“Berdoalah, karena Tuhan milik semua orang termasuk pelacur juga banci,” begitulah ucapan Marlina ketika ia harus berbesar hati untuk meringankan beban dan masalah yang ia hadapi bersama dua orang sahabatnya. Marlina dalam drama komedi Tri Mbak Kentir, sebuah drama komedi yang berakhir tragis. Drama komedi ini dipentaskan di gedung Bentara Budaya pada 30 April 2018, menceritakan tiga orang PSK (Pekerja Seks Komersial) yakni: Sheila Octarina sebagai Marlina, Delila Amri sebagai Sumarah, dan seorang banci bernama Momon yang diperankan oleh Yusuf Bakrie.
Tiga tokoh tersebut terjebak dalam satu masalah yang sama. Mereka tinggal dalam satu kontrakan dengan latar belakang yang berbeda. Marlina berasal dari latar belakang keluarga yang kaya raya, Ayahnya seorang pengusaha sukses, Ibunya seorang sosialita. Sejak duduk di bangku sekolah Marlina sudah masuk dalam pergaulan bebas. Hingga akhirnya suatu masalah besar menimpa Marlina. Usaha Ayah Marlina bangkrut, keluarga Marlina jatuh miskin. Ibunya pergi meninggalkan Marlina dan Ayahnya. Marlina saat itu merasa hancur dan malu. Sejak saat itu pula untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Marlina menjual dirinya kepada lelaki hidung belang, dan suatu ketika Ayahnya tahu perbuatan Marlina.
Ayah Marlina tidak sanggup menghadapi ini semua dan akhirnya ia bunuh diri dengan menembakkan satu peluru dari pistolnya. Kematian Ayahnya tentunya membuat Marlina menjadi tambah hancur dan menyesal. Setelah Ayahnya meninggal Marlina sempat mencari Ibunya, namun sayang Ibu Marlina sudah menikah dengan pria kaya dan tidak ingin mengenal Marlina. Berbeda dengan Marlina, Sumarah adalah seorang gadis kampung. Sumarah gadis yang lugu, ia lahir dari keluarga yang sangat terhormat di kampungnya. Ayahnya seorang pemuka agama. Suatu ketika Sumarah hamil. Ia dihamili oleh pacarnya sendiri. Orang tua Sumarah yang mengetahui hal ini marah besar. Ia tidak terima jika anaknya hamil di luar nikah. Orang tuanya memaksa Sumarah untuk menggugurkan kandungannya. Sumarah diusir dari rumah karena telah mencoreng nama baik keluarga. Sumarah pergi ke kota untuk mengadu nasib dan akhirnya bertemulah dengan Marlina. Belajar dari Marlina, Sumarah akhirnya jadi Pekerja Seks Komersial.
Lain Marlina, lain Sumarah. Begitu pula Momon si banci kaleng. Momon merasa dia adalah wanita yang terjebak dalam tubuh lelaki. Momon mengalami perlakuan tidak adil dari keluargnya dan likungannya sejak ia kecil. Ia selalu diteriaki banci bahkan ketika ia pergi mengaji. Momon kecil sering dicaci, dimaki, bahkan dipukul. Momon tidak kuat menghadapi perlakuan ini, sehingga ia pergi untuk mencari jatidirinya.
Latar belakang yang kelam telah mempersatukan Marlina, Sumarah, dan Momon. Mereka hidup layaknya seperti sebuah keluarga yang terdiri dari adik dan kakak. Marlina dianggap saudara tertua yang lebih senior, sedangkan Sumarah dan Momon adalah junior yang masih harus banyak belajar dari Marlina.
Di balik kehidupan yang kelam tentu saja selalu ada orang yang memanfaatkan kesempatan. Joned yang diperankan oleh Indra Achoy, adalah tokoh yang mengambil kesempatan itu. Joned memanfaatkan Marlina, Sumarah, dan Momon untuk mendapatkan pundi – pundi uang. Ia berpura – pura bersikap baik dengan menjual Marlina, Sumarah, dan Momon kepada lelaki hidung belang. Sikap yang licik tentu saja tergambar dari tokoh Joned. Joned selalu mengambil persentase yang lebih besar dari hasil menjual Marlina, Sumarah, dan Momon.
Suatu ketika masalah besar menimpa Marlina, Sumarah, dan Momon. Hidup dalam sebuah rumah kontrakan menjadi momok tersendiri ketika waktu pembayaran uang kontrakan telah jatuh tempo. Mereka bertiga harus membayar uang kontrakan sementara uang sudah habis terpakai untuk membeli kebutuhan lain. Kong Dahlan yang diperankan oleh Udin Bhakti, mengancam jika besok uang kontrakan tidak dibayar maka ia akan membakar rumah kontrakan ini secara diam – diam di saat Marlina, Sumarah, dan Momon tertidur lelap di malam hari. Ancaman ini tentunya tidak bisa dianggap sepele. Marlina, Sumarah, dan Momon berpikir keras untuk bisa menyelesaikan masalah ini. Akhirnya Marlina memutuskan untuk meminjam uang kepada Joned. Tentunya Joned meminjamkan uang dengan syarat bunga 40%. Marlina menyanggupi, asal ia dapat uang dan bisa bayar kontrakan.
Masalah ternyata belum selesai. Marlina, Sumarah dan Momon, terjebak dalam cinta segi empat. Mereka bertiga mencintai satu pria yang sama. Pria tersebut telah menghancurkan hati dan mempermainkan mereka bertiga. Dengan sikap tegar Marlina merangkul dua sahabatnya. Marlina lebih memilih untuk tetap menjadi bagian dari kedua temannya daripada harus memperdebatkan lelaki yang telah mempermaikan mereka bertiga. Akhirnya mereka bertiga tetap saling merangkul dan bersama.
Namun, malapetaka belum juga berakhir. Sebuah telepon yang diterima oleh Sumarah memberi kabar duka. Ibarat petir di siang bolong menyambar mereka begitu saja. Suara dari telepon itu mengabarkan bahwa lelaki yang akan menikahi Sumarah sekarang sedang sakit. Lelaki itu mengidap penyakit HIV & AIDS. Sumarah langsung menangis ketakutan begitu juga dengan Marlina dan Momon. Karena mereka bertiga pernah ditiduri oleh lelaki yang berjanji akan menikahi mereka. Joned yang tahu akan hal ini langsung murka dan marah besar. Joned memutuskan hubungan persaudaraan ini, karena selama ini memang joned hanya menganggap ini tidak lebih sebagai sebuah bisnis belaka. Uang yang tadi Joned berikan sebagai pinjaman diambil kembali. Marlina meratapi kesedihannya, “teman itu datang kalau kita banyak uang, kalau kita lagi senang. Tapi kalau kita lagi sakit semua pergi menghilang”.
Selama pertunjukan berlangsung penonton tertawa terpingkal–pingkal oleh situasi komedi yang disuguhkan. Pertunjukan ini disajikan secara ringan, tidak hanya tawa namun penonton mampu dibawa menangis olehnya. Meski latar panggungnya sangat sederhana, namun pertunjukan ini sarat akan makna. Cerita yang diangkat sangat dekat dengan kehidupan sehari – hari. Tentunya pertunjukan ini tidak hanya ceritanya saja yang menonjol jika tanpa didukung oleh aktor – aktor yang hebat pula. Aktor pada pertunjukan ini sangat mendalami karakternya dan menjadi penyampai pesan yang luar biasa. Setiap aktor mampu menonjolkan karakter yang diperankan, misalnya tokoh Marlina yang diperankan oleh Sheila Octarina. Sheila memerankan karakternya sebagai seorang PSK senior, cara berpikirnya lebih dewasa ketimbang dua orang sahabatnya. Sikap ini tergambarkan dari cara ia berpikir dan berdialog. Begitu juga dengan Delila Amri dan Yusuf Bakrie. Dua aktor ini juga mendalami karakternya. Delila benar – benar tampak seperti gadis kampung yang lugu, polos, penurut, dan Yusuf juga tergambarkan sebagai seorang banci kaleng yang manja. Di luar dari tiga tokoh tersebut Indra Achoy juga menempatkan peranan penting. Indra Achoy sebagai Joned memerankan karakter yang licik dan penuh tipu muslihat. Karakter Joned yang diperankan oleh Indra Achoy tidak melulu membuat penonton tertawa tapi penonton juga mampu membenci tokoh Joned karena sikapnya yang memanfaatkan Marlina, Sumarah, dan Momon.
Tri Mbak Kentir yang disutradarai oleh Jolly M. Sijabat ini patut diangkat dan ditonton masyarakat luas. Pertunjukan ini tidak hanya sekadar tontonan belaka, namun juga mampu menjadi tuntunan bagi penontonnya. Pertunjukan ini menyadarkan kita bahwa pergaulan bebas sangat besar dampak negatifnya. Penonton mampu terpukul oleh pesan – pesan yang disampaikan melalui dialog pemainnya.
Namun, sangat disayangkan pertunjukan dengan cerita dan aktor yang luar biasa ini tidak terpublikasikan dengan baik. Penonton yang hadir 80% didominasi dari mahasiswa teater Institut Kesenian Jakarta dan beberapa orang dari komunitas akting. Seharusnya pertunjukan ini mampu menembus pasar penonton yang lebih luas dan beragam. Besar harapan saya, pertunjukan ini kedepannya dipentaskan kembali. Produksi pertunjukan ini harus mampu menembus kerja sama dengan pemerintah, karena pesan yang disampaikan sangat erat kaitannya dengan isu sosial yang sekarang sedang digalakkan oleh pemerintah kita.
Pada kesempatan ini saya juga berharap, semoga dari pihak BNN (Badan Narkotika Nasioanal), Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan instansi pemeritah lainnya bisa merangkul pertunjukan seperti ini sebagai sebuah bentuk sosialisasi masyarakat terhadap bahaya pergaulan bebas. Pertunjukan ini menyuguhkan sebuah sosialisasi sederhana namun dapat tersampaikan hingga ke dalam benak kita. Penonton bisa benar – benar meresapi pertunjukan ini dan dampak yang akan terjadi. Pertunjukan ini bisa disosialisasikan ke sekolah – sekolah, tempat rehabilitasi, daerah – daerah yang rawan akan penyakit masyarakat atau tempat pertunjukan yang terbuka untuk umum.
Semoga ke depannya pertunjukan ini hadir kembali dan mendapatkan dukungan yang lebih luas dari pemerintah serta penonton yang beragam, karena bagaimana pun sebuah pertunjukan teater penonton juga menjadi bagian utama. Hadirnya penonton tidak dapat diremehkan, karena tujuan sebuah pertunjukan untuk menunjukan kepada penontonnya.
You might also like
More from Tontonan
Sinopsis Sokola Rimba
Sinopsis Sokola Rimba Film "Sokola Rimba" merupakan adaptasi dari kisah nyata seorang wanita bernama Butet Manurung yang didedikasikan untuk memberikan pendidikan …
Orient Express: Dari Novel hingga Layar Lebar
Orient Express: Dari Novel hingga Layar Lebar Orient Express adalah nama yang memicu imajinasi, menggambarkan kemewahan, misteri, dan perjalanan epik melintasi …
The Commuter: Plot Twist dan Endingnya
The Commuter: Plot Twist dan Endingnya "The Commuter," dibintangi oleh Liam Neeson, membawa penonton dalam perjalanan menegangkan penuh kejutan. Michael MacCauley, …