak terlalu menerima uang banyak. Ia menerima sebagian murid yang membayarnya dengan kemampuan uang kecil mereka, asal mereka mendapatkan ilmu.”
“Aku tidak begitu menyukai pendidikan yang mahal di kota ini. Aku teringat orang-orang miskin yang setengah berharap pada kehidupan. Apakah melanjutkan, atau memilih mati bunuh diri saja.”
Aku mengangguk perihal pendapat Alisa. Orang-orang miskin tidak ada yang sekolah. Jika memang pendidikan adalah hak segala bangsa, namun ketimpangan di jalan-jalan, orang-orang miskin sulit untuk mengenyam pendidikan. Perihal Hypatia, ia juga menerima orang miskin yang datang untuk belajar. Dan diberikannya secara gratis. Ia akan mengajari apapun: Matematika, Geometri, Geografi, Filsafat Plato, Filsafat Socrates, Filsafat Aristoteles, atau kisah-kisah Yunani Kuno, juga Membaca dan Menulis. Tak lupa tentang keagamaan dan kebaikan dari Tuhannya.
Ketika kelas kosong, aku menemui perempuan itu untuk kesempatan berbicara lebih jauh. Wajah Yunani milik perempuan itu jarang ada di kota ini. Semua para lelaki, yang sedang berkebutuhan birahi tinggi, mengejarnya. Lalu Hypatia menolak mereka dan lebih banyak kecantikan dinikmati melalui jalan pendidikan. Ya, Hypatia belum menikah. Aku tidak tega dengan kematiannya, yang barangkali, kecantikan miliknya sungguh mengenaskan pada akhir hidupnya. Aku berjalan dengannya pada saat itu, ketika di kota telah menjadi malam kunang-kunang. “Kota ini tidak begitu bersahabat,” ucap Hypatia.
Aku mengangguk. “Di kota ini orang-orang sudah menjadi api.”
“Ya, aku menemukan mereka terlalu sering kebakar pada hal-hal yang sepele,” jawab Hypatia.
Dan begitulah, ketika ingatan telah buyar, aku menanggapi perihal pernyataan Alisa. “Seorang guru seperti Hypatia, menerima orang-orang miskin dan memilih tidak untuk membayarnya. Bagaimana, guru seperti itu bijak bukan?” tetapi, alangkah mengingat kematiannya itu. Kematian yang amat mengerikan, kematian yang membuatku sulit tidur, kematian yang telah menghapus segala rasa nafsu makanku, bahkan minum kopi sekalipun, dan kematian yang selalu membuatku ingin menghindar.
______
Kematian guru Hypatia, serupa sebuah sejarah yang menjelajahi pada mataku untuk membaca. Sebuah sejarah pembakaran buku dan perpustakaan, di sebuah buku Fernando Baez, Penghancuran Buku dari Masa Ke Masa. Pada cerita serupa kematian guru yang bijak itu, adalah perempuan yang bernama Hypatia, yang kini kuberi kepada guru yang mengajarkanku membaca dan menulis, karena perihal kematiannya yang serupa di sejarah itu. Hypatia, seorang perempuan tercantik Theon, merupakan seorang pustakawan di Alexandria. Seseorang lain, yang memintanya untuk diajarkan ilmu darinya, memohon-mohon agar menjadi seorang yang berilmu. Sampai kemudian menuai kecemburuan banyak pihak.
Gerombolan massa fanatik dari biarawan-biarawan, dipimpin oleh Petrus, menculik Hypatia dengan cara diseret hingga menuju gereja Cesarion. Mereka memukul Hypatia menggunakan genteng, mencongkel matanya, memotong lidahnya, dan membawa mayatnya ke Cinarus hingga harus dimutilasi beberapa bagian. Termasuk organ-organ tubuh, tulang-belulangnya, hingga sisa tubuhnya berakhir dibakar di api unggun.
Mereka menyebut, perempuan itu adalah titisan penyihir pada sebuah sejarah yang melekat. Berbeda dengan Hypatia yang kuberi nama samaran padanya, yang merupakan kejadian yang serupa di buku itu.
_______
“Ada sebuah tempat yang pernah menjadi sandaran guru Hypatia,” ketika berjalan di hari kemudian, aku mengajak Alisa. Ia telah didera penyesalan yang amat kuat, oleh karena itu, aku adalah saksi murid yang pernah diajarinya di kota yang rusuh ini. Kota yang tidak ada kemanusiaan selain harta dan kerakusan jabatan feodal. Di sebuah batu besar ladang yang disaksikan anak-anak bermain bola, tempat ia mencari bagian penelitian realitas sosial. Ia mulai memandang sebagian, terutama anak-anak kecil yang bermain bola dengan bahagia. Sesekali, Hypatia tersenyum kepada mereka, anak-anak itu, dan sesekali melemparkan bola kepada mereka, dengan ucapan “Terima kasih cantik!”.
“Aku juga tidak mengerti, banyak anak-anak kecil yang belum disunat sudah memanggil para perempuan cantik. Apakah birahi lahir terlalu dini?” tanya Alisa.
“Memang sudah berubah,” kataku. “Birahi adalah hal yang tidak bisa ditolak. Ia datang saja kapan, tanpa memberi peringatan pada mereka. Jika hadir, maka sudah jalannya untuk menuntaskan, dengan cara apapun.”
Kau mengangguk, lalu memandang batu yang tengah menjadi saksi Hypatia atas ceritaku. Di tempat ini, aku sering menemukan Hypatia sesaat aku pulang sehabis membeli bakso, di kala sore itu. Sore untuk menikmati bakso adalah jalan yang paling baik bagiku. Batu yang tidak pernah berubah, dan batu yang tidak pernah diduduki oleh siapapun. Kau mencoba duduk disitu, memandang padang lengang, dan memikirkan perihal lain yang tidak kuketahui. Sejenak, kau memejamkan mata. Mata yang kemudian kau buka kembali.
Sebelum memandang untuk melakukan penelitian, Hypatia memejamkan mata dan membukanya kembali, serupa Alisa. Aku tidak menceritakan perihal ini padanya, biarkan hal itu mengalir di kepalaku, dan ingatanku. Yang menjadi jejak tak hilang, adalah kematiannya. “Lalu, bagaimana tentang kematiannya?” tanya Alisa. Aku terdiam sesaat. Aku tidak tahu harus memulainya dari bagian mana dan cara apa. Kau mengetahui diriku, lalu kau melanjutkan seolah kau tahu aku sedang memikirkan apa. “Ceritakan saja.”
Baiklah, kini kuceritakan. Hypatia yang kemudian hari, setelah mengajar, ada segerombolan fanatik yang entah apa namanya. Barangkali agama, ideologi, atau pengusiran sang pengajar itu yang menghilangkan para murid-murid sekolah resmi yang berbayar mahal. Hypatia menolak bahwa ia adalah utusan penyihir, komunis, atheis, dan segala bentuk yang lain. Rambut panjang yang cantik itu, dijambaknya dan diseret menuju tempat ruang kosong yang tidak terpakai. Tidak ada seorang lain yang mau menolongnya. Mereka hanya menikmati santapan menonton hari penyiksaan secara gratis. Banyak anak-anak kecil, Bapak-Bapak, dan Ibu-Ibu. Di wilayah itu, tak ada pembelaan. Pemikiran mereka seragam untuk menumpas perempuan itu.
Mereka memukul Hypatia menggunakan genteng, mencongkel matanya, memotong lidahnya, dan membawa mayatnya hingga harus dimutilasi beberapa bagian. Termasuk organ-organ tubuh, tulang-belulangnya, hingga sisa tubuhnya berakhir dibakar di api unggun. Aku menyaksikan dan menangis di sana, aku berteriak dan menolak mereka untuk menghentikkan penyiksaan yang merusak jiwa kemanusiaan ini. Tetapi, mereka tidak mendengarku, selain pikiran dan nafsu amarah untuk menyiksa perempuan itu. Wajah cantiknya, dipukul beberapa kali dengan genteng, hingga berdarah dan tidak berbentuk lagi.
“Saya bukan penyihir! Lagipula, apa itu komunis?” ucap perempuan berdarah Yunani itu. “Aku hanya mengenal Plato, Socrates, dan Aristoteles!”
“Diam kau pelacur!” teriak salah satu pemimpin pergerakan fanatik itu. “Kau telah beberapa kali bercinta hingga kami murka melihat kau!”
“Itu fitnah! Itu rekayasa!” teriakan Hypatia membahana berkali-kali. “Aku tahu, kalian cemburu atas tindakanku sebagai guru yang tidak berada di dalam sekolah-sekolah resmi. Aku rela dibayar murah, bahkan tidak, hingga banyak murid-murid yang mau ilmu dariku. Dan kalian, aku tahu, kalian dari pergerakan sekolah resmi yang cemburu, karena murid kalian berpindah padaku lantaran sekolah kalian yang mahal tidak tahu malu!”
Mereka berteriak atas pembalasan dari Hypatia, lalu kemudian disiksa kembali sedemikian rupa. Hingga kedua matanya terpejam dan sudah tidak bernyawa. Aku berkali-kali, meneteskan air mata melihat penyiksaan manusia ini. Lalu, apa katanya jika guru adalah pahlawan tanpa balas jasa hingga berakhir seperti ini? Dari kelompok mereka yang dahulu menjadi murid sekolah dan diajarkan oleh guru-gurunya?
Tak ada yang mengubur riwayat tentang kematian Hypatia. Jika ada orang lain yang bertanya di mana letak kematian Hypatia, maka aku adalah orangnya. Tetapi, aku juga siap-siap akan dibunuh, karena aku adalah saksi mata yang paling dekat dengan Hypatia. Dan aku akan dilupakan. Mereka akan membuat asumsi, bahwa mereka telah menumpaskan dua orang yang bertentangan dengan nilai ideologi resmi, nilai-nilai agama, dan juga nilai keilmuan.
Kebohongan akan mengubah sebagian menjadi kebenaran. Ilmu dari Hypatia yang serupa dengan guru-guru di sekolah lain, dengan cara yang berbeda, akan diubah oleh mereka sebagai ilmu yang haram, yang melahirkan murid pintar hasil dari ilmu haram milik Hypatia.
“Aku, kini, akan mati Alisa.” Kataku.
Alisa menitikan air mata, berbutir bola kecil itu kemudian membasahi. Aku melihat beberapa butir bola air mata itu memantul kecil di padang lengang. Berlarian ke mana-mana, menunggu waktu mereka menjadi cair dan menumbuhkan beberapa ladang rumput kecil. “Waktu menunggu keputusan atas kematianku, sebagai bagian dari haram di kota dan negeri ini. Aku tidak tahu, mana kebenaran yang baik? Bagiku, Hypatia dan aku, muridnya, adalah baik. Apa yang salah?” beberapa kali aku mengeluarkan banyak pertanyaan.
“Kota ini telah dimakan candu pertentangan yang menurut mereka harus diserang, di atas jalan kebenaran mereka.” Jawab Alisa. “Jika kau mati, aku akan ikut mati. Karena aku adalah penyesalan, yang tidak pernah merasakan diajari oleh guru Hypatia.”
“Kau akan selamat beberapa tahun lagi, kau akan hidup lebih lama lagi.”
“Kematian akan datang padaku,” Alisa memberondong.
Perihal kematian, perihal kematian. Alangkah mengerikan kematian berdampak padaku selanjutnya. Perihal orang tuaku, mereka hanya menitikan air mata sambil berucap, “Kau adalah kebenaran yang paling abadi, yang akan mereka buat dengan segala rekayasa mereka, dan kebohongan, hingga anak cucu lahir kemudian dengan pemikiran bahwa kau dan Hypatia adalah anak haram dan bertentangan.” Aku hanya bisa terdiam.
______
Ah, gerombolan pencongkel mata Hypatia dan mataku, adalah mereka. Mereka yang fanatik akan kebenaran sebuah ilmu. Kedua mataku dimakan mereka, dan aku tidak bisa melihat dan gelap. Tubuhku kemudian tertusuk dengan benda yang tidak tahu apa. Tajam melebihi pisau, pedang, atau samurai. Atau golok dan kapak. Mereka membuatnya dengan ilmu lain, sebagai jalan membunuh seorang yang paling hina di antara kebenaran mereka itu.
“Kau akan mati!” teriak mereka, aku tahu suara itu, seorang ketua yang pernah menyiksa Hypatia.
“Anak Hypatia yang haram!” teriak mereka, sambil membuat yel-yel sebagai penyemangat demi penyiksaan berlangsung.
“Tak mau masuk ke sekolah resmi! Kau kira di dunia ini guru tidak butuh makan? Bodoh sekali Hypatia dan kau muridnya!” teriak seorang akademisi yang kuketahui dari lantang bicaranya. Aku tidak bisa melihat, namun mampu menebak sebagian suara mereka dan siapakah mereka.
“Ilmu, kok, dari Yunani!” teriak orang lain lagi.
Dalam detik kemudian, aku menghembuskan napas. Aku meninggalkanmu Alisa. Tetapi, janganlah kau membuat keputusan kau sendiri. Kau tak boleh berada di jalan kematian melalui penyiksaan ini. Kau akan mati dalam keadaan sakit, atau dalam keadaan tidur. Kau harus hidup beberapa tahu lamanya nanti. Biarkan Hypatia dan aku, adalah sejarah yang tidak masuk ke dalam pelajaran sejarah sekolah-sekolah kapital.
You might also like
More from Fiksi
Surat untuk Mantan
Lara, Ini mungkin adalah surat yang kesekian kali kutulis, tapi kali ini rasanya berbeda. Seperti ikan besar yang terjerat di jaring …
5 Cerpen Cinta yang Akan Bikin Kamu Terbawa Perasaan
5 Cerpen Cinta yang Akan Bikin Kamu Terbawa Perasaan Hey Sobat Semay, siap untuk terbawa oleh ombak perasaan yang mendalam? Ini …
Lamunan Empok Hayat
Lamunan Empok Hayat Dalam Sekian Babak Bunyi berita tentang cuaca ekstrem dan curah hujan tinggi tertangkap telinga Empok Hayat. Kalau saja …