Sebentar lagi kita akan memasuki tahun 2018 dan menutup tahun 2017. Sebelum tahun 2017 berakhir, gue pengin berefleksi. Seberapa sering gue melihat, mendengar, dan bahkan berdebat dengan orang-orang yang menggunakan logical fallacy di tahun ini? Btw, lo udah baca tulisan gue mengenai logical fallacy kan, ya? Kalok belum, klik di sini.
Dalam refleksi kali ini, gue pengin mengangkat tema yang sedang “hot” di tahun ini, yaitu hoax (dibaca: hoks). Kalian semua mengetahui bahwa hoax itu adalah statement yang tidak benar, atau bisa kita sebut cerita kebohongan. Namun, ternyata tahun ini, kita melihat banyak penggunaan hoax untuk menurunkan citra pesaing pilkada dan menaikkan popularitas citra paslon yang lainnya. Nah, hoax adalah salah satu bentuk logical fallacy. Karena tipe logical fallacy yang melandasi hoax belum gue ceritain di tulisan gue sebelumnya, jadi gue berinisiatif untuk nyeritain secara singkat kali ini.
Terdapat dua tipe logical fallacy yang berperan sebagai landasan hoax. Tipe yang pertama adalah Argumentum ad Hominem (menghina pribadi, menghujat narasumber). Dalam cacat logika yang satu ini, alih-alih menyerang kekeliruan atau kesalahan dalam argumen lawan, yang kita serang malah si pelontar argumen.
Contoh:
X: Sungai harus dinormalisasi, dilebarin biar gak banjir.
O: Lu tolol ya. Aneh banget dah otak lo. Kita kan bisa pakai drainase vertikal.
Apakah kalian bisa melihat logical fallacy yang digunakan oleh si O? Yup, si O menyerang si X. Si O bahkan membuat si X terlihat bodoh. Bukannya si O membandingkan keuntungan dan kerugian dari normalisasi sungai versus drainase vertical dari segi biaya, waktu, dan dampak lain yang mungkin timbul, si O malah menyerang si X dengan berapi-api.
Nah, tipe cacat logika yang berupa penyerangan terhadap lawan bicara seperti ini biasanya digunakan untuk membuat orang bete, mengalihkan perhatian dari argumen yang dikemukakan, dan kemungkinan besar ingin membuat orang lain kelihatan bodoh. Biasanya sih ketika orang lain mulai menyerang kita dengan cacat logika bentuk ini, doi sudah kehabisan akal sehingga doi putus asa dan asal bacot. Kasian sih sebenernya orang-orang kayak begini. Kita yang lebih logis memang mesti tegap menahan diri untuk tidak ikut-ikutan jatuh ke dalam perangkap cacat logika yang ini. Jangan ikut-ikut menyerang si O (on) ya.
Lalu, tipe kedua dari logical fallacy dalam hoax. Kalian bisa menebak apa? Ya, tepat sekali (silakan ambil sepedanya di belakang). Adalah Reductio ad Absurdum (Mengecilkan hingga argumennya terdengar absurd/non-sense).
Argumen yang menggunakan istilah “ngambang tanpa angka” seperti selalu, tidak pernah, semua orang, tak seorang pun dan sebagainya itu rentan untuk diciutkan sampai ke level absurditas.
Contoh:
X: Jika kamu memilih seorang pemimpin yang tidak seiman, maka kamu akan mengalami siksa kubur yang luar biasa dan tidak akan ada seorang pun yang mau mendoakan kamu.
Y: Doa dulu yuk. Saudara X yang baik hati, beriman, dan tidak sombong, pemimpin itu adalah mereka yang memiliki kualitas leadership, bukan hanya sekedar seiman. Apalah artinya seiman bila beliau tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan?
Bila mengikuti premis yang kamu kemukakan, maka bayangkan peningkatan angka pengangguran di Indonesia karena bosnya tidak seiman.
Kemudian, siksa kubur. Siksa kubur macam apa yang akan saya dapatkan dengan memilih pemimpin yang tidak seiman? Mana yang lebih berat hukumannya, membunuh/merampok/memperkosa/maling duit rakyat atau memilih pemimpin yang berbeda imannya? Yang ketiga, tidak mungkin tidak ada seorang pun yang mau mendoakan saya.
Sejelek-jeleknya saya, orang tua dan saudara serta teman akrab saya kemungkinan besar mau mendoakan saya lah. See?
Seperti yang sering dipertontonkan sama kita, salah satu bentuk Reductio ad Absurdum yang biasa dimainkan adalah isu SARA (Suku, Ras dan Agama). Bagi mereka yang masih merasa isu sara itu relevan untuk memenangkan pemilihan seorang pemimpin, lo semua wajib pergi mengunjungi Gua Pawon. Lokasinya di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
Di situs purbakala tersebut, ada rangka Nenek Moyang Kita. Usianya lebih dari 10,000 tahun. Rangka manusia tersebut merupakan ras Mongoloid. Jadi, orang yang lo sebut “pribumi” dan “non-pribumi”/etnis tionghoa itu sebetulnya satu ras. Ya, ras mongoloid. Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan etnis Tionghoa itu semua termasuk ke dalam Ras Mongoloid. Sampe sini, oke?
Kalau kita mau berpikir adil, seperti kata Pramoedya Ananta Toer yang sering dikutip di sana-sini itu; seorang terpelajar harus adil sejak dalam pikiran. Justru yang berhak berteriak dan mengedepankan isu SARA adalah saudara-saudara kita yang di Papua, karena mereka termasuk dalam Ras Negroid.
Kita juga nggak bisa menutup mata dengan kesenjangan yang terjadi antara Papua dan Jawa, saudara Papua yang menjerit: “Kami masih dijajah asing”. “Penjajah asing” dalam konteks ini adalah orang-orang di pulau Jawa. Karena pulaunya kaya tapi pendapatan daerahnya selama ini lebih banyak digunakan untuk pembangunan di pulau Jawa. Intinya sih, sebenernya temen-temen di pulau Jawa gak berhak pake isu SARA untuk pemilihan kepala daerah atau pilpres nanti.
Isu SARA yang dibalut dengan hoax merupakan bentuk sempurna Reduction ad Absurdum yang ditujukan untuk menyerang lawan bicara (Argumentum ad hominem). Penggunaan tipe argumen seperti ini sangatlah menyedihkan, pathetic, dan menghina intelektualitas pendengarnya. Berhentilah menggunakan logical fallacy Argumentum ad Hominem dan Reduction ad Absurdum terutama dalam bentuk isu SARA dan hoax untuk memenangkan apa pun.
Inget, kata-kata yang kamu ucapkan merupakan cerminan dari kualitas pikiran, hati, kalbu, dan agamamu. Jangan rendahkan dirimu dan nodai kesucian agamamu. Berargumenlah dengan logis dan baik. Belajarlah untuk menganalisa argumen lawan dengan akal sehatmu. Fokuskan serangan pada kekeliruan argumennya, yang terletak pada kata-katanya, bukan orangnya. Btw, Enjoy your holiday.
PS: Iseng-iseng berpengetahuan, lo bisa buat urutan sendiri nih. Siapa tokoh politik yang paling sering menggunakan logical fallacy? Silakan komen di bawah ini.
You might also like
More from Cerapan
Silent Treatment dalam Pertemanan: Saat Diam Menjadi Senjata
Silent Treatment dalam Pertemanan Dalam pertemanan, komunikasi adalah kunci utama untuk menjaga hubungan tetap sehat dan harmonis. Namun, apa jadinya jika …
Time Management Matrix: Strategi Efektif Mengelola Waktu dan Prioritas
Time Management Matrix: Strategi Efektif Mengelola Waktu dan Prioritas Dalam kehidupan yang semakin sibuk, kemampuan untuk mengelola waktu dengan baik menjadi …
Kebutuhan Tidak Penting tapi Mendesak
Kebutuhan Tidak Penting tapi Mendesak Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan dinamis, sering kali kita dihadapkan pada berbagai macam kebutuhan. …