Pemenang hadiah Nobel Sastra 2017 akhirnya diumumkan juga. Penghargaan sastra paling bergengsi di dunia itu jatuh ke tangan seorang penulis berdarah Jepang, Kazuo Ishigiro. Kazuo berhasil mengalahkan beberapa kandidat kuat. Margaret Atwood dan Milan Kundera yang sudah sepuh pun bisa dikalahkan. Bahkan, Haruki Murakami yang tiap tahun hampir selalu masuk daftar kandidat Nobel Sastra, juga kembali kalah lagi. Para penggemar Murakami lagi-lagi harus menelan kemasygulan mereka sendiri.
Tapi percayalah, tak ada yang lebih patut bersedih ketimbang para penggemar sastra Indonesia. Karena selama bertahun-tahun, hanya nama Pramoedya Ananta Toer yang berhasil menclok di daftar kandidat Nobel Sastra. Dan itu pun belum sempat menang.
Lantas, apa penyebab utama sastra Indonesia kini tidak masuk daftar Nobel Sastra lagi? Apakah sastra Indonesia begitu buruk? Apakah semua karya sastra penulis Indonesia semuanya medioker? Apakah sastra Indonesia adalah sastra gurem? Apakah Indonesia tak punya kans untuk dapat tempat di singasana Nobel Sastra?
Jawabannya: tidak tahu. Tapi, kita perlu berharap.
Percayalah bahwa Indonesia ini punya banyak kandidat Nobel Sastra. Namun, hanya satu orang sastrawan yang benar-benar layak mendapatkannya. Bukan, dia bukan Eka Kurniawan yang pernah masuk list Man Booker Prize. Bukan, dia bukan Seno Gumira Ajidarma yang pernah memenangkan SEA Write Award. Dan tentu saja dia bukan Goenawan Mohamad yang merupakan sastrawan cum wartawan.
Jadi, siapakah dia? Dia adalah tuanku yang diperagung Narudin Pituin. Anda belum pernah mengenal atau mendengar nama beliau? Jika belum, berarti anda termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi.
Narudin Pituin adalah seorang penyair yang merangkap sebagai cerpenis, adalah seorang cerpenis yang merangkap sebagai kritikus sastra, adalah seorang kritikus sastra yang merangkap sebagai penerjemah lepas, adalah seorang penerjemah lepas yang merangkap sebagai guru bimbel, adalah seorang guru bimbel yang merangkap sebagai coverboy majalah (tidak) sohor. Ini adalah sebuah paket lengkap. Melampaui triple-tasking. Narudin Pituin adalah sastrawan asal Subang yang perlu dibanggakan oleh bangsa Indonesia. Karena beliau adalah aset bangsa yang tak boleh dilepas kepada antek asing aseng.
Jadi, kenapa hanya Narudin Pituin yang layak mewakili Indonesia untuk mendapatkan hadiah Nobel Sastra? Alasannya sebagai berikut:
1. Karena Narudin Pituin Tampannya Paripurna
Dulu, Sartre pernah menolak hadiah Nobel Sastra pada tahun 1964. Alasannya karena Sartre menilai para juri Nobel terlalu bias kepada para penulis anti-komunis. Namun tak apa-apa. Lagipula, Sartre memang tidak pantas sama sekali menerima Nobel Sastra. Dia tidak tampan dan matanya juling. Sedangkan Narudin Pituin itu tampannya paripurna, tanpa cacat fisik. Setiap berswafoto, wajahnya selalu nampak manis. Seorang penerima hadiah Nobel Sastra haruslah tampan dan tak boleh punya cacat fisik. Kalau cacat otak, bolehlah.
2. Karena Narudin Pituin Ramah
Narudin Pituin adalah seorang sastrawan yang ramah. Saking ramahnya, ketika mengejek karya buruk pun ia tetap tersenyum. Tak nampak kesan sinis sama sekali dari air mukanya yang teduh.
3. Karena Narudin Pituin Cerdas
Soal kecerdasan, rasanya kapasitas Narudin Pituin tak perlu diperdebatkan lagi. Hanya Narudin Pituinlah yang bisa membuat teori kritik sastra sendiri. Hanya Narudin Pituin yang memahami apa itu strukturalisme, posmodernisme, sastra bertendensi, estetisme, sufisme, Derridda dan perangkat teori rumit lainnya. Hanya Narudin Pituinlah yang pantas mengencingi puisi-puisi Afrizal Malna dan Abdul Hadi WM. Maka jangan heran bila Narudin Pituin disewa untuk menulis buku kritik sastra uwuwuwu oleh Bapak Denny JA(ncuk).
4. Karena Narudin Pituin Produktif
Kalau ditanya produktivitas, sebaiknya anda beli saja semua buku Narudin Pituin yang banyak sekali itu. Kami selalu speechless bila bicara urusan ini. Silakan dinilai dan dinikmati sendiri.
5. Karena Narudin Pituin Anti-Komunis
Narudin Pituin pernah mengaku bahwa ia adalah penggemar Taufik Ismail. Maka jangan heran bila Narudin Pituin juga sepemikiran dengan Kakek Taufik yang baik hatinya itu. Narudin Pituin kabarnya akan menulis buku sekuel Katastrofi Mendunia: Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma dan Narkoba. Buku itu pada mulanya ditulis oleh Taufik Ismail.
6. Karena Narudin Pituin Penyair yang Subtil
Narudin Pituin adalah penulis yang bagus. Penyair yang burungnya disambar geledek! Duar! Auw!
7. Karena hanya Narudin Pituin yang paling percaya pada dirinya sendiri
Alasan terakhir adalah yang paling menentukan. Hanya orang yang paling percaya pada dirinya sendirilah yang bisa memenangkan segalanya. Itu!
You might also like
More from Bermain
Mainan Tradisional Jaman Dulu: Warisan Budaya yang Membangkitkan Nostalgia
Mainan Tradisional Jaman Dulu: Warisan Budaya yang Membangkitkan Nostalgia Mainan tradisional jaman dulu memiliki pesona tersendiri yang membedakannya dari mainan modern. …
Mainan Jaman Dulu yang Terlupakan
Mainan Jaman Dulu yang Terlupakan Di sudut-sudut desa dan lorong-lorong kota, masih tersimpan kenangan tentang mainan jaman dulu yang kini mulai …
Nostalgia dan Dinamika Suara Radio Elshinta Jakarta
Nostalgia dan Dinamika Suara Radio Elshinta Jakarta Awal Mula Elshinta: Melodi dan Berita di Udara Jakarta Radio Elshinta resmi diluncurkan pada 14 …