IndiHome merupakan provider internet fiber yang cukup populer di Indonesia. Seperti yang kita tahu bersama, IndiHome adalah salah satu produk layanan dari Telkom Group berupa paket layanan yang terpadu dalam satu paket triple play meliputi layanan komunikasi, data dan entertainment seperti telepon rumah, internet (Internet on Fiber atau High Speed Internet) dan layanan televisi interaktif dengan teknologi IPTV (UseeTV). Tak hanya itu IndiHome juga dilengkapi dengan beragam layanan tambahan (add-on) yang bisa dipilih sesuai kebutuhan dan keinginan pelanggan seperti Telepon Mania, wifi.id seamless, TrenMicro Antivirus, IndiHome View (online surveillance camera) dan masih banyak lagi. Pokoknya Indihome adalah solusi dari segala dahaga dunia perdaringan.
Namun, sebelum menceritakan pengalaman saya mengenainya. Mari kilas balik sebentar mengenai pengalaman saya menjadi pelanggan beberapa Internet Provider di Indonesia. Pertama, kalau saya tidak salah pada 2012 saya sempat menggunakan Speedy untuk memenuhi kebutuhan berinternetan, kebutuhan saya waktu itu hanya dengan kecepatan 512Kbps juga cukup. Ya, Speedy yang sekarang sudah punah itu. Fyi, rumah saya berdekatan dengan perbatasan Jakarta yang jumawa. Selain buat download bokep, TV Series, Thriller, dengan resolusi mumpuni tentu saja dengan adanya internet saya juga mencari materi-materi bahan ajar, ya waktu itu saya adalah seorang tenaga pendidik dan pada saat yang sama saya juga senang nonton bokep.
Apakah itu salah? Mungkin. Ya, makanya saya sekarang bukan lagi seorang tenaga pendidik. Mungkin kurang cocok dengan keliaran jiwa ini, Bosque. Tsadeeeest! Ah, tapi mungkin juga nggak, karena pada dasarnya manusia menyukai seks. Buktinya, kenapa bisnis pelacuran eksis sejak abad 7 masehi sampai sekarang? Kamu pikir itu bukan karena kesukaan? Inget, Coy! Tergoda itu fana, hasrat abadi.
Sebagai pengguna Speedy di bulan pertama saya senang betul sebab tak sekalipun saya menemukan ngelag alias buffering dan semacamnya ketika streaming maupun browsing. Bulan kedua dan ketiga pun begitu. Lancar-lancar sahaja. Memasuki bulan keempat, kuda-kuda sabar mesti dipasang. Lanjut bulan kelima, kesabaran pun mestilah sesabar ketika melihat konon katanya seorang ulama termasyhur ngajakin bunuh orang di suatu waktu pada sebuah kerumunan. Mending nonton bokep daripada ngajakin bunuh orang mah atuh, euumm!
Tahu nggak? Ya, pasti nggaklah… Kesabaran itu saya lalui selama setahun lamanya, Coy! Bayangkan setahun, Tuan dan Puan! Saya tak tahan lagi dengan Speedy terutama jika musim hujan tiba. Banyak tugas terbengkalai, kesenangan dikebiri, kesedihan semakin tak berujung. Halah! Masalah mestilah diselesaikan, tidak bisa tidak!
Saat itu saya mendengar kabar jika terdapat provider anyar yang lebih apik ketimbang Speedy. Ya, namanya First Media. Tak butuh waktu lama saya beralih ke Provider tersebut. Saya memakai kecepatan 2Mbps dan TV kabel di mana setiap channel di dunia ini bisa tertangkap.
Seperti biasa bulan pertama baik-baik saja, sekencang Dona Tata. Ibarat pembalap lokal, First Media adalah Doni Tata, sedangkan Speedy itu Asep Kancil. Begitulah impresi bulan pertama. Bulan kedua, ketika hendak bayar kok ternyata ada perubahan pembayaran. Oke, tak masalah selama perubahan angka itu tak terlalu melompat jauh seperti logika warganet yang masyawoooh cerdasnya! Sudah mikir positif eh si bangsat FM itu malah menyusupkan pikiran negatif secara nggak langsung, perubahan angka pembayaran pun terasa radikal nan liberalistis, kampret betoool! Pelan-pelan saya mengurangi channel TV yang berarti biaya juga berkurang. Lha, tapi kok bayarnya sama saja seperti komplit channel. Si anyeeeeng aing asa ditipu! Ya, sudah cukup 8 bulan saja saya pakai First Media punyanya Bos Perindo itu.
Hari-hari tanpa Internet Provider pun saya lalui dengan lapang hati. Saya melanjutkan kehidupan sebagaimana biasa. Setelah melewati berbagai petualangan di dunia maya dan nyata. Saya pun terdampar dan ngekos di Kemayoran. Secara kolektif kami (anak-anak kos) menggunakan provider Indihome dengan kecepatan 10Mbps. Ya, si tante kos membebaskan kami untuk memasang internet dengan satu catatan: jangan ganggu-ganggu dia. Maksudnya begini, “serah elu dah tong yang penting kalo lu pade mo bayar jangan ke gue.” Oke siap, tante!
Seperti biasa bulan pertama, kedua, ketiga, lancar jaya. Kelima dan bahkan keenam, oke punya. Ketujuh? Mulanya kami kebingungan kenapa kok gak nyambung. Secara bergotong royong kami pun mencari solusi. Dari mulai mengecek Ethernet, RTO, network location, dll. Namun, kami akhirnya menyerah, ya sudah lapor saja via aplikasi mobile dan juga media sosial seperti twitter. Respons di twitter memang cepat namun tak secepat kedatangan teknisi. Kami mesti menunggu dua hari. Setan kobeeeeer! Dikiranya di kosan kami gak ada kerjaan. Kata si teknisi kabel digigit tikus. Ya, ya, ya. Oke. Besoknya kami pun bisa berselancar ria kembali di mesin pencari, mengerjakan ini itu, sesekali nonton channel Ki Prana Lewu. Senang! Trims, Bro.
Selang beberapa hari masalah 6 tahun lalu muncul lagi. Seperti biasa koneksi putus, dan baru terjadi minggu kemarin. Ya, hampir seminggu kami tak terkoneksi dengan internet yang mampu mengubah dunia itu. Bahkan teman saya pernah masuk media daring populer dengan judul: Ini Lima Anak Muda Inisiator Perubahan di Dunia Maya. Jadi betapa pentingnya internetan, bukan?
Sejak hari pertama salah satu dari kami telah menghubungi pihak IndiHome namun tak gubris. Hari kedua direspons dengan, “iya, nanti kami akan mengirim teknisi ke lokasi.” Besoknya tak datang juga, kami telepon lagi. Besok pun tak datang lagi, kami hubungi terus. Militan. Barulah dua hari kemarin mereka datang dan memperbaiki koneksi internet di kosan kami sedangkan bill jalan terus yang padahal selalu kami lunasi tanpa pernah telat sejam pun. Taeeeeeeek!
You might also like
More from Ruang Raung
Dari CEO Restock ID Kita Belajar
Dari CEO Restock ID Kita Belajar.... Rombongan motor dan mobil berkonvoi berkeliling kota. Mengibarkan bendera kebanggaan sebagai ciri identitas organisasi yang …
Pak Jokowi, Jadi Gini
Usia kemerdekaan Indonesia "Pak Jokowi, Kapan ya Kita Merdeka dari Ambisi?" Usia kemerdekaan Indonesia kini sudah menyentuh 75 tahun. Ya, 75 tahun …
Antara Kedai Kopi dan Dilema Pejalan Kaki
Kedai Kopi dan Dilema Pejalan Kaki Selepas kelas malam, sepulang dari kampus, sekitar jam 7 malam, saya berjalan kembali ke kos. …