Fenomena pindah agama bukan lagi sebuah fenomena yang asing di negara kita. Justru ketika ada fenomena perpindahan agama yang terjadi pada orang-orang terkenal (public figure), media-media di Indonesia sangat cepat memberitakannya.
Padahal perpindahan agama merupakan sesuatu yang personal, tetapi acapkali menarik perhatian publik. Misalnya Lindswell Kwok. Ia menjadi pusat perhatian setelah memenangkan emas untuk Indonesia dalam Asian Games 2018, Agustus lalu. Medali emas yang diraih Lindswell adalah emas kedua untuk Indonesia di Asian Games, untuk wushu nomor Taijijian dan Taijiquan.
Beberapa bulan kemudian, Lindswell menggelar resepsi pernikahan dengan atlet wushu Achmad Hulaefi, 9 Desember 2018. Ia kemudian menjadi mualaf dan berhijab. Foto berhijab pertama Lindswell yang dia unggah di Instagramnya, disukai hingga 103 ribu kali.
Saking kepo-nya orang Indonesia, pencarian kata “Lindswell Kwok” terjadi pada 9 Desember mencapai puncaknya dengan skala 100, sedangkan saat dia memenangkan medali emas, kepopulerannya hanya menunjuk pada skala 68 (Bbc.com, 28/12/2018).
Hingga saat ini pun fenomena pindah agama cukup menarik perhatian publik karena dianggap menggambarkan kekuatan atau kekuasaan agama tertentu. Semakin banyak orang yang pindah ke agama tersebut, maka ini dianggap sebagai penguatan kekuasaan agama di negara kita. Demikian pula sebaliknya, bagi agama yang ditinggalkan oleh penganutnya, ini merupakan simbol kekalahan walaupun tidak permanen.
Tentu saja pengaruh perpindahan agama akan semakin mengental jika yang berpindah agama adalah orang-orang yang berpengaruh dalam agama sebelumnya, misalkan seorang pendeta mendadak mualaf, atau seorang ustaz berpaling menjadi Buddha, dan sebagainya. Begitu juga jika perpindahan ini dilakukan oleh orang-orang berpengaruh di negara, seperti tokoh publik, anggota pemerintahan, bahkan artis terkenal.
Tak ayal, ketika berita perpindahan agama ini menjadi topik sebuah media, maka komentar-komentar yang muncul adalah ucapan-ucapan syukur dan kebahagiaan dari orang-orang yang beragama sama. Sementara orang-orang yang menganut agama sebelumnya memilih diam seribu bahasa.
Selain itu jika diamati, fenomena pindah agama akan semakin gencar ketika yang mengalaminya adalah agama-agama mayoritas. Di Indonesia, agama mayoritas adalah Islam dan di posisi kedua adalah Katolik dan Kristen. Sebenarnya ini logis, tentu saja pemberitaannya gencar karena banyak orang yang menganut agama tersebut.
Seperti baru-baru ini fenomena pindah agama seorang artis terkenal, Deddy Corbuzier, menjadi viral di media sosial. Ini membuat sebuah euforia tersendiri bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Demikian juga yang terjadi pada agama Kristen, jika terjadi perpindahan agama, maka tidak kalah hebohnya. Namun jarang kita dapati euforia seperti ini jika menyangkut agama-agama lain di Indonesia.
Selain dianggap mendapat hidayah dari Sang Pencipta, ikut andil dalam proses perpindahan agama dianggap sebagian orang sebagai menjalankan perintah berdakwah. Memang ini tidak terjadi pada semua agama. Tetapi khususnya pada Kristen dan Islam, fakta ini tidak dapat dibantah.
Di dalam agama Kristen, membawa seseorang ke agama Kristen disebut “penginjilan” atau “misi.” Bahkan ini termasuk dalam “Amanat Agung” dari Yesus sendiri. Sedangkan di dalam agama Islam, mengislamkan seseorang juga merupakan tindakan mulia, berpahala, dan diganjar surga. Saya kurang memahami bagaimana dengan agama-agama lainnya, yang jelas ternyata perpindahan agama cukup diharapkan oleh umat dari beberapa agama.
Fenomena pindah agama yang kian masif, dalam konteks hidup bermasyarakat di Indonesia yang plural, tentu saja ini harus disikapi secara bijak. Memang di satu sisi ada perintah agama menyarankan atau memerintahkan kita untuk menyebarkan agama kita (dakwah). Tetapi di sisi lain, toleransi beragama tidak boleh dilupakan.
Menyebarkan agama boleh, tetapi tidak boleh dengan menjelekkan agama orang lain. Berdakwah tentu ada etikanya. Pun perpindahan agama juga tidak boleh atas suatu paksaan, melainkan harus atas kesadaran dan hidayah masing-masing orang. Boleh saja pindah agama karena tidak ada paksaan dalam beragama tetapi bukan berarti kita diperbolehkan menghujat agama kita yang terdahulu. Cakep.
Walau demikian, euforia dalam perpindahan agama tetap tidak dapat dipungkiri. Ada suatu perasaan senang ketika seseorang akhirnya mengenal kebenaran yang kita yakini selama ini. Seakan-akan kita meraih sebuah kemenangan besar di pihak kita.
Euforia semacam ini, menurut hemat saya hanya dirasakan oleh orang-orang yang sebenarnya belum yakin pada keimanannya sendiri. Jika seseorang sudah demikian yakin pada imannya, ia tidak perlu lagi diyakinkan oleh perpindahan orang lain ke agamanya. Jika ia memercayai bahwa agamanya adalah agama yang benar, maka ia akan memeluk agama tersebut walaupun ia merupakan satu-satunya orang yang memeluk agama tersebut.
Kita yang menyaksikannya tidak perlu heboh dan hanyut dalam euforia. Sebab kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tidak sedikit loh orang yang berpindah agama pada akhirnya akan berpindah lagi ke agama lain, lalu kembali lagi, dan seterusnya. Nah.
Cukuplah perpindahan agama menjadi urusan pribadi orang tersebut dengan Tuhan. Jangan sampai ada niatan untuk menyiarkannya secara live di televisi. Duh, kok niat banget.
More from Ruang Raung
Dari CEO Restock ID Kita Belajar
Dari CEO Restock ID Kita Belajar.... Rombongan motor dan mobil berkonvoi berkeliling kota. Mengibarkan bendera kebanggaan sebagai ciri identitas organisasi yang …
Pak Jokowi, Jadi Gini
Usia kemerdekaan Indonesia "Pak Jokowi, Kapan ya Kita Merdeka dari Ambisi?" Usia kemerdekaan Indonesia kini sudah menyentuh 75 tahun. Ya, 75 tahun …
Antara Kedai Kopi dan Dilema Pejalan Kaki
Kedai Kopi dan Dilema Pejalan Kaki Selepas kelas malam, sepulang dari kampus, sekitar jam 7 malam, saya berjalan kembali ke kos. …