Logical fallacy atau cacat logika artinya kecacatan dalam berpikir atau pola pikir yang keliru. Logical fallacy ini banyak digunakan dalam debat politik untuk menyerang lawan dan menggalang dukungan. Namun, jangan salah, ternyata dalam kehidupan sehari-hari, logical fallacy juga banyak kita jumpai lho, guys. Berikut ini, gue rangkum beberapa logical fallacies yang paling banyak gue temuin di negara tercinta kita.
Argumentum Ad Verecundiam (Appeal to authority/ Mengacu kepada pihak berwenang)
Gini ye, dulu waktu lo sekolah or kuliah, pernah gak ada guru atau dosen yang gak mau dibantah atau didebat atau diingetin waktu dia salah? Beliau merasa pendapatnya yang paling benar walau pun opini beliau itu salah. Atau untuk kalian yang sudah bekerja, pernah denger ucapan kayak gini: “Pertama, boss selalu benar. Kedua, bila boss salah, inget nomor satu”.
Nah, argumen kayak gini termasuk logical fallacy yang mengatakan bahwa pihak dengan wewenang lebih tinggi selalu benar. Alasan yang menjustifikasi hal ini adalah asumsi bahwa pihak berwenang selalu punya pengalaman yang lebih banyak dan selalu lebih bijak dari pada bawahannya. Gak selalu ya guys, karena teknologi dan ilmu pengetahuan itu berkembang pesat. Jadi kalo lo lebih update dari pada dosen atau guru lo yang sudah outdated, bisa jadi elo yang bener. So, jangan takut berpendapat ya. Kalau atasan/dosen/guru lo marah karena diingetin, lo komen gini aja sambil meringis “logical fallacy itu, Pak/Bu”. Lalu.
Argumentum Ad Antiquitatem (Appeal to tradition/ Mengacu kepada tradisi)
“Dari dulu juga begini” adalah tanda-tanda prahara logical fallacy yang gue mau bahas di sini pada urutan kedua ini ya, guys. Bukannya gue anti sama semua tradisi, tapi kadang ada tradisi yang sama sekali gak masuk di akal orang zaman now. Misalnya, tradisi pesta besar-besaran waktu menikah. Kalo lo punya duit yang cukup sih, gak masalah. Tapi kalo duit lo pas-pasan, ya jangan dipaksakan, ya. Karena menurut gue, pernikahan itu hanya lah awal kehidupan baru dengan pendamping hidup lo. Setelah menikah, kan masih butuh duit buat makan dan travelling. Jangan sampe lo ngutang setelah menikah demi memuaskan tradisi pesta pernikahan, ya. Terus?
Argumentum Ad Populum (Appeal to the majority/ Mengacu kepada mayoritas)
Inget gak kalau dulu kita diajarin pengambilan keputusan dengan musyawarah untuk mufakat? Ternyata ada satu bentuk cacat logika yang bisa terjadi kalau kita tidak hati-hati saat musyawarah, yaitu berpegang pada keputusan orang banyak walaupun itu keliru. Misalnya begini, dulu Copernicus dan Galileo Galilei dipasung karena mengatakan bahwa bumi itu bulat dan berputar mengelilingi matahari. Saat itu, sebagian besar masyarakat meyakini bahwa bumi itu datar, Coy! Nah, di zaman now ini, kita jangan sekedar ikut arus, dong. Harus berani berbeda pendapat dengan mayoritas di saat kelompok mayoritas memiliki pandangan yang keliru atau cacat logikanya. Lanjut gak nih? Lanjut dong…
Cacat Logika Statistik
Menjelang tahun politik ini, kan banyak survey dan data nih, guys. Kita mesti hati-hati kalau melihat survey. Selalu tanyakan “apakah sampel dalam survey ini sudah mewakili populasi yang ditonjolkan?”. Misalnya, dulu ada yang pernah bilang; berdasarkan survey, tingkat pendidikan di Indonesia masih rendah banget. Nah, selidiki dulu guys, statement ini diambil berdasarkan data survey yang dilakukan di mana aja? Karena kan jumlah sarjana di Indonesia juga banyak banget. Nah, Selanjutnya?
Slippery Slope (Argumen Berdasarkan Ekstrimitas)
Nah, gue ngaku dosa ya, guys. Ini salah satu cacat logika yang pernah gue gunakan saat berargumen. Kadang ini juga digunakan oleh orang tua kita, guys. Contohnya, pas liat anaknya lagi malas-malasan di kamar, orang tua kita ngomelnya gini: “ Ya ampun, dek, kalo lo malas-malasan kayak gini, mau jadi apa nanti? Lo gak akan bisa sukses kalau gak kerja keras, dek. Kehidupan ini sulit. Kalo lo terus-menerus kayak gini, lo bisa jadi pengemis doank nanti. Oh no!” See? Perhatikan polanya. Makin lama, makin menuruni bukit dan menjadi makin ekstrim. Misal yang lain, waktu nonton kasus ILC (Indonesia Lawyers Club), ada argumen yang dilontarkan mengenai bendera. Terus sama kubu lawan, argumen bantahannya berbunyi “kalo lo mempermasalahkan bendera itu, berarti lo benci sama tulisan yang terkandung di bendera itu. Artinya lo gak hormat sama agama lo sendiri. Bla bla bla”. Logical fallacy tipe ini sangat ampuh untuk menyerang orang lho, guys. Jadi, berhati-hati lah.
Lima tipe logical fallacy yang gue bahas di atas hanyalah sebagian kecil dari kumpulan Logical Fallacies. Intinya sih ya, mari lebih kritis, dan kalau sanggup, pragmatis saat menerima informasi atau argumen dari pihak mana pun. Gue juga ingin mengajak semua untuk berargumen lebih logis dan lebih baik. Gak usah pake logical fallacy deh buat memenangkan argumen. Mari berhenti membodohi orang lain.
You might also like
More from Cerapan
Silent Treatment dalam Pertemanan: Saat Diam Menjadi Senjata
Silent Treatment dalam Pertemanan Dalam pertemanan, komunikasi adalah kunci utama untuk menjaga hubungan tetap sehat dan harmonis. Namun, apa jadinya jika …
Time Management Matrix: Strategi Efektif Mengelola Waktu dan Prioritas
Time Management Matrix: Strategi Efektif Mengelola Waktu dan Prioritas Dalam kehidupan yang semakin sibuk, kemampuan untuk mengelola waktu dengan baik menjadi …
Kebutuhan Tidak Penting tapi Mendesak
Kebutuhan Tidak Penting tapi Mendesak Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan dinamis, sering kali kita dihadapkan pada berbagai macam kebutuhan. …