Terus bekerja seperti kuda…
Ia meringkik. Beberapa saat kemudian ia roboh dan melenguh panjang. Ia tak kuat lagi menopang tubuhnya. Seseorang dengan wajah sangar, membawa pecut. Memecutnya beberapa kali. Tentu sakit, tapi ia diam belaka. Ketika ada seseorang yang ingin menolongnya dan membawakan air minum, pria sangar itu menghalangi.
Lantas adegan sadis ini pun terliput oleh sebuah kamera amatiran dan akhirnya menjadi viral.
Ia, yang saya sebut berulang kali itu adalah seekor kuda malang bernama Chester. Ia hanya seekor kuda—hanya? Bukankah ini penistaan.
Video itu, langsung mengundang simpati dari para warganet. Hati mereka terenyuh dan tak habis pikir kalau ada manusia sangar yang sekejam itu. Konon, belakangan diketahui pria sangar itu merupakan si pemilik kuda. Ia adalah atasan dari Chester. Ia memecuti Chester agar ia mau bangkit lagi. Tak ada cara lain untuk membangunkannya kecuali dengan cara sadomasokis seperti itu.
Maka, wajar saja jika para warganet langsung mengutuki pria sangar yang membawa pecut itu. Ia dimaki sebagai manusia bengis yang tak punya belas kasihan. Bisa-bisanya ia memaksa kuda yang lemah itu untuk terus bergerak. Apalagi dengan menyakitinya.
Saya pun merasakan hal yang sama. Kasihan dan marah. Saya kasihan dengan Chester, nasibnya begitu malang sampai harus jadi peliharaan seorang manusia gila. Saya marah kepada pria sangar itu, masihkah dia menyebut dirinya sebagai manusia?
Tapi, pada satu titik, saya merenung sejenak. Mungkinkah kita tak pernah bertindak kejam seperti itu?
Saya rasa, barangkali, orang-orang yang menaruh belas kasihan itu, ada yang menempati posisi sebagai atasan.
Atasan yang alpha kalau ia juga pernah berbuat sama pada bawahannya. Seorang atasan di sebuah korporasi besar, memang tak membawa pecut. Namun, tanpa sadar mereka juga melakukan kekejaman yang sama. Perintah yang sewenang-wenang lengkap beserta ancaman PHK dan intimidasi lainnya.
Semua unsur itu, sudah cukup untuk menjadi rantai komando yang siap meringkus mental para pegawainya. Para bawahan, pegawai dengan status gurem itu, setiap hari harus memanggul beban kerja yang tak ringan. Mereka harus mengerjakan target yang sudah dicanangkan. Persetan dengan toleransi. Semuanya hanya untuk kepentingan korporasi.
Kerja, kerja dan kerja. Terus bekerja seperti kuda.
Namun, di waktu lain ketika para pekerja mulai kelelahan, mereka ingin menyuarakan protes. Misalnya, ketika mereka ingin menyuarakan hak atas mereka. Mereka ingin merundingkan beberapa kebijakan korporasi yang dinilai tak adil. Timpang tindih deskripsi pekerjaan, misalnya.
Oh, tapi apa lacur. Suara seorang bawahan tak ubahnya suara lenguh lirih kuda yang sekarat.
Mereka tak jauh beda dengan Chester yang malang itu. Bedanya, Chester dihujani pecutan yang sakit di badan. Sedangkan para pekerja, dihujani ancaman dan omelan yang membikin tengkuk kesakitan. Ya, siapa yang betah dengan tekanan kerja yang selalu menimbulkan stress itu?
Tapi, sekali lagi, mereka musykil untuk terus melawan. Jika dipecat, lalu siapa yang akan meneruskan tagihan cicilan motor dan KPR?
Lantas, ketika para pekerja itu mulai mengeluh, para atasan atau kawan menyebalkan, akan berujar, “sudahlah, don’t take it personally” . Para pekerja dilarang membawa perasaan ketika sedang di tempat kerja. Mereka harus profesional. Totalitas tanpa batas.
Tapi, ketika Chester jatuh, apakah mereka juga berujar, “sudahlah, Chester, don’t take it personally”?
Jika kita bisa menaruh belas kasihan pada seekor kuda, mungkinkah kita juga bisa kasihan pada seorang pekerja?
More from Ruang Raung
Dari CEO Restock ID Kita Belajar
Dari CEO Restock ID Kita Belajar.... Rombongan motor dan mobil berkonvoi berkeliling kota. Mengibarkan bendera kebanggaan sebagai ciri identitas organisasi yang …
Pak Jokowi, Jadi Gini
Usia kemerdekaan Indonesia "Pak Jokowi, Kapan ya Kita Merdeka dari Ambisi?" Usia kemerdekaan Indonesia kini sudah menyentuh 75 tahun. Ya, 75 tahun …
Antara Kedai Kopi dan Dilema Pejalan Kaki
Kedai Kopi dan Dilema Pejalan Kaki Selepas kelas malam, sepulang dari kampus, sekitar jam 7 malam, saya berjalan kembali ke kos. …