John Howkins dalam bukunya, The Creative Economy: How People Make Money from Ideas, pertama kali memperkenalkan istilah ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif didefinisikan sebagai the creation of value as a result of idea. Howkins menjelaskan ekonomi kreatif sebagai kegiatan ekonomi dalam masyarakat yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghasilkan ide, tidak hanya melakukan hal-hal yang rutin dan berulang. Karena bagi masyarakat ini, menghasilkan ide merupakan hal yang harus dilakukan untuk kemajuan.
Pendapat Howkins mengenai ekonomi kreatif sangat berbanding lurus dengan perkembangan ekonomi global saat ini. Masyarakat luas secara tidak langsung dituntut untuk mengembangkan ide dan gagasan kreatifnya agar bisa mendapatkan nilai ekonomi dari ide dan gagasannya tersebut. Nilai ekonomi yang dimaksud tentunya adalah nilai tukar uang yang mampu memenuhi kebutuhan hidup.
Studi Ekonomi Kreatif terbaru yang dilakukan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) pada tahun 2001 mendefinisikan Ekonomi Kreatif sebagai “An evolving concept based on creative assets potentially generating economic growth and development.”
Definisi Ekonomi Kreatif menurut UNCTAD antara lain mendorong peningkatan pendapatan, penciptaan pekerjaan, dan pendapatan ekspor sekaligus mempromosikan kepedulian sosial, keragaman budaya, dan pengembangan manusia menyertakan aspek sosial, budaya, dan ekonomi dalam pengembangan teknologi, Hak Kekayaan Intelektual, dan pariwisata, suatu pilihan strategi pengembangan yang membutuhkan tindakan lintas kementerian dan kebijakan yang inovatif dan multidisiplin dan yang jelas di jantung Ekonomi Kreatif terdapat Industri Kreatif.
Terkait penjabaran di atas, Isa Wahyudi dalam artikelnya Seni Pertunjukan Sebagai Basis Industri Kreatif menjelaskan bahwa salah satu perwujudan industri kreatif adalah seni pertunjukan. Kegiatan kreatif seni pertunjukan meliputi usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan, pertunjukan tari, dari tradisional, balet, sampai kontemporer, drama, musik-tradisional, musik-teater, opera, tata panggung dan tata cahaya.
Seni teater adalah salah satu kelompok dalam seni pertunjukan. Sejauh ini secara ekonomi seni teater di Indonesia belum mampu hidup dan menghidupi setiap insan yang terlibat di dalamnya. Hanya segelintir komunitas teater yang mampu membayar pekerja dan senimannya. Terkadang bayaran ini tidak setimpal dengan proses yang mereka lewati.
Namun begitu bukan berarti tidak ada sama sekali yang mampu berdaya. Baru-baru ini, sebuah program seni pertunjukan teater di bawah naungan Kayan Production & Communications ternyata terbukti mampu menghidupi insan teater yang terlibat di dalamnya. Program pertunjukan teater tersebut adalah Indonesia Kita. Indonesia kita digagas oleh tiga orang kreatif yaitu Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, dan Agus Noor. Ketiga pendiri Indonesia Kita tersebut memiliki reputasi yang luar biasa di bidang seni pertunjukan, Butet Kartaredjasa seorang aktor teater yang belakangan ini dikenal dengan acaranya ‘sentilan sentilun’ di Metro TV, Djaduk Ferianto seorang musikus yang karya-karyanya sudah tidak diragukan lagi, serta Agus Noor seorang sastrawan yang telah banyak menciptakan karya prosa dan puisi. Sejak 2011 Indonesia kita telah mementaskan lebih dari 30 pertunjukan teater.
Program Indonesia Kita dirancang menjadi sebuah forum yang mengangkat isu terkini seperti isu sosial, pendidikan, budaya, ekonomi, dan lain-lain. Isu tersebut dikemas dalam bentuk seni pertunjukan komedi satir yang tentunya banyak mengundang tawa sekaligus ironis. Biasanya para tokoh menggambarkan sosok politik yang sedang ‘jaya’, lalu diparodikan dengan gaya Jawa-Jogja.
Yang paling menarik dari program Indonesia Kita adalah program tersebut menjadi program pertunjukan teater pertama di Indonesia yang mampu eksis dan konsisten untuk melakukan pertunjukan hampir tiap dua bulan sekali. Program ini di pentaskan di Gedung Graha Bhakti Budaya atau Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki. Tiket pentas Indonesia Kita selalu terjual habis seminggu sebelum pertunjukan. Walaupun mematok harga yang cukup tinggi, berkisar dari Rp 150.000 untuk balkon, Rp 300.000 untuk VIP, Rp 500.000 untuk VVIP, Rp 750.000 untuk tiket platinum, tidak ada kursi yang kosong. Pertunjukan Indonesia Kita yang biasanya dipentaskan selama dua hari berturut-turut selalu digemari dan ditunggu banyak orang.
Untuk terciptanya sebuah nilai ekonomi dari bentuk seni pertunjukan baik tari, teater, musik, rupa dan lain-lain tentunya perlu manajemen yang baik dalam pengelolaan pertunjukan tersebut. Manajemen yang dimaksud meliputi dari penggalangan dana atau mencari sponsor hingga membuat sebuah promosi yang mampu memperkenalkan pertunjukan ini sehingga orang datang untuk menonton. Untuk mengelola ini semua tentunya butuh orang-orang kreatif dan ide-ide kreatif yang mampu berkesinambungan antara karya dan proses manajemen. Indonesia kita di bawah manajemen Kayan Production & Communications mampu mengubah cara pandang terhadap perkembangan teater di Indonesia saat ini. Seperti kita tahu, sejauh ini seni pertunjukan khususnya teater belum ada di Indonesia yang mampu untuk konsisten membiayai pelaku dan pekerjanya, namun Indonesia Kita mampu membayar para pelaku dan pekerjanya dengan upah secara konsisten dan maksimal, terbukti dengan pentas rutinnya.
Gambar di atas merupakan sebuah poster promosi dari pertunjukan Indonesia Kita. Terlihat pada setiap posternya selalu didukung oleh berbagai sponsor yang tentunya memeberikan dana yang tidak sedikit untuk menggelar pertunjukan tersebut.
Indonesia Kita, sejauh yang saya telusuri tidak seperti teater modern pada umumnya. Indonesia Kita tidak memerlukan waktu latihan yang panjang, yaitu cukup latihan selama kurang lebih tiga hari saja. Para pelakunya pun adalah orang-orang profesional yang sudah punya nama atau public figure. Proses yang singkat ini juga sangat menghemat budget produksi dan bisa dikelola untuk kebutuhan yang lain. Public figure yang berperan di sini juga mampu mengundang para penonton lebih banyak. Public figure yang berperan dalam pertunjukan Indonesia Kita seperti: selebritis, tokoh komedi, tokoh politik, tokoh sosialita dan lain-lain. Hal tersebut merupakan strategi yang baik dalam sebuah pertunjukan teater. Seperti tampak pada gambar, public figure program Indonesia Kita dalam pentas berjudul “Nyonya-Nyona Istana” dengan sutradara Hanung Bramantyo. Public figure di sini terdiri dari latar belakang Artis Amie Ardini (paling kanan), tokoh komedi Yu Ningsih (kedua dari kanan), tokoh sosialita Jakarta: Flora Simatupang, F Nadira, Cicilia King, Vivi Jip, dan Jais Darga.
More from Ruang Raung
Dari CEO Restock ID Kita Belajar
Dari CEO Restock ID Kita Belajar.... Rombongan motor dan mobil berkonvoi berkeliling kota. Mengibarkan bendera kebanggaan sebagai ciri identitas organisasi yang …
Pak Jokowi, Jadi Gini
Usia kemerdekaan Indonesia "Pak Jokowi, Kapan ya Kita Merdeka dari Ambisi?" Usia kemerdekaan Indonesia kini sudah menyentuh 75 tahun. Ya, 75 tahun …
Antara Kedai Kopi dan Dilema Pejalan Kaki
Kedai Kopi dan Dilema Pejalan Kaki Selepas kelas malam, sepulang dari kampus, sekitar jam 7 malam, saya berjalan kembali ke kos. …